Suara rintik hujan di luar semakin deras. Kahfi dan Fyra hanya bisa duduk diam di dalam gua, meringkuk kedinginan. Angin dingin berhembus masuk, membuat Fyra menggigil hebat.
"Kamu kedinginan, Fyr?" Kahfi bertanya sambil menatapnya dengan prihatin.
Fyra mengangguk pelan, sambil menggenggam erat kedua lengannya. "Iya, Fi. Dingin banget."
Kahfi sendiri merasa tubuhnya mulai kehilangan kehangatan, tapi ia berusaha tetap tenang. Mereka terjebak di sini tanpa jaket atau apapun yang bisa membantu menghangatkan tubuh. Dalam benaknya, ia berpikir keras, mencoba mencari solusi. Tiba-tiba, sebuah ide muncul.
"Kita... kita saling peluk saja, gimana? Biar lebih hangat." Kahfi mencoba mengusulkan, suaranya ragu. Ia tahu ide itu mungkin terasa canggung, tapi ini bisa membantu.
Fyra menatapnya dengan sedikit bingung. "Peluk?"
"Ya, biar sama-sama hangat. Kalau sendirian, dinginnya bakal terasa terus. Tapi kalau kita saling menempel, mungkin bisa lebih baik. Setidaknya kita bisa bertahan sampai hujan reda," Kahfi menjelaskan dengan nada serius.
Fyra memandangnya sejenak, lalu tersenyum kecil. "Boleh juga idenya, Fi. Daripada beku di sini."
Mereka berdua pun mencoba mencari posisi yang nyaman. Kahfi duduk bersandar di dinding gua, sementara Fyra perlahan mendekat. Ia memeluk tubuh Kahfi dari samping, sementara Kahfi merangkulnya dengan lembut. Rasanya sedikit canggung pada awalnya, tapi setelah beberapa saat, kehangatan mulai menyebar di antara mereka.
"Ini lebih baik," gumam Fyra, sedikit lebih tenang.
Kahfi tersenyum, meskipun tubuhnya masih menggigil. "Iya. Sedikit lebih hangat."
Suasana hening untuk beberapa saat, hanya terdengar bunyi hujan deras di luar. Perlahan, rasa nyaman mulai menguasai mereka berdua. Setelah beberapa menit, rasa kantuk pun menyerang.
"Mungkin kita harus tidur sebentar," kata Kahfi sambil menguap kecil.
"Iya, mungkin..." Fyra pun ikut terkantuk-kantuk, dan tak lama kemudian, mereka berdua tertidur dalam posisi saling merangkul, mencoba bertahan dari dinginnya malam.
Satu jam berlalu. Fyra adalah yang pertama terbangun. Ia sedikit menggerakkan tubuhnya, memastikan dirinya dan Kahfi masih dalam keadaan baik-baik saja. "Fi, bangun..." Ia mengguncang tubuh Kahfi pelan.
"Hmm?" Kahfi membuka matanya perlahan, wajahnya tampak bingung. "Oh, sudah bangun, Fyr?"
"Iya, tapi hujannya belum reda juga," Fyra menghela napas.
Kahfi mendengarkan bunyi rintik hujan yang masih turun di luar gua. "Sepertinya kita harus menunggu lebih lama."
Fyra menatap langit-langit gua yang gelap, lalu berkata, "Kita nggak bawa apa-apa ya... Mungkin kita bisa ngobrol? Biar nggak bosan."
Kahfi berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Aku ada cerita."
"Oh ya? Cerita apa?"
Kahfi memposisikan dirinya lebih nyaman dan mulai bercerita. "Jadi, di sebuah hutan lebat, ada pangeran dan putri kecil yang tersesat. Mereka seperti kita, terjebak hujan di sebuah gua."
Fyra tertawa kecil. "Kita jadi pangeran dan putri sekarang?"
"Bisa dibilang begitu. Pangeran itu tampan, bijak, dan... sedikit kedinginan." Kahfi mengedipkan mata, mencoba memasukkan humor di dalam ceritanya.
"Dan putri kecilnya?" Fyra menyeringai.
"Putri kecilnya manis, pemberani, tapi... kedinginan juga," lanjut Kahfi, tersenyum lebar. "Mereka berdua saling menghangatkan satu sama lain sambil menunggu hujan reda. Pangeran berkata pada putrinya, 'Tenang saja, kita akan keluar dari sini, hanya soal waktu.'"
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" Fyra mulai larut dalam cerita Kahfi.
"Putri kecil itu mulai merasa tenang. Meskipun hujan belum reda, pangeran terus bercerita, membuat putri kecil lupa akan dinginnya. Mereka berbicara tentang petualangan yang akan mereka lakukan bersama setelah keluar dari hutan. Tentang istana yang akan mereka bangun, dan semua impian mereka yang akan terwujud."
"Wah, terdengar menyenangkan sekali. Tapi... apa mereka berhasil keluar?" tanya Fyra dengan nada penasaran.
Kahfi tersenyum misterius. "Nah, itu tergantung. Kalau hujannya reda, mereka akan keluar dan melanjutkan petualangan mereka. Kalau tidak... mereka akan tetap bersama, di dalam gua, saling menghangatkan."
Fyra tertawa pelan. "Cerdas juga kamu, Fi."
Kahfi tertawa bersama. "Ya, setidaknya membuat waktu menunggu tidak terasa membosankan, kan?"
Dan seperti yang diharapkan, setelah beberapa saat, hujan mulai reda. Suara tetesan hujan mulai mereda, namun belum berhenti sepenuhnya, memberi tanda bahwa mereka akhirnya bisa keluar dari gua.
"Kita bisa keluar sekarang," kata Kahfi sambil berdiri dan meregangkan tubuhnya yang kaku.
Fyra ikut berdiri, meskipun tubuhnya masih sedikit lemas karena dingin. "Akhirnya. Ayo cepat, sebelum hujan turun lagi."
Keduanya pun melangkah keluar dari gua, meninggalkan tempat yang telah menjadi perlindungan mereka dari badai. Matahari mulai muncul di balik awan, memberikan sedikit kehangatan. Meskipun mereka basah dan kedinginan, senyuman tidak pernah hilang dari wajah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMEN
General FictionDalam dunia yang dipenuhi dengan bayang-bayang dan misteri, dua saudara kembar, Fyra dan Kahfi, terjebak dalam perjalanan penemuan jati diri yang penuh liku. Dibesarkan dalam keluarga yang memiliki harapan besar, mereka berdua menghadapi tekanan unt...