32. Kembali ke Sekolah

19 2 18
                                    

Setelah berbulan-bulan penuh cobaan, Islah akhirnya kembali ke sekolah. Hari pertama kembalinya dia ke kelas, rasa gugup membuncah di dadanya. Ia merindukan sekolah, namun sekaligus cemas akan reaksi teman-temannya, terutama Cellina, sahabat dekatnya.

Saat Islah memasuki gerbang sekolah, langkahnya terhenti ketika melihat Cellina berdiri tidak jauh darinya. Mata Cellina melebar begitu melihat sahabatnya. Dengan cepat, dia berlari menghampiri Islah, memeluknya erat.

"Islah! Ya Allah, aku nggak percaya kamu kembali!" seru Cellina, suaranya gemetar antara terkejut dan bahagia.

Islah yang masih terkejut, membalas pelukan Cellina. "Cellina... aku juga nggak percaya akhirnya aku di sini lagi."

Mereka berdua melepaskan pelukan, dan Cellina langsung mengamati wajah sahabatnya dengan cemas. "Aku dengar kamu... hilang. Semua orang khawatir, Islah. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Islah menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum menceritakan apa yang telah ia alami. "Aku diculik. Aku dan beberapa anak lainnya... termasuk sahabat baruku, Fyra. Kami terjebak di tangan orang jahat yang mengaku sebagai keluarga. Tapi akhirnya kami berhasil diselamatkan."

Cellina terdiam, wajahnya menunjukkan ketidakpercayaan. "Ya Allah... aku nggak bisa membayangkan bagaimana rasanya. Kamu pasti ketakutan sekali..."

Islah mengangguk pelan. "Iya, awalnya sangat menakutkan. Tapi ada Fyra. Kami berdua bertahan bersama. Tanpa dia, aku nggak tahu apa aku bisa selamat sampai sekarang."

Cellina mengerutkan kening, penasaran. "Fyra? Siapa dia?"

Islah tersenyum lemah. "Fyra adalah teman terbaikku selama di sana. Dia seperti saudaraku sendiri. Aku berharap kamu bisa bertemu dengannya suatu hari nanti."

Cellina mengangguk, meskipun masih belum bisa membayangkan seperti apa Fyra itu. "Aku ingin bertemu dengannya. Sepertinya dia sahabat yang hebat kalau bisa membuatmu bertahan. Dan kamu... kamu juga kuat, Islah."

Islah menatap Cellina dengan penuh syukur. "Kita semua akan lebih kuat, terutama kalau kita punya teman yang selalu ada di sisi kita, seperti kamu yang selalu ada untukku. Terima kasih, Cellina."

Cellina tersenyum lembut, kemudian menggenggam tangan Islah erat-erat. "Dan sekarang kamu kembali. Kita bisa bersama lagi. Kita akan menyambut hari-hari seperti dulu."

Di tempat lain, setelah mengalami trauma yang mendalam, akhirnya Fyra dan Kahfi kembali ke sekolah mereka. Hari pertama kembalinya Fyra adalah momen yang penuh haru. Begitu memasuki kelas, teman-teman sekelas langsung menyambutnya dengan meriah, seperti merayakan kembalinya seseorang yang hilang terlalu lama.

"Fyra, kamu kembali!" teriak seorang teman sekelas, diikuti oleh sorakan riang dari yang lain.

Beberapa teman langsung menghampiri Fyra, memeluknya dengan penuh kebahagiaan. Fyra tampak terkejut, tapi segera tersenyum saat merasakan sambutan hangat dari mereka.

"Kami semua merindukanmu, Fyra!" kata Mira, teman dekat Fyra. "Kamu nggak tahu betapa sekolah terasa kosong tanpa kamu."

Fyra tersenyum lemah, air mata hampir menetes. "Aku juga merindukan kalian... Merasa asing rasanya bisa kembali ke sini, tapi aku sangat bersyukur."

Kahfi yang berdiri di samping Fyra juga merasakan kehangatan dari teman-temannya. Mereka berdua kini disambut sebagai pahlawan, karena berhasil kembali setelah menghadapi masa-masa sulit. Namun di sisi lain ruangan, seorang murid tetap duduk di pojok, diam tanpa ikut berpartisipasi dalam kegembiraan itu. Xavier hanya menatap mereka dari jauh, wajahnya dingin dan penuh cemburu.

Xavier menunduk, bermain-main dengan pensilnya, tidak peduli pada kebahagiaan di sekelilingnya. Fyra sempat melirik ke arah Xavier, tetapi memilih untuk tidak memperhatikan lebih jauh. Baginya, hari ini adalah hari istimewa, dan ia ingin fokus pada kebahagiaan yang dirasakannya bersama teman-teman yang sudah lama dirindukannya.

LUMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang