Hari itu, setelah pulang sekolah, Kahfi dan Fyra memutuskan untuk memulai penyelidikan kecil mereka tentang masa lalu Amira. Mereka berdua duduk di meja belajar dengan beberapa catatan tentang informasi yang mereka kumpulkan dari teman-teman Amira. Di tengah lembaran kertas itu, ada beberapa petunjuk yang mereka anggap penting.
"Aku baru tahu, ternyata Amira dulu tinggal bersama seorang wanita, tapi bukan ibu kandungnya. Menurut teman-temannya, wanita itu sangat baik, tapi entah kenapa Amira tidak pernah membicarakan soal rumah atau keluarganya dengan detail," kata Kahfi sambil meneliti kembali catatannya.
"Iya, aku juga dengar dari salah satu teman sekelasnya. Amira pernah beberapa kali menyebutkan seseorang yang sangat dia rindukan, tapi dia tidak pernah bilang siapa orang itu. Mungkin kita bisa mulai dari situ," tambah Fyra sambil menuliskan ide-ide mereka di buku catatan kecilnya.
"Sepertinya orang yang dia rindukan itu punya hubungan erat dengan masa lalunya," Kahfi merenung sejenak. "Tapi masalahnya, kita tidak tahu siapa dia."
"Kita bisa coba tanya Amira secara perlahan. Aku yakin dia pasti akan terbuka kalau kita sabar," usul Fyra, menatap kakaknya dengan serius.
Keesokan harinya, di sekolah, Kahfi dan Fyra berusaha lebih mendekatkan diri dengan Amira. Saat istirahat, mereka sengaja duduk di dekat Amira yang sedang asyik menggambar di pojok kelas. Fyra membuka percakapan ringan, berharap bisa membangun suasana yang nyaman.
"Amira, gambarmu bagus sekali. Kamu memang jago menggambar ya?" puji Fyra.
Amira tersenyum kecil, tapi tetap diam.
"Sejak kapan kamu suka menggambar, Amira?" tanya Kahfi, mencoba memancing percakapan lebih lanjut.
"Sejak aku tinggal bersama...," Amira berhenti sejenak, tampak ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Bersama siapa, Amira?" tanya Fyra dengan lembut, menyadari ada sesuatu yang mungkin Amira simpan.
Amira menunduk, menatap kertas gambarnya. "Dengan tanteku. Dia yang dulu merawatku sebelum... semuanya berubah."
"Tante kamu? Seperti apa dia?" tanya Kahfi penuh perhatian.
Amira tampak bimbang, tapi akhirnya dia menjawab. "Dia orang yang sangat baik. Selalu memperhatikanku, tapi... aku tidak bisa bersama dia lagi. Dan aku tidak tahu di mana dia sekarang."
"Apakah kamu sering memikirkan dia, Amira?" tanya Fyra, dengan hati-hati.
Amira mengangguk pelan. "Iya. Aku merindukannya."
Kahfi dan Fyra saling bertukar pandang, mengetahui bahwa mereka sedang mendekati sebuah jawaban penting.
"Amira, kalau kamu mau, kami bisa membantumu mencari tahu tentang tante kamu. Siapa tahu kita bisa menemukan di mana dia sekarang," kata Kahfi menawarkan bantuan.
Amira terdiam, matanya berkaca-kaca. "Apa kalian benar-benar mau membantuku?"
"Tentu saja," kata Fyra sambil mengusap bahu Amira dengan lembut. "Kita akan coba cari tahu tentang tante kamu. Kamu tidak perlu merasa sendirian, Amira."
Amira menatap mereka berdua dengan tatapan penuh harapan. "Terima kasih, Kak Kahfi, Kak Fyra. Aku tidak tahu harus bilang apa."
Malam harinya, di rumah, Kahfi dan Fyra kembali mendiskusikan apa yang mereka dapatkan dari percakapan dengan Amira.
"Jadi tante Amira mungkin adalah kunci utama di sini. Tapi kita tidak tahu namanya atau di mana dia sekarang," kata Kahfi sambil mengerutkan kening, mencoba menyusun strategi.
"Aku pikir, kita harus kembali ke Dinas Sosial. Dari cerita Amira, sepertinya ada sesuatu yang tidak tuntas saat dia berpisah dengan tantenya. Mungkin ada arsip atau informasi yang bisa membantu," ujar Fyra.
Kahfi mengangguk setuju. "Benar. Besok kita ke sana, siapa tahu ada yang bisa memberi petunjuk lebih jelas."
Keesokan harinya, Kahfi dan Fyra berkunjung ke Dinas Sosial setempat. Mereka disambut oleh petugas yang ramah di sana. Setelah menjelaskan maksud kedatangan mereka, petugas itu memeriksa arsip tentang Amira.
"Amira ya? Anak ini memang ada dalam pengasuhan pemerintah. Namun, berdasarkan catatan, dia pernah tinggal bersama seorang wali sebelum akhirnya diasuh penuh oleh negara," jelas petugas tersebut sambil memeriksa berkas.
"Apakah di sini tercatat siapa wali yang pernah merawatnya?" tanya Fyra dengan hati-hati.
Petugas mengangguk. "Namanya Bu Hanum. Tapi sejak beberapa tahun lalu, Bu Hanum menghilang dari catatan kami. Kami tidak tahu apa yang terjadi dengannya, karena Amira diserahkan ke panti setelah Bu Hanum tidak bisa merawatnya lagi."
Kahfi dan Fyra bertukar pandang. Nama Bu Hanum adalah petunjuk baru yang mereka cari.
"Apakah ada alamat terakhir atau informasi kontak dari Bu Hanum?" tanya Kahfi.
Petugas itu melihat lebih jauh di arsipnya. "Sepertinya tidak ada kontak yang aktif sekarang. Tapi saya bisa coba tanyakan ke rekan-rekan saya, mungkin ada yang tahu lebih lanjut."
"Terima kasih banyak atas bantuannya," kata Fyra penuh harapan.
Dalam perjalanan pulang, Kahfi dan Fyra merenungkan apa yang mereka dapatkan. Nama Bu Hanum kini menjadi kunci penting dalam penyelidikan mereka.
"Kita sudah satu langkah lebih dekat, Fyra," kata Kahfi, mengemudikan motornya perlahan.
"Iya, tapi kita harus berhati-hati. Kalau kita bertemu dengan Bu Hanum, kita harus memastikan Amira siap mendengarnya," kata Fyra penuh peringatan.
Kahfi mengangguk. "Kita akan lakukan ini dengan hati-hati. Amira sudah terlalu banyak melalui hal-hal berat dalam hidupnya."
Mereka pun sepakat untuk terus melanjutkan pencarian mereka, dengan harapan bisa membawa kebahagiaan kembali ke hati Amira yang rapuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUMEN
General FictionDalam dunia yang dipenuhi dengan bayang-bayang dan misteri, dua saudara kembar, Fyra dan Kahfi, terjebak dalam perjalanan penemuan jati diri yang penuh liku. Dibesarkan dalam keluarga yang memiliki harapan besar, mereka berdua menghadapi tekanan unt...