15. Islah dan Fyra Kembali

10 7 0
                                    

Siang itu di rumah Pak Ramdan, suasana terasa sibuk. Fyra, Islah, dan anak-anak lainnya bergotong-royong membersihkan rumah yang besar namun tampak usang. Debu yang menempel di sudut-sudut rumah serta lantai yang kotor membuat pekerjaan itu cukup berat bagi anak-anak. Namun, mereka tak punya pilihan lain selain bekerja bersama, karena perintah Pak Ramdan selalu jelas: mereka harus bekerja keras.

Di teras rumah, Pak Ramdan duduk santai bersama seorang rekannya, Pak Hasan, sambil menyeruput teh hangat. Mereka tampak menikmati waktu santai mereka, mengamati anak-anak yang sibuk membersihkan rumah.

"Enak juga, ya," kata Pak Hasan, memiringkan tubuhnya ke kursi bambu. "Nggak perlu repot-repot nyewa pembantu. Anak-anak ini yang urus semuanya."

Pak Ramdan tersenyum lebar, menyeringai sambil mengangguk setuju. "Itulah untungnya punya anak-anak ini. Nggak perlu bayar orang buat beres-beres. Lihat saja mereka, rajin kan?"

Pak Hasan tertawa kecil. "Hidup jadi lebih ringan."

Pak Ramdan kembali menyesap tehnya sambil memperhatikan Fyra dan Islah yang sedang membersihkan lantai di sudut ruangan. Keduanya bekerja sama, dengan Fyra yang mengelap lantai sementara Islah merapikan perabotan yang berserakan.

Sementara mereka bekerja, Fyra mulai merasa lelah dan kehabisan tenaga. Keringat menetes di dahinya, namun ia tetap melanjutkan pekerjaannya. Saat itu, ia melihat ke arah jendela, menatap ke luar rumah yang tampak begitu sunyi.

"Islah," panggil Fyra pelan sambil mengelap keringat di dahinya. "Di sini ada masjid terdekat nggak?"

Islah yang sedang menyapu lantai menoleh, tersenyum kecil. "Ada kok. Masjidnya nggak jauh dari sini. Cuma sekitar lima menit jalan kaki dari rumah ini."

Fyra mengangguk pelan, merasa lega. "Alhamdulillah. Aku pengen ke masjid buat salat Zuhur nanti."

Islah tersenyum lagi, mengerti perasaan Fyra. "Aku juga biasanya salat di sana. Kita bisa pergi bareng nanti kalau kamu mau."

Fyra menghela napas panjang, merasa lebih tenang. Meski tempat ini masih terasa asing dan tidak nyaman baginya, setidaknya ada masjid terdekat yang bisa ia datangi untuk menenangkan hati. "Makasih ya, Islah. Aku jadi lebih tenang dengarnya."

Islah menepuk pelan bahu Fyra. "Sama-sama, Fyra. Kita selalu bisa pergi ke sana kapan pun kamu mau."

Percakapan mereka berlanjut dengan ringan, meski tangan mereka tak berhenti bekerja membersihkan rumah. Meski begitu, Fyra masih merasakan kegelisahan dalam hatinya setiap kali melihat Pak Ramdan. Kehidupannya di sini terasa berat dan penuh dengan aturan yang mengekang.

Setelah beberapa saat, Pak Ramdan berdiri dari kursinya dan berjalan ke tengah ruangan. Ia menepuk tangannya dua kali, menarik perhatian anak-anak yang sedang bekerja.

"Anak-anak!" serunya dengan nada keras. "Aku mau pergi ngopi dulu sama Pak Hasan. Kalian semua lanjutin bersih-bersih rumah sampai aku balik nanti."

Fyra dan anak-anak lainnya menatap Pak Ramdan dengan sedikit rasa takut. Setiap kali ia berbicara dengan nada tegas seperti itu, tak ada yang berani membantah.

"Lagian," lanjut Pak Ramdan dengan nada dingin, "kalau rumah ini belum bersih waktu aku pulang nanti, kalian nggak akan dikasih makan malam. Jadi pastikan semuanya selesai, ngerti?"

Anak-anak hanya bisa mengangguk patuh. Ancaman seperti itu bukan hal baru bagi mereka. Meski perut mereka mungkin lapar, mereka tahu tak ada pilihan lain selain menyelesaikan pekerjaan.

Pak Ramdan lalu berbalik ke arah pintu, diikuti oleh Pak Hasan. Mereka meninggalkan rumah tanpa banyak bicara lagi, sementara anak-anak kembali bekerja dengan lebih cepat. Fyra dan Islah saling pandang, lalu tanpa kata, mereka melanjutkan pekerjaan mereka.

Setelah berjam-jam bekerja keras, akhirnya rumah Pak Ramdan tampak lebih bersih dari sebelumnya. Debu-debu yang menempel di perabotan sudah hilang, lantai yang tadinya kotor sekarang mengkilap, dan semua perabotan sudah tertata rapi. Fyra dan anak-anak lainnya merasa sangat lelah, tetapi setidaknya mereka sudah menyelesaikan tugasnya tepat waktu.

Islah menoleh ke Fyra, tersenyum kecil. "Akhirnya selesai juga. Kita bisa istirahat sebentar."

Fyra mengangguk, meski tubuhnya lelah, ada rasa lega karena tugas sudah selesai. Namun sebelum mereka bisa beristirahat, adzan Zuhur terdengar dari kejauhan. Suara adzan yang menggema dari masjid terdekat seolah-olah memanggil Fyra dan Islah untuk beribadah.

"Fyra," kata Islah sambil berdiri, "kita salat ke masjid sekarang yuk, sebelum Pak Ramdan balik."

Fyra mengangguk cepat. "Ayo, aku udah nggak sabar pengen ke masjid."

Fyra dan Islah segera berpamitan dengan anak-anak lainnya, lalu berjalan keluar rumah menuju masjid terdekat. Perjalanan mereka hanya memakan waktu beberapa menit. Di sepanjang jalan, Fyra merasa sedikit lebih tenang. Udara segar dan suasana sunyi membuatnya merasa seolah-olah ia bisa melarikan diri sejenak dari tekanan yang ada di rumah.

Begitu tiba di masjid, Fyra dan Islah langsung masuk ke dalam. Mereka mendapati bahwa mereka tidak membawa mukena, tetapi untungnya, masjid menyediakan mukena untuk digunakan oleh para jamaah. Keduanya segera mengenakan mukena yang tersedia dan bersiap untuk salat Zuhur.

Selesai salat, Fyra merasa sedikit lebih lega. Suasana tenang di dalam masjid membuatnya merasa lebih dekat dengan kedamaian. Namun, di sisi lain masjid, ada seorang mahasiswi cantik yang memperhatikan Fyra dan Islah dengan tatapan penasaran.

Setelah selesai salat, Fyra dan Islah bersiap-siap untuk pulang. Namun sebelum mereka sempat melangkah keluar, mahasiswi cantik yang tadi memperhatikan mereka mendekat. Wajahnya tampak ramah dan penuh rasa penasaran.

"Assalamu'alaikum," sapanya dengan senyum ramah.

Fyra dan Islah menoleh bersamaan, menjawab sapaan itu. "Wa'alaikumsalam," balas mereka hampir bersamaan.

"Aku baru pertama kali lihat kalian di sini," kata mahasiswi itu, suaranya lembut dan penuh rasa ingin tahu. "Kalian tinggal di dekat sini?"

Islah, yang tampak lebih terbuka, menjawab. "Iya, kami tinggal nggak jauh dari sini."

Mahasiswi itu mengangguk, matanya masih memperhatikan Fyra dengan penuh minat. "Aku mahasiswa di sini, dan sering salat di masjid ini. Tapi baru kali ini lihat kalian. Namaku Yamina, kalau boleh tahu, siapa nama kalian?"

Islah tersenyum. "Namaku Islah, dan ini temanku, Fyra."

Yamina mengangguk lagi, lalu menatap Fyra dengan tatapan yang lebih lembut. "Fyra, senang berkenalan dengan kalian. Semoga kita bisa sering bertemu lagi di sini."

Fyra tersenyum tipis, meski ia masih merasa sedikit canggung. "Iya, insya Allah. Senang juga berkenalan denganmu."

LUMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang