Ch.14 Sebagai Permintaan Maaf

658 58 14
                                    

TAMBATAN HATI

CHAPTER 14

ADIL POV

Setelah jam istirahat berakhir, kami belajar lagi, dua jam pelajaran, sekitar sembilan puluh menit lah, kemudian jam kosong, tidak ada guru yang masuk, lumayan lama, ada kiranya setengah jam, sebagian bersantai, sebagian tiduran, dan sisanya bercengkrama bersama dimeja masing masing, terdengar ketukan dipintu kelas, kami mendadak bergegas kembali ke meja masing masing.

“OSIS, ada pengumuman kayaknya.” Ujar Rai, aku mengangguk mengerti.

“Temen-temen, kami minta waktunya sebentar yaa.” Kelas yang agak sedikit berisik mendadak berhenti.

“Makasih, oke, seperti yang teman teman semua tahu, kami perwakilan dari OSIS, membawa amanat dari kepala sekolah langsung, untuk menyampaikan beberapa pengumuman.” Mendadak kembali terdengar bisik bisik dikelas.

“Langsung aja ya, pertama, hari ini akan diadakan rapat untuk para guru dengan kepsek, membahas beberapa hal, salah satunya mungkin kurikulum baru, entah, detailnya kami juga kurang tahu, nah yang kedua, karena adanya rapat tersebut, jadi kegiatan belajar mengajar hari ini dicukupkan hingga jam sekarang saja, seluruh siswa diperbolehkan untuk pulang, pulang dengan teratur, jangan ribut, dan hati hati dijalan, itu saja temen-temen pengumuman yang kami sampaikan, terimakasih atas perhatian kalian, kami izin langsung ke kelas berikutnya aja.”

“Langsung gas berarti boleh ya?.” Tanya Rai, anggota OSIS yang hendak keluar kelas mendadak berhenti, menatap ke arah Rai kemudian mengangguk.

“Silahkan.”

“WOOOHOOO!! Balik lebih awal kita, jam 12 menn!!! Jarang jarang nih.” Teriak Rai, ia langsung membereskan buku buku yang ada dimeja, aku pun ikut senang, waktu istirahatku bisa jadi lebih lama.

“Sodaralu mau nganterin nggak? Kalo nggak gw yang anterin dahh, sampe ke rumah!.” Tawar Rai, Hasbi mengangguk.

“Heem, nebeng Rai aja Dil!.” Ucap Hasbi.

“Aman Rai, Bi, pulang bareng dia kayaknya.”

“Beneran ya?.”. Aku mengangguk.

“Kalo gitu kita duluan deh ya Dil, kecuali kalo lu mau ikut nongkrong dulu di warung Deket alun-alun, ikut gak?.” Ajak Rai.

“Nanti aja deh, nanti sodara gw nyariin lagi, besok besok kalo kalian mau nongkrong bilang ya, biar gw izin dulu sama Om gw.”

“Siapppp!, yaudah kita duluan ya Dil, yuk Bi!.” Mereka berdua keluar kelas duluan, aku membereskan meja kemudian berjalan ke arah parkiran, disana sudah ada Kak Arman, duduk diatas motor, lengkap dengan helm yang sudah terpakai, kali ini ia langsung menyodorkan helm untukku, senyumku mendadak mengembang.

“Dil, gw anterin sampe pertigaan lagi aja ya?, gw ada perlu.” Ucapnya, senyum yang aku kulum mendadak hilang, berubah jadi ekspresi kesal.

“Katanya tadi kudu hati-hati, bilang Adil tanggung jawab Kak Arman, sekarang malah gini!.”

“Gw ada perlu Dil, besok besok nggak gini.”

“Yaudah deh, ayo ah cepetan, biar cepet sampe, pengen cepet sampe rumah!.” Aku langsung naik ke atas boncengan, ia menjalankan motornya agak sedikit ngebut, hingga tidak terasa kami sudah sampai di pertigaan.

“Jangan bilang Ayah ya!.” Ucapnya.

“Nggak janji!.” Aku melengos, Kak Arman langsung menarik tanganku.

“Please?.” Kak Arman? Memohon? Kepadaku? Kena pelet apa dia?

“Nanti gw nggak dibolehin futsal lagi, gw harus latihan Dil.” Aku menarik tanganku dari cengkeramannya.

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang