Ch.01 Intro

2.9K 86 24
                                    

CHAPTER 1

THIRD POV

“Iya Mas Abas, Adil udah mau berangkat kok ini, lagi siap-siap, iya, nanti disampaikan, lagi dikamarnya dia Mas.” Ujar seorang wanita.

“Om Abas Buk?.” Tanya seorang pria yang keluar dari kamarnya, wanita yang dipanggil Ibu itu mengangguk.

“Adil, Iya Dil, nanyain kamu udah berangkat belum?.”  Jawab Ibu, remaja yang dipanggil Adil itu kembali masuk kedalam kamar, mengambil tas yang berisi barang yang akan dia bawa, satu kantong besar berisi pakaian, dan satu kantong lagi berisi buku pelajaran.

“Udah siap semua Nak?.” Adil mengangguk.

“Belajar yang bener ya!, Alhamdulillah kamu jadi bisa sekolah lagi, disekolah yang lebih bagus, maafin Ibu, belum bisa bahagiain kamu Dil, baik-baik sama keluarga Om Abas ya.” Ujar Bu Siti, Adil mengangguk kemudian memeluk Bu Siti erat.

“Ibu jangan bilang begitu, selama ini Adil nggak pernah ngerasa nggak bahagia Bu, malah Adil pengen cepet lulus, biar bisa bahagiain Ibu, doain Adil ya Bu!.” Usapan tangan bu Siti dipunggung Adil terasa begitu lembut dan menenangkan, sudah sejak tadi Adil menahan agar tidak menangis, akhirnya pecah juga, matanya meneteskan ari mata, rasa berat untuk berpisah dengan sang Ibu, tapi demi masa depan, ia harus kuat.

“Ardi!, Adil udah siap ini Nak!, berangkat sekarang aja, takut ketinggalan bis nanti!.” Ucap Ibu sambil memanggil Ardi, kakak Adil, Ardi berjalan dari arah dapur sambil memakai jaket.

“Udah pamitannya?.” Adil mengangguk, Abangnya membawakan dua tas itu keluar dari rmah, menyusunnya didepan motor agar tidak merepotkan jika harus dibawa oleh Adil, sekali lagi, Adil memeluk Ibunya erat, sbeagai salam perpisahan, mengecup pipi Ibundanya, sekali lagi juga ia meminta doa agar dilancarkan segala urusannya nanti. Adil naik ke atas boncengan motor butut milik Ardi, kemudian melaju meninggalkan rumah.

Adil Syahdi, putra bungsu Bu Siti, terancam putus sekolah setelah ia tidak bisa membayar iuran, spp dan juga uang bangunan, padahal ia baru saja masuk SMA, memang SMA Negeri, tetapi entah kenapa masih saja tetap harus melakukan pembayaran, mungkin aturan gratis 12 tahun belum diterapkan pada seluruh daerah, Ibunya bersikukuh tetap menyuruh Adil untuk bersekolah, ia sampai mengambil beberapa pekerjaan serabutan, mencuci baju, menyetrika, berjualan gorengan, apa saja, agar bisa membiayai sekolah Adil, Abang satu-satunya pun tidak bisa membantu banyak, karena ia juga sudah memiliki istri, dan penghasilannya sebagai tukang angkat barang di pasar terkadang tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarganya sendiri, puncaknya adalah ketika Ibunya sakit karena terlalu lelah bekerja, membuat Adil iba dan memutuskan untuk berhenti sekolah, jika kalian bertanya mengapa tidak Adil saja yang berjualan? Faktanya Adil juga ikut berjualan disekolah, menjajakan gorengan dan kue buatan ibunya, tetapi tetap saja tidak mencukupi, hanya pas pasan untuk kebutuhan sehari hari saja.

Terkadang Adil ikut merasa kasihan ketika melihat Abangnya pulang dari pasar, duduk didepan pintu rumah, menghitung beberapa lembar uang duaribuan, dengan keringat mengucur deras dan nafas yang terengah, kasihan, karena ia sangat amat tahu, Abangnya adalah orang yang pintar dan berprestasi, tapi ia tidak melanjutkan bersekolah ketika ia hendak masuk SMP, memilih untuk bekerja dan membantu Ibu bekerja, memang sejak meninggalnya Bapak mereka, sang tulang punggung keluarga, ekonomi keluarga Adil jatuh dalam jurang kemiskinan yang seperti tidak ada ujungnya, nasib baik menimpa Adil, saat ia memutuskan untuk berhenti bersekola, dihari yang sama, sahabat baik Bapaknya yang sudah lama tidak pernah bertemu lagi, datang secara tiba-tiba, berstilaturahmi ke rumah Adil.

Ibunya bahkan sampai kaget dan menangis, karena terakhir mereka bertemu Bapaknya Adil masih ada dan sehat, mereka dulu masih tinggal satu kota, hingga saat Bu Siti mengandung Adil, keluarga Adil pindah ke desa, alat komunikasi yang sulit membuat Bapak Adil dan sahabatnya itu, susah untuk saling kontak dna hilang bagaikan ditelan alam. Mengetahui bahwa Sahabatnya sudah meninggal sejak lama, Abas berkaca-kaca, ia tidak menyangka, berita baik karena mendapatkan alamat rumah sahabat baiknya itu ternyata membawa kabar yang amat mengagetkan, Abas dan Istrinya kemudian mengunjungi makam Abas, nyekar dan membersihkan makan Bapaknya Adil.

Perbincangan mengenai Bapaknya Adil berlanjut dirumah, berakhir dengan pertanyaan sekolah Adil dan Abangnya, Adil dan sang Ibu saling menatap, kemudian berkata bahwa Adil sudah tidak bersekolah lagi, terpaksa berhenti karena tidak sanggup dalam urusan biaya, sontak, tanpa basa-basi, Abas menawarkan agar Adil ikut dengannya dan bersekolah bersama anaknya dikota, awalnya Adil menolak karena merasa tidak enak dan takut merepotkan, tapi kemudian Abas memaksa, katanya sebagai ucapan terimakasih kepada Almarhum bapaknya Adil, juga sebagai penebusan janji bahwa mereka akan saling menolong ketika sama-sama dalam kesusahan, barulah Adil setuju dan menerima tawaran Abas dan Istrinya, dan hari ini, hari dimana Adil mulai berangkat menuju rumah Abas, kamis ini dia akan daftar masuk sekolah lagi agar senin ia bisa langusung mulai bersekolah lagi.

“Hp kamu udah Dil?, nggak ada yang ketinggalan kan?.” Tanya Ardi, Adil meraba seluruhh saku dibaju dan celananya, kemudian mengeluarkan sebuah ponsel jadul dengan keypad karet.

“Aman Bang!, tas juga udah semua, nggak ada yang ketinggalan.” Jawab Adil, mereka sedang duduk dipinggir pintu terminal, menunggu bis keluar, karena jika menunggu didalam, bisa dipastikan akan lama dan menghabiskan waktu, akan lebih baik jika Adil menunggu bis yang siap berangkat saja.

“Adil titip ibu ya Bang!, udah nggak usah ngontrak rumah aja Bang, kamar Adil aja pake, Abang sama Mbak Tati dirumah aja, biar Ibu ada temen.” Ujarku, ia tersenyum kemudian menganggukan kepalanya.

“Iya Dil, tadinya Abang mau bilang itu sama kamu, tapi ternyata kamu yang nyuruh duluan.”

“Kasin kalo ibu sendirian Bang, Adil takut kalo Ibu kenapa-napa, terus nggak ada orang dirumah, sekalian biar Ibu dan Mbak Tati saling nemenin kalo Abang kerja.” Adil berfikir, daripada uang yang dihasilkan oleh Ardi dipakai untuk mengontrak rumah, lebih baik dipakai yang lain saja, menjadi sebuah winwin solution , Ardi juga ternyata setuju dengan usulan Adil.

“Itu bisnya Bang!.” Seru Adil sambil menunjuk ke arah bis besar berwarna biru keluar dari terminal dan berjalan menuju ke arahnya, Ardi berdiri dari duduknya, menurunkan tas Adil dari motor, Adil memeluk Ardi erat, beberapa kali berpesan menitipkan ibunya kepada Ardi, bis berhenti, pintunya terbuka, kenek turun dari pintu, membuka bagasi dan memasukan barang bawaan Adil, ia mencium tangan Ardi kemudian mulai naik kedalam bis, bis yang akan membawanya menuju pengalaman baru, orang-orang baru yang ia harap bisa berbaik hati padanya, bis yang akan menjadi penentu masa depannya, ia berharap, perpisahan dengan keluarganya ini adalah jalan terbaik, meskipun memang berat dalam hati, tapi Adil sadar, jika ia tidak berkorban kali ini, maka akan ada hal lain yang hilang, masa depannya, tanpa bermaksud menghina, ia berfikir, ia tidak mau berakhir seperti Abangnya, merelakan masa depannya hanya untuk beberapa lembar receh, ia harus bisa berubah, menelan pahitnya pengorbanan hari ini, demi manisnya buah kesuksesan yang akan ia perjuangkan, demi hidup yang layak, untuknya, untuk Ibu, untuk Abangnya, Adil bersandar pada kaca bis, memejamkan mata sambil berdoa ‘Tuhan, mudahkan lah jalan hambamu ini!.’

To be continued....

*******

Assalamualaikum, selamat siang/sore/malam buat temen temen semuaaa.

Syukur Alhamdulillah aku bisa kembali lagi hadir di WATTPAD dengan membawa cerita baru, kali ini fokus aku pengen bikin novel cerita remaja dulu, duhh lagi pengen banget flashback flashback masa sekolah pokoknya, tapi aku jamin kok, nggak kalah seru, kalian pasti suka.

Semoga dengan hadirnya cerita ini, menjadi bahan pembelajaran aku untuk bisa tetap konsisten dalam menulis.

Jujur, aku kangen banget sama interaksi dengan kalian semua para readersku, udah hampir sebulan yaa aku Hiatus, mari ah kita mulai lagi perjalanan stripping buku iniii, doain aku ya temen temen, semoga sehat dan bisa update terus.

Makasih banyak buat kalian yang selalu hadir, selalu mendukung penuh, dan selalu excited tentang apa yang aku bawa ke wattpad ini, buat yang belum kenal dengan aku, semoga cerita ini menjadi awal perkenalan kita yaaa my future sayang.

Salam hangat, author kesayangan kalian.
TUA MENGGODA
*Jo

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang