Ch.06 Sekolah Baru

2.3K 125 8
                                    

CHAPTER 6

ADIL POV

“Udah siap semua Dil?.” Tanya Om Abas, aku menganggukan kepala, kami baru saja selesai sarapan, Kak Arman sudah berangkat duluan, ia tidak sarapan, hanya mengambil satu buah apel kemudian berlalu berangkat, menggunakan motor, sedangkan aku, Om Abas dan Kak Mira, hendak berangkat menggunakan mobil Om Abas.

Seragam yang aku gunakan masih seragam yang dari sekolahku dulu, sudah agak sedikit kuning, berbeda dengan seragam Kak Arman yang tebal dan putih bersih, sedikit malu aku memakainya, tapi tak apalah, mungkin nanti akan diberikan seragam baru lengkap beserta bet dan perintilan kecil lainnya.

Keluar dari komplek kami langsung memasuki jalan raya yang besar, benar kota besar, gedung bertingkat, pertokoan disepanjang jalan bermacam macam bentuknya, lumayan padat dengan kendaraan juga, padahal ini bukan awal weekday, menuju ke hari libur malah.

“Sini Dil, foto sama Kak Mira!.” Ucapnya, ia merangkul bahuku, memotret foto kami berdua, tampak cantik didepan kamera, aslinya? Lebih cantik, kulit glowing dengan rambut yang halus terurai, wajahnya benar benar mirip dengan Tante Anisa, sehat sekali anak-anak Om Abas ini, tubuh mereka tumbuh tinggi, mungkin karena gizi yang selalu terpenuhi sejak mereka kecil. Kak Mira mengambil beberapa jepretan foto sebelum melepaskan rangkulannya.

“Bagus ini Dil buat dijadiin story di Instagram! Tuh lihat!.” Ia menunjukan foto kami kepadaku, tidak terlalu buruk juga aku terlihat difoto, hanya tirus saja wajahku, rambutku hitam tersisir rapi, ingin memberikan impresi paling baik untuk hari pertama berangkat ke sekolah hari ini.

“Kamu punya instagram nggak?.” Tanya Kak Mira, aku menatapnya bingung.

“Apa itu Kak?.”

“Aplikasi berbagi foto gitu Dil, nanti bisa dilihat sama temen-temen kita.” Semakin bingung aku mendengar jawaban darinya, berbagi foto? Tidak mengerti aku.

“Nggak punya Adil Kak.”

“Dil, kenyang tadi sarapannya?.” Tanya Om Abas.

“Alhamdulillah, Om, kenyang Adil, makasih banyak.”

“Takutnya nanti lama disekolah, nggak bawa bekel kan tadi.”

Betul, Kak Arman tadi terlihat sibuk didapur, membuat sesuatu dan memasukannya kedalam botol minum, wajar sepertinya jika dia tidak sarapan, karena sudah membawa bekal.

Mobil mulai berjalan pelan, kemudian berbelok masuk kedalam sebuah gerbang besar yang terbuka, sebuah  bangunan besar terlihat, bangunannya berbentuk seperti gedung nasional negara, putih tinggi dan luas, dengan tiang bendera yang tinggi didepannya, Om Abas memparkirkan mobilnya, kami semua turun dari mobil.

Didepan gedung terlihat, susunan alphabet membentuk sebuah kalimat, SMA NEGERI 3 KUJANGSARI, SMA Negeri tapi sebesar dan semegah ini? Berbeda dengan SMA Negeri di kampung, pandanganku mengedar ke sekeliling, tidak telrihat ada kelas didepan ini, hanya lorong lorong dan dua lapangan besar beserta gedun dihadapanku ini, dan ini saja sudah begitu besar, jangan jangan kelas kelasnya ada dibelakang?

“Kamu sama Kak Mira tunggu disini ya!.” Titah Om Abas, aku mengangguk dan duduk dikursi tunggu, Om Abas berjalan naik kelantai atas, ada beberapa orang bergantian masuk kedalam ruangan ini , memakai pakaian khas guru-guru, mulai berdatangan masuk satu presatu kemudian keluar dari pintu seberang.

“Dil!, kamu mau ikut nggak? Kak Mira mau datengin guru Kak Mira dulu.” Ujar Kak Mira.

“Adil nunggu disini aja deh Kak, takutnya nanti ada perlu apa-apa, biar Om Abas nggak susah nyari Adil.”

“Oh iya bener Dil, tapi kamu nggak apa-apa kan nunggu sendiri?.”

“Nggak apa-apa Kak.” Ia kemudian bangkit dari duduk dan meninggalkanku sendiri menunggu Om Abas.

Tidak lama setelah Kak Mira pergi, Om Abas terlihat turun dari lantai atas, berdua bersama seorang pria, aku menatap mereka, sepertinya pria itu berusia lebih tua dari Om Abas, uban dirambutnya sudah putih semua, mengenakan kacamata bulan, perawakannya kurus dan tinggi, tapi tidak bisa dipungkiri, aura dan wibawa yang terpancar mengatakan bahwa pria tua ini adalah bukan orang sembarangan.

“Nah, ini dia anaknya Pak!.” Ujar Om Abas.

“Sini Dil!.” Aku bediri kemudian menghampiri Om Abas, menyalami pria yang bersampingan dengannya.

“Siapa namanya?.” Tanya pria itu, aku melihat ke arah name tagnya, Achmad Djaya Riswandi.

“Adil Syahdi Pak!.” Ucapku, ia terihat mengangguk sambil tersenyum.

“Yuk, ikut Bapak, biar dokumennya kita data dulu!.” Titah Pak Achmad, aku dan Om Abas mengikutinya, berjalan keluar dari ruangan itu dan masuk ke sebuah ruangan yang ada didepan lapangan, total ada tiga lapangan besar? Luas sekali sekolah ini.

Pendataan sudah selesai, biasanya sekolah lain akan menunggu beberapa hari hingga aku bisa mendapatkan perintilan kecil untuk seragam, seperti topi, dasi dan lainya, tapi tidak kali ini, setelah selesai pendataan, Om Abas membawaku ke ruangan tata usaha, disana ia berbicara kepada seorang perempuan kemudian memberikan kertas kuitansi pembayaran, dan tepat pada saat itu juga, seragam baru, dan segala perintilannya aku dapatkan, tanpa harus menunggu berlama lama.

Sebenarnya semua sudah selesai, tinggal pulang lagi kerumah dan menunggu besok hari untuk mulai sekolah, tapi tadi Om Abas menyuruhku untuk menunggu dulu karena dia ada perlu dengan Pak Achmad, masih ingin berbinang sepertinya, kebiasaan Bapak-bapak yang sudah tidak aneh, aku meminta izin kepadanya untuk menungu diluar saja, agar lebih fresh dan ia mengizinkanku.

Kak Mira juga dari tadi masih belum kelihatan, aku berjalan keluar dari ruangan kantor tadi, berjalan menuju sebuah kursi, panjang membentang, terbuat dari bata yang bentuk panjang, letaknya berada tepat dibawah pohon rindang, sejuk sekali terasa disini, padahal cuaca sedang panas panasnya, aku memejamkan mata dan menghirup udara dalam dalam, ahhh, rasanya tidak percaya aku, kehidupan baruku akan segera dimulai, tuhan, bantu aku  untuk cepat terbiasa, bantu aku tetap sabar, dan tetap lancarkan lah usaha Om Abas, amiin.

“KE TENGAH LAPANG! JANGAN BERCANDA MULU!.” Terdengar suara keras dari arah belakangku, aku menoleh, empat orang siswa sedang berjalan ke arah sini, sesekali mereka tertawa tawa, dibelakang mereka, seorang guru wanita, dengan mata yang melotot kesal berjalan mengikuti empat orang siswa itu, dari ke empat orang siswa itu, aku melihat ada Kak Arman disana, yang paling tinggi diantara mereka.

“Bu? Beneran ke tengah lapang? Panas Bu!.” Ujar satu orang siswa, mereka mulai berjalan melewatiku.

“Siapa suruh nggak ngerjain tugas, kan itu Ibu kasih udah dari pertemuan terakhir!, mana kalian bercanda mulu lagi!.” Guru itu berhenti tepat disebelahku, menatapku tajam, empat orang siswa tadi mendadak ikut berhenti kemudian menoleh juga ke arahku, aku dan Kak Arman saling bertatapan, ada sedikit ekspresi kaget dari wajah Kak Arman, tapi kemudian matanya menatap ke arahku dengan tatapan tak suka.

“Kamu!, kelas berapa ?.” Tanya guru wanita ini ketus.

“Ngapain disini? Ini masih jam belajar, belum waktunya pulang!.” Belum sempat aku menjawab, ia sudah memotong perkataanku.

“Mau ikut dijemur juga?!.” Sial, padahal aku belum memulai bersekolah disini, masa harus sudah mulai merasakan hukuman saja?.

To be continued...

******

Update guysss!!!

Sistem cerita aku yang di upload full untuk Wattpad itu kejar tayang yaaa, mirip sinetron, satu hari satu chapter, jadi insyaAllah tiap hari update kok, makanya jangan lupa kasih author apresiasi dengan cara vote dan komen, biar interaksi author dengan kalian para pembaca makin lengket arghhh! 😩

Anywayss, selamat membaca ya guys!!!
Iloveyou.
♥️

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang