Ch.11 Malu Sendiri

676 68 22
                                    

Kemarin ada yang minta visualisasi mereka kannn, yaudah, ini aku kasih dehhh, ini yang Arman dan Adil yang ada dibayanganku yaa, kalo ngerasa nggak cocok,kalian boleh visualin sesuai keinginan kalian aja.♥️

(Visual Kak Arman, Ganteng banget gak sihhh?????)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Visual Kak Arman, Ganteng banget gak sihhh?????)

(Kalo ini baru kesayangan kita, Adil, Cakep khas desa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Kalo ini baru kesayangan kita, Adil, Cakep khas desa.) Yuk lanjut ke cerita deh, cekidot!!!






CHAPTER 11

THIRD POV

Adil menggerutu pelan sambil duduk dihalte bis, ia merasa haus, merogoh tas gendongnya mencoba mencari apakah ia tadi memasukan minuman kedalam tasnya atau tidak, ternyata nihil, tidak ada air didalam tasnya, ia menghembus keras, berdiri kemudian mulai berjalan kaki, menyusuri trotoar, cahaya matahari sore yang lumayan terik membuatnya berkeringat, matanya menatap kedepan, minimarket, rasanya seperti melihat genangan air setelah berlalu lalang dipadang pasir, ia masuk kedalam, mengambil satu botol air mineral, mengeluarkan uang yang diberikan oleh Anisa kepadanya, masih utuh selembar karena tadi ia ditraktir oleh Rima.

Naik apa ya? Begitu gumamnya dalam hati, dan kemana juga arahnya, yang ia ingat hanyalah nama komplek saja, ia mendekat ke arah tukang gorengan dipinggir jalan, bertanya kemana arah komplek tempat tinggal Abas, dan harus naik apa kesana.

“Oh, naik itu aja tuh dek!, angkot 06, yang warna hijau doang, nanti turun di perempatan ciledug.”

“Dari situ udah deket Pak?.”

“Ya lumayan, nggak terlalu deket juga, cuman dari situ nggak ada angkot lagi, naik ojek paling, kalo ada itu juga.”

“Makasih banyak ya Pak!.” Ujar Adil, ia berdiri disamping jalan, menunggu angkot 06 lewat, terlihat dari jauh, ia melambaikan tangannya ke arah depan, mmeberitahu bahwa dirinya hendak naik.

Duduk didekat jendela yang terbuka, angin besar masuk dan membelai wajahnya, nikmat sekali ia rasakan, angkot ini kosong, hanya ada dirinya dan satu ibu-ibu dengan berbagai macam belanjaan, setelah berjalan panas panasan, kini duduk teduh dan adem, sedikit mengantuk ia rasakan saking nyamannya ia duduk.

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang