Ch.19 Apes Lagi

526 56 6
                                    

CHAPTER 19

ADIL POV

Jalanan setelah pertigaan masih sepi saja, warung Uwak juga kosong, tidak ada Jepri dan teman temannya yang biasanya nongkrong, hanya semilir angin yang menemani kami, semilir yang biasanya terasa nyaman dan menyejukkan, kini terasa menyakitkan, menghembus menerpa hidungku yang tengah sakit, berdenyut nyeri, telinga ini rasanya masih berdengung, dan mataku juga masih sedikit buram, badan Kak Arman juga masih bergetar, sepertinya masih ada sisa emosinya yang terpendam, tidak ada percakapan diantara kami.

Motor melaju semakin pelan, agak sedikit oleng, kepala Kak Arman juga sesekali mengangguk, aku menepuk bahunya, menyadarkan dia apabila ia tengah mengantuk, motor kembali melaju lebih cepat, tapi agak sedikit tidak terkendali, tidak sadar didepan sana ada polisi tidur yang lumayan tinggi, Kak Arman tidak memelankan kecepatan motor, melaju kencang menggilas polisi tidur, motor kembali oleng, lebih oleng bergerak kekiri dan kanan, aku menepuk bahunya, tapi ia tetap tidak merespon, tiba-tiba saja tangan Kak Arman lepas dari pegangannya pada stang motor, , aku menepuk lebih keras, ia kemudian menekan rem depan dan belakang secara bersamaan, badanku maju kedepan menabrak tubuh Kak Arman, Kak Arman menabrak Speedo meter motor, roda depan selip sedangkan roda belakang masih berputar, menyebabkan motor berguling kesamping, hendak berteriakpun rasanya percuma, karena memang ini sudah pasti jatuh, sakit kembali aku rasakan disekujur tubuhku, motor tergelincir kedepan, aku sudah tidak berada dimotor lagi, sedangkan Kak Arman masih memegangi motor yang tergelincir, sekitar lima meter baru motor berhenti.

“DIL!.” Teriaknya, ia melepaskan helmnya, tubuhnya tertimpa motor, lemas rasanya badan ini, tapi ketika mendengar teriakan Kak Arman, aku langsung terduduk, bangun kemudian menghampirinya, membantu mengangkat motor yang menimpa tubuhnya, ia masih tertidur diaspal, wajahnya berkeringat dan meringis, aku membantunya duduk.

“Minum Dil!.” Ucapnya pelan.

“Adil nggak bawa lagi Kak, di tas nggak ada!.”

“Di tas gw ada minuman kelapa yang tadi.” Aku mengangguk, membuka resleting tasnya kemudian mengeluarkan minuman kelapa dengan wadah kertas yang kotak lalu memberikannya kepada Kak Arman. Ia menancapkan sedotan itu, terkejut aku, bukannya ia langsung meminumnya, ia malah menyodorkan sedotan itu ke arah bibirku.

“Minum Dil!.”

“Kak-.”

“Jangan banyak ngomong, pusing gw!.” Aku mengangguk kemudian mulai meneguk cairan kelapa itu, sedikit saja, lalu melepaskan sedotan itu dari mulutku.

“Yang banyak!.”

“Udah Kak, sekarang Kak Arman yang minum.” Ia mengangguk kemudian meminum cairan kelapa itu, dalam hati aku berkata, memang benar, dibalik sosoknya yang galak, jutek dan dingin ini, ada sosok yang baik hati dan tidak egois, mendahulukan aku untuk minum padahal dia sendiri yang lebih parah terluka, ia membuang wadah kosong bekas cairan kelapa itu, matanya menatapku, tidak ada mata penuh emosi tadi, bening matanya memancarkan kelembutan dan rasa bersalah, tangannya bergerak mengusap bibir atasku.

“Anjing si Pras itu, lu jadi berdarah gini.” Ucapnya pelan sambil menyeka darah dari atas bibirku, aku menatap ke arah lengannya, banyak sekali baret dan lecet kotor, berdarah juga, tapi sepertinya tidak dia rasa.

Masih dengan sesekali meringis, ia bangun, membantuku berdiri.

“Lu gak apa-apa?.” Tanya dia sambil memeriksa seluruh tubuhku.

“Adil aman Kak, cuman hidung Adil aja yang sakit.” Ia mengangguk, kemudian melihat ke arah motornya, mencari kerusakan sepertinya.

“Baret doang untungnya.” Ucap dia, kembali menyuruhku untuk naik ke atas boncengan dan melaju kembali menuju rumah.

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang