Ch.23 Mampus!, Tapi Kasian.

748 66 22
                                    

Yuhuuuu, seperti biasa, update harian hahahah, nggak sabar ih pengen cepet ke chapter cihuyynya, pendekatan Adil sama Arman udah lumayan cukup ini, hari Minggu udah bisa kalian lihat deh perkembangan panasnya hahaha.

Selamat membaca yaaaaa!
Jangan lupa di vote dan komennn.
Love,
Author.
♥️

CHAPTER 23

ADIL POV

Sialan, sedari tadi hati ini tidak tenang memikirkan keadaan Kak Arman, diluar hujan masih lumayan deras, rumah juga masih sepi, Om Abas dan Tante Anisa belum pulang, begitu pun Kak Mira, hanya ada aku dan Bi Minah, semakin khawatir aku ketika mengetahui kondisi Kak Arman pada saat ia menjemput perempuan bernama Dea itu, badan Kak Arman menggigil dan hidungnya mimisan, ia sedang sakit, luka di tubuhnya masih basah, aku yakin itu akan terasa begitu perih, apalagi tergesek oleh pakaiannya yang basah, haaah, apa yang dia kejar sih? Apakah sebegitu cinta nya Kak Arman kepada Dea? Tambah bimbang lagi aku, selain rasa khawatir, kini hatiku juga sedikit sakit dan iri dengan perhatian yang Kak Arman berikan untuk orang lain.

Lama aku menunggunya diruang tengah, sekitar satu jam kemudian barulah terdengar suara motor Kak Arman, aku langsung bangkit dari duduk dan berjalan membuka pintu depan, motornya ia parkiran, membuka helm kemudian turun dan berjalan dengan lunglai dan menunduk, sesekali ia berhenti dan meringis, kemudian kembali berjalan lagi, aku menghampirinya, ia langsung memegang bahuku, menahan agar tubuhnya tidak oleng, tanpa banyak bertanya, aku menuntunnya masuk ke dalam, menutup pintu.

“Duduk Kak!.” Titahku sambil menuntunnya hendak ke sofa.

“Badan gw basah Dil!.” Tolaknya lemas, aku mengangguk mengerti, ia berdiri didepan pintu sambil menunduk, aku mengambil handuk didapur kemudian memberikannya kepada Kak Arman, ia hanya diam dan menggenggam handuk itu ditangannya, bengong dan tatapannya kosong ke bawah.

“Kak?!.” Ia masih diam tidak merespons, insiatif aku mengambil handuk itu dari tangannya, mengusap kepala Kak Arman yang basah dengan handuk hingga kering, seragamnya aku buka, Shirtless dihadapanku, otot-otot khas atlet terpampang dihadapanku, basah dan pucat, aku mengeringkan badannya.

“Celananya buka Kak!.”

“Iya.” Jawabnya, padahal itu bukan pertanyaan, ia terlihat begitu lunglai dan lemas. Aku membuka kancing celana seragam Kak Arman, ia membiarkanku, berjongkok dan menarik celana itu turun, celana pendeknya terlihat, basah dan lembab, kakinya terangkat sendiri, mempermudahku untuk membuka celananya.

Gundukan dicelana pendek yang Kak Arman kenakan terlihat begitu besar dan menggunung, apalagi celana pendeknya ini basah, menempel langsung dengan benda dibaliknya, wajahku berhadapan langsung dengan gundukan itu, menggelengkan kepalaku supaya sadar, Kak Arman sedang tidak baik-baik saja, aku tidak boleh memanfaatkannya, berdiri kemudian membalutkan handuk dipinggangnya, menutupi seluruh tubuhnya dari pinggang hingga lutut.

“Buka semua Kak! Basah, nanti masuk angin.” Ia mengangguk.

“Biar gw aja.” Jawabnya, ia berjalan pelan naik tangga ke lantai atas, berhenti ketika tepat berada diatas, membalikan badan dan menatap ke arahku.

“Temenin gw Dil.” Ucapnya, aku mengangguk, mengikutinya naik dan ikut masuk kedalam kamarnya.

Aku duduk dikursi depan meja belajar, Kak Arman berdiri sambil mengambil pakaian ganti, tanpa basa-basi ia membuka handuknya, menurunkan seluruh celananya, bahkan celana dalamnya juga, aku reflek menahan nafas dan kaget, mendengarku, Kak Arman menoleh.

“Kenapa lu?.”

“Kakak ganti baju depan Adil kayak gini, bugil, enggak malu apa?.” Alisnya bertaut.

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang