CHAPTER 5
ADIL POV
Saat ini aku sedang berada dikamar adiknya Kak Arman, tas ku masih belum aku bereskan, masih belum berani naik juga ke atas kasur itu, tetap duduk diatas kursi meja belajar, setelah menonton pertandingan bola bersama Om Abas, aku izin untuk naik kembali dan berdiam didalam kamar, suara ketukan dipintu terdengar.
“Adil!.” Suara Tante Anisa.
“Iya Tante, sebentar!.” Ujarku, berdiri kemudian berjalan untuk membukakan pintu.
“Iya Tante?.” Ia berdiri dihadapanku sambil membawa sepiring buah-buahan ditangannya.
“Tadi habis makan belum nyemil buah, Tante lupa siapin, jadi sekalian aja tante bawain buat kamu.” Aku menerima piring itu.
“Wahh, makasih banyak Tante, repot-repot.”
“Nggak, dimakan yaa, kamu lagi beresin perlengkapan buat besok ya?.” Tanya Tante Anisa, aku menatapnya kemudian tersenyum canggung.
“Belum tante.” Alisnya bertaut bingung.
“Lho, kenapa?, besok pagi-pagi lho berangkatnya!.”
“A-anu Tante, Adil belum beresin apa-apa sama sekali, tadi, ehm, Kak Arman-.” Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, wajah Tante Anisa sudah berubah duluan, ia menghembuskan nafas kasar kemudian memanggil Om Abas untuk menghampirinya.
“Kenapa Bund?.”
“Yah, Arman!.” Ujar Tante Anisa, ia membuka pintu kamar ini lebar, menunjuk kepada dua tas besar milikku yang masih berada dikarpet lantai, mereka berdua saling memandang.
“Arman marahin kamu?.” Tanya Om Abas, aku menggelengkan kepalaku.
“Nggak marah Om, Kak Arman cuman bilang supaya Adil nggak ngerubah posisi apapun dikamar ini, jadi Adil belum berani bongkar dan beresin barang Adil.” Aku tidak mau mengatakan jika Kak Arman memang mengancamku, takutnya nanti Om Abas akan balik memarahi Kak Arman, dan nantinya berujung panjang, bisa jadi Kak Arman menuduhku sebagai tukang mengadu dan malah menjadi merusak hubungan Om Abas dengan Kak Arman.
“Gimana Yah?.” Tanya Tante Anisa.
“Kamar sebelah masih belum beres Bund.” Jawab Om Abas.
“Belum beres apanya Om, kalo Adil boleh tahu?.”
“Baru diganti jendelanya, kemaren kusen nya rusak Dil, udah dipasang tapi belum dirapiin, masih harus dicat lagi.” Ah, hanya itu? Aku masih bisa tidur dengan nyaman jika hanya seperti itu, jendela dirmahku saja sebagian masih ada yang bolong dan hanya ditutup oleh kertas dan terpal butut.
“Maaf banget Om, bukan maksud Adil nawar, tapi kalo boleh, Adil izin buat tidur dikamar itu aja.” Pintaku.
“Memang itu kamar buat kamu Dil, tapi belum beres.” Ujar Tante Anisa.
“Yang penting udah tertutup aja Tante, nggak masalah kalo Cuma belum di cat.”
“Belum dipasang AC juga, baru ada kasur sama lemari doang Dil, nggak apa-apa?.” Tanya Om Abas.
“Kami rencananya mau belanja besok Dil, buat keperluan kamu.” Ucap tante Anisa.
“Nggak apa Om, Tante, nggak ada AC bukan masalah besar.” Jawabku meyakinkan mereka.
“Kalo kamu nggak masalah sih, yasudah Dil.” Mataku sumringah, mencium tangan mereka berdua bergantian sambil mengucapkan terimakasih, heh, tidak mau rasanya aku jika harus tidur di kamar ini dan merusak sesuatu didalamnya, bisa kena semprot mulut pedasnya Kak Arman nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arman
RomanceBercerita tentang Adil yang sejak kecil hidup susah setelah ditinggal Ayahnya hingga ia hampir putus sekolah ketika ia SMA, sehingga mau tidak mau ia harus bersedia untuk di urus dan disekolahkan oleh orang tua angkatnya, ia kira hidupnya akan mulai...