CHAPTER 18
ADIL POV
Langit sudah mulai menguning, cahaya lembayung senja mulai hadir, ada dua pertandingan yang dilaksanakan hari ini, setelah pertandingan pertama tadi, isoma dilakukan, dan dilanjut setelah Ashar, SMA NEGERI 11 VS SMA WIDURI, sama sengitnya, tapi tidak berlangsung dengan adanya kekerasan lagi, pertandingan mereka berjalan lancar tanpa ada drama, SMA WIDURI unggul 7-3 atas SMA NEGERI 11, tepuk tangan meriah terdengar ketika acara selesai, pembukaan dihari pertama yang terbilang cukup sukses, meskipun dengan bumbu chaos tadi diawal.
Para penonton dari sekolah lain sudah berbondong bondong bergiliran keluar dari area sekolah, Kak Arman dan timnya tadi sudah keluar dari area lapangan, berkumpul bersama entah dimana, sedangkan aku dan Rima disini menonton pertandingan yang lain hingga habis, mataku menoleh ke arah sekitar, mencari keberadaan Kak Arman, senyumku mengembang ketika diujung lorong yang mengarah ke lapangan upacara terlihat sosok Kak Arman yang tinggi, ia berjalan ke arah sini, tangannya berada ditelinga, sedang menelpon seseorang sepertinya, semakin dekat ia berjalan, semakin terlihat bahwa ia sedang berdebat dengan orang yang berada diujung panggilan, alisnya bertaut kesal, sesekali ia menggigit bibirnya, tepat saat ia berada dihadapanku, ia mematikan panggilannya.
“Minum Kak? Dari tadi belum minum air kayaknya.” Tawarku sambil menyodorkan sebotol air minum, ia hanya menatapku, kemudian menampar botol air mineral itu hingga terlempar jatuh.
“Ayo Balik!, gw pengen istirahat, mumet!.” Anjing memang, niat baik yang aku lakukan masih kurang juga, tapi kembali lagi, aku mencoba mengerti, pria dihadapanku ini adalah Kak Arman, pria dengan tabiat buruknya yang secara perlahan telah membuatku terbiasa, masih mencoba untuk mengerti tapi terkadang tetap membuatku mengelus dada karena tingkahnya.
Ia berjalan duluan menuju parkiran, mengenakan helmnya, aku mengikutinya dari belakang.
“Helm lu!.” Ia menyodorkan helmku, aku memakainya, motor mulai melaju keluar dari area sekolah.
Motor melaju dengan kecepatan sedang, tumben, biasanya Kak Arman melajukan motornya lebih cepat dari ini, beberapa kali motor yang dikendarainya telat melakukan rem, sehingga beberapa kali aku harus maju kedepan ketika ia menekan rem dengan tiba-tiba ketika kendaraan dihadapan kami melambat, Kak Arman seperti sedang lelah atau sedang melamun, tidak terlihat dari belakang, hanya terasa saja dari cara dia mengendarai motornya.
Kami sudah mulai berbelok di pertigaan, jalan sudah tidak terlalu ramai, malah terbilang cukup sepi, hanya satu atau dua motor dan mobil yang lewat itu pun jarang, seperti ini hingga jalan masuk komplek nanti, dari belakang tiba-tiba terdengar suara motor yang keras dan memekakan telinga, aku menoleh, dua motor melaju kencang hingga kami kini sejajar dengan motor itu.
“WOI!!!, TURUN LO!!!!.” Pengemudi yang berada disamping kami berteriak, badan Kak Arman sedikit melonjak kaget, motor sedikit oleng, Kak arman langsung menyamping dan mengurangi kecepatan motor yang kami tumpangi hingga berhenti, ia membuka helmnya lalu menoleh ke arah dua motor yang juga ikut berhenti didepan kami, tunggu, wajah pengemudi ini, terlihat familiar, benar, kalau tidak salah, dia kan pemain dari tim lawan yang tadi bertanding melawan tim sekolahku, pemain yang agresif, pemain dengan nomor punggung 09, mereka mengikuti kami?
“Itu yang tadi tanding sama tim sekolah kita kan?.” Tanyaku, Kak Arman mengangguk, ia turun dari motor, aku juga mengikutinya.
“Ngapain?.” Ujar Kak Arman ketika tiga orang itu berjalan ke arah kami, benar, ada tiga orang dalam dua motor, pemain bernomor punggung 09 itu menyetir sendiri, sedangkan satu motor lagi berboncengan berdua, entah siapa, aku tidak kenal, wajah dua orang yang bersamanya juga tidak familiar, sepertinya bukan pemain dari tim futsal tadi, mereka masih memakai seragam sekolah, berdiri tengil dihadapan ku dan Kak Arman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arman
RomanceBercerita tentang Adil yang sejak kecil hidup susah setelah ditinggal Ayahnya hingga ia hampir putus sekolah ketika ia SMA, sehingga mau tidak mau ia harus bersedia untuk di urus dan disekolahkan oleh orang tua angkatnya, ia kira hidupnya akan mulai...