CHAPTER 2
ADIL POV
“Alah, ikut duduk disini ya dek!.” Sebuah suara membangunkanku, aku meluruskan kepalaku yang bersandar pada kaca, melihat ke arah sampingku, seorang bapak duduk disampingku, ia menatapku sambil tersenyum, wajahnya gelap, klimis dan bekas cukurnya masih kentara, aku membalas senyumya.
“Mau kemana dek?.”
“Terminal Sukagalih Pak.” Jawabku, tas ransel besar ia peluk didepan tubuhnya, aku mengambil tasku yang ada disamping, mengamankannya, karena aku takut ada hal yang tidak diinginkan kan terjadi kepadaku, bukannya aku menilai orang dari penampilan, tapi mencegah lebih baik daripada menyesal nantinya.
“Oalah, masih jauh ternyata.”
“Bapak turun dimana?.” Tanya ku balik.
“Deket saya mah, habis tol ini juga turun.” Aku mengangguk kemudian kembali menyandarkan kepalaku pada jendela disamping. Memikirkan apa yang akan terjadi pada hidupku selanjutnya, apakah aku akan betah disana? Tapi andaikan aku tidak betah juga akan aku paksakan untuk tetap tinggal dan menyelesaikan sekolahku, aku tidak ingin mengecewakan Ibu, tidak ingin juga membuat Om Abas kecewa nantinya, memikirkan segala hal yang belum terjadi ternyata membuat mataku lelah, sedikit demi sedikit mataku menutup, pandanganku mulai kabur dan kembali aku masuk kedalam alam tidur.
Aku terbangunkan lagi, kali ini bukan dengan suara, melainkan dengan colekan colekan ditanganku, mataku terbuka, kembali meluruskan posisi dudukku, menatap ke arah Bapak disampingku.
“Ya Pak?.” Tanyaku.
“Makan nih Dek, Bapak beli gorengan barusan.” Ujarnya sambil menyodorkanku kresek putih berisi gorengan, awalnya aku curiga, tapi ternyata penjual gorengannya juga masih ada didalam bis, dan membungkus gorengan dengan plastik putih, tidak enak jika menolak, dan perutku juga lapar, akhirnya aku mengambil satu tahu goreng.
“Makasih banyak Pak!.” Ia mengangguk sambil mengunyah.
Masih hangat gorengan itu, renyah ketika aku kunyah, memang sejak tadi perutku sudah lapar, ingin membeli makanan pun aku tahan, karena Ibu membekaliku uang satu lembar berwarna hijau, takut jika ada apa-apa, aku baru akan menggunakannya, jika tidak terlalu penting, lebih baik aku simpan saja terlebih dulu.
“Nah, ini udah keluar tol nih, Bapak kedepan duluan ya, mau turun.” Ujarnya, ia berdiri, menggendong tasnya kemudian berjalan kedepan bis.
“Hati hati Pak!.” Ia mengacungkan jempolnya, plastik gorengannya ia tinggal dikursi sebelahku, aku meraba tasku, membukanya, isinya aman semua, merogoh kocek, ponselku juga masih ada, jadi memang hatiku saja yang terlalu was-was, padahal memang bapak itu tidak ada niat buruk.
Aku memakan lagi gorengan yang tersisa, hingga kemudian ponsel ku berdering, ku keluarkan ponsel jadul ini dari saku celanaku.
“Assalamualaikum, Halo?.” Ucapku.
“Walaikumsalam, Adil, ini Om Abas, udah sampai mana Nak?.”
“Oalah, iya Om, ini Adil kurang tahu ini daerah mana, tapi bis nya sih baru keluar tol.” Jawabku.
“Masih jauh itu Dil, itu bisnya ke Sukagalih kan?.”
“Iya Om.”
“Kalo gitu nanti pasti berhenti di terminalnya pas, nanti tunggu aja disana ya Dil, ada Kak Arman nanti, jemput kamu.”
“Iya Om, makasih banyak.”
“Sama sama Nak, Om tutup dulu ya Telfonnya, Assalamualaikum.”
“Walaikumsalam.” Suara panggilan terputus, kumasukkan kembali ponsel kedalam saku. Sisa gorengan sudah aku makan hingga habis tak bersisa, perut kenyang, ngantuk kembali menyerang, bersandarlah kembali aku kepada jendela samping, melanjutkan tidurku yang sudah terganggu selama beberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arman
RomanceBercerita tentang Adil yang sejak kecil hidup susah setelah ditinggal Ayahnya hingga ia hampir putus sekolah ketika ia SMA, sehingga mau tidak mau ia harus bersedia untuk di urus dan disekolahkan oleh orang tua angkatnya, ia kira hidupnya akan mulai...