CHAPTER
ADIL POV
Hawa panas terasa begitu mencekik, mataku rasanya lengket sekali, aku merasakan nyeri disekujur tubuhku, badanku rasanya mengembang dan berdenyut, aku membuka mata, menyeka keringat yang membasahi dahi, bangun dari posisi tidur, melihat ke arah AC, masih menyala, indikator lampunya juga hidup, berarti masih normal normal saja, aku duduk melamun diatas kasur, waktu masih menunjukan pukul dua dini hari, masih larut, samar-samar aku mendengar suara rintihan yang kecil dan pelan, rintihan itu terdengar sangat memilukan, tidak jelas apa yang kata yang keluar dari rintihan tersebut, aku semakin berusaha untuk fokus mendengarkan.
Turun dari kasur dan keluar dari kamar, suara rintihan itu semakin jelas terdengar, lampu ditengan rumah gelap, suara rintihan itu berhenti, aku turun kedapur dan mengambil air minum, air di larut malam ketika tenggorokan sedang panas dan butuh penyegaran memang sangat lezat, padahal hanya air putih biasa, tapi rasanya begitu sejuk dan menyegarkan tubuh, aku mengisi kembali gelas hingga penuh, bermaksud untuk membawanya ke dalam kamarku. Ketika hendak membuka pintu kamar, suara rintihan itu kembali terdengar, bulu kudukku merinding, wajar saja, rumah sebesar ini bila tidak ada hantunya malah aneh, tapi kemudian aku sadar, suara rintihan itu berasal dari kamar Kak Arman, rasa penasaran mengalahkan rasa takut yang besar ini.
Aku memutuskan untuk mendekat ke arah pintu kamar Kak Arman, menempelkan telingaku disana, benar saja, suara rintihan itu semakin jelas terdengar, aku mengetuk pintu kamarnya, tidak ada jawaban, beberapa kali aku ketuk, masih tidak ada respons, dan rintihan itu terus terdengar, aku membuka pintu kamar Kak Arman, tidak dikunci ternyata.
Aku membuka pintu kamarnya lebih lebar dan masuk kedalam, lampu kamar yang biasanya terang kini gelap gulita, suara rintihan itu semakin jelas terdengar, kali ini aku yakin itu berasal dari Kak Arman, aku mendekat ke arah kasur, terlihat Kak Arman tidur dengan masih mengenakan seragamnya yang tadi, terlentang, tidak jelas terlihat aku menekan saklar lampu, matanya meringis terkena cahya terang, kepalanya bergerak bergantian kekiri dan kanan, wajahnya penuh dengan keringat, tangan Kak Arman juga bergetar, sedikit menggigil, aku membuka selimut yang menutup kakinya dari betis hingga ke ujung, naik ke atas kasur, mengusap dahinya yang basah berkeringat, panas sekali suhunya, ia masih merintih dan mengigau.
“Kak!, bangun kak!.” Ucapku berusaha menyadarkannya, ia membuka matanya perlahan.
“R-rrama?.” Ucapnya, matanya memicing tidak jelas, seperti tidak yakin dengan siapa yang ada dihadapannya, aku diam tidak menjawab, hanya tetap mengelus dahi dan kepalanya lembut.
“R-ama, lu disini Ram? Kangen sama gw hm?.” Lanjutnya, wajahnya yang tadi terlihat khawatir dan tidak nyaman, kini perlahan berubah menjadi sedikit lebih rileks.
“Gw kangen sama lu Ram!.” Ia masih tetap mengigau, kali ini wajahnya tersenyum, menampilkan barisan gigi bersihnya yang kecil-kecil, tampan sekali Kak Arman ini, wajahnya teduh dan tegas bersamaan, menyejukan hati, ia kembali memejamkan matanya, igauan nya kini menjadi tidak jelas, alisnya bertaut, terlihat seperti tidak tenang.
“Tunggu sebentar ya Kak!.” Ucapku sambil mengelus tangannya lembut, aku turun dari kasur kembali ke dapur, menuangkan air hangat kedalam wadah, serta kain bersih yang tergantung, membawanya kembali ke kamar Kak Arman, memberikannya kompresan air hangat, kain basah itu aku simpan diatas dahinya, meunggu sekitar lima menit hingga aku kembali menyelupkan kain itu kedalam air hangat dan menempelkannya lagi dikeningnya, beberapa kali hingga ia mulai tenang dan tidak lagi mengigau, meskipun sesekali kepalanya masih bergerak tidak karuan perlahan.
Kancing baju Kak Arman terbuka beberapa biji, menampilkan sedikit bagian dadanya, mataku memicing, melihat ada keanehan didadanya, ada warna biru mencolok terlihat, pelan tanganku menyingkap seragamnya, mataku melotot kaget, ada luka memar lebar disana, aku membuka seluruh kemeja seragamnya, menampilkan tubuh bagian atasnya, dada bidang dan perut yang dilengkapi dengan kotak-kotak kecil yang indah, memang terlihat jelas jika ini adalah badan orang yang gemar berolahraga, tapi hal yang membuatku kaget adalah, memar yang begitu besar diarea dadanya, memanjang hingga ke arah ulu hatinya, biru kehijauan, ah, sekalian saja aku buka dan lepaskan seragamnya, celana panjangnya juga, celana seragam yang robek dan rusak itu aku lepaskan, meski agak sulit karena posisi Kak Arman yang terlentang, tapi akhirnya aku bisa melepaskannya, akhirnya kini Kak Arman betelanjang, hanya celana dalam boxer berwarna hitam yang masih menempel ditubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arman
RomanceBercerita tentang Adil yang sejak kecil hidup susah setelah ditinggal Ayahnya hingga ia hampir putus sekolah ketika ia SMA, sehingga mau tidak mau ia harus bersedia untuk di urus dan disekolahkan oleh orang tua angkatnya, ia kira hidupnya akan mulai...