CHAPTER 17
ADIL POV
Sudah sepuluh menitan pertandingan berlangsung, tapi skor masih imbang, kosong-kosong, belum ada yang mampu mencetak gol, padahal biasanya pada pertandingan futsal yang terbilang cukup cepat dan lapangan yang lebih kecil dibanding sepakbola, kemungkinan untuk mencetak gol lebih banyak, memang sih, banyak peluang yang dilakukan dari masing masing tim untuk menjebol gawang, tapi tidak ada yang berhasil, entah itu karena tangan goalkeeper yang sama-sama tangkas, atau karena kokohnya pemain bagian belakang, Rai menjadi pemain bagian belakang, ternyata dibalik konyol dan sifatnya yang tidak terlalu serius, Rai mampu bermain dengan serius, tangguh dan tidak ceroboh, membuat permainan semakin seru dan menegangkan.
Bola ditendang oleh Kak Arman, memantul mengenai paha salah satu pemain tim lawan dan keluar dari garis lapangan, menggelinding ke arah dekat aku dan Rima, ia menghampiri posisi kami, dari jarak dekat terlihat badan Kak Arman yang sudah basah berkeringat, padahal baru sepuluh menit, mungkin karena lapangan yang kecil sehingga tubuh selalu bergerak dan tidak pernah diam atau santai, ia mengambil bola, aroma parfumnya masih menempel dan tercium, terhembus ketika ia bergerak, parfum leatherynya kenapa berubah menjadi creamy seperti ini, anehnya tidak membuatku mual meskipun ditengah cuaca yang terik ini, ia menendng bola pelan ke arah teman satu tim, kemudian berlari kedepan, bola di over kesana kemari hingga akhirnya kembali lagi dikaki Kak Arman, ia menggiring bola selama beberapa saat, tepat saat ia hendak menendang ke arah gawang, satu pemain lawan dengan nomor punggung 09 melakukan tackle, alih-alih men-tackle bola, pemain lawan itu malah menendang kaki Kak Arman, membuatnya hilang keseimbangan, bola terlepas dari kakinya, badan Kak Arman jatuh berguling kedepan.
Aku menutup mulut melihat itu, kaget, Rai berlari kedepan, menghampiri wasit, karena tidak ada tiupan peluit dari wasit, yang berarti itu bukanlah suatu pelanggaran, padahal sudah jelas terlihat bahwa pemain dengan nomor punggung 09 itu menendang kaki Kak Arman, aku menatap ke arahnya yang tengah meringkuk dengan tangan memegangi kakinya, wajahnya meringis kesakitan, tapi sejenak teman satu tim menghampiri Kak Arman, ingin memastikan keadaanya, tapi kemudian Kak Arman bangkit meski dengan wajah yang masih meringis menahan rasa sakit, ia berjalan berjinjit sebentar,
“AR!?.” Teriak Coach, Kak Arman menoleh, ia mengacungkan jempolnya ke arah coach, memberikan pesan bahwa ia baik-baik saja, pertandingan berlanjut, kini bola kembali ditendang oleh Rai, di over ke teman satu tim, mereka menggiring bola lagi, kemudian melesatkan satu tendangan keras, sayangnya hanya bisa mengenai tiang gawang tim lawan, lagi dan lagi, hanya peluang dan peluang.
Kali ini bola berada di kaki pemain lawan, pemain dengan nomor punggung 20, menggiring bola beberapa saat, melakukan beberapa trick yang mengelabui tim Kak Arman, bahkan berhasil hingga mencapai sisi gawang, pemain bernomor punggung 20 itu menendang umpan lambung yang pendek, dengan cepat pemain lawan dengan nomor punggung 12 berlari kencang kedepan mengambil bola overan, ia bersiap menendang hingga dengan tiba-tiba Kak Arman datang dari depan, melakukan tackle kepada pemain yang sedang menggiring bola, benar cara tackle nya, mengenai bola, tapi kaki pemain lawan itu tersangkut dikaki Kak Arman, membuatnya jatuh dengan keras dan terguling.
Sama seperti tadi, wasit juga tidak membunyikan peluit, ada yang salah sepertinya dengan wasit ini, tanpa diduga dan secara tiba-tiba, pemain dengan nomor punggung 09 berlari dengan cepat kemudian menendang punggung Kak Arman, tubuh Kak Arman terhuyung kedepan, barulah suara peluit tedengar, suara riuh gemuruh penonton dan pendukung dari masing masing tim terdengar, ada ungkapan protes, kekesalan, dan teriakan, aku berdiri, ingin memastikan tidak terjadi apa-apa kepada Kak Arman, Rai yang menolong Kak Arman kemudian mendekat ke arah pemain bernomor punggung 09 itu, lalu memberikan satu tendangan balasan pada tubuhnya, suara peluit kedua kembali terdengar, pertandingan menjadi ricuh, masing masing tim berusaha memisahkan dan meredakan suasana yang kacau, setelah agak reda, wasit meraih ke arah saku bajunya, mengeluarkan satu kartu merah, kemudian memberikannya masing masing kepada pemain nomor punggung 09 dan kepada Rai, dengan wajah yang kecewa mereka berdua keluar dari lapangan dan langsung duduk di bench.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arman
RomanceBercerita tentang Adil yang sejak kecil hidup susah setelah ditinggal Ayahnya hingga ia hampir putus sekolah ketika ia SMA, sehingga mau tidak mau ia harus bersedia untuk di urus dan disekolahkan oleh orang tua angkatnya, ia kira hidupnya akan mulai...