Ch.10 Manusia Sialan

664 64 11
                                    

CHAPTER 10

ADIL POV

Untung saja saat pertengkaran tadi, tidak ada siswa atau guru yang lewat dan melihat, hanya ada kami berdua saja, keanehan terjadi pada Kak Arman, ia yang diburu nafsu amarah secara tiba-tiba tenang, redup, ada setitik kesedihan dimatanya, entah darimana itu berasal, dia berjalan menunduk dengan lemas, meninggalkanku berdiri menatapnya dengan dada berdebar kencang, ancang ancang yang aku siapkan untuk menerima pukulan darinya masih terpasang, tapi yang aku dapat bukan sakitnya tinjuan, melainkan kebingungan yang terasa.

Aku berjalan dilorong, menuju ke arah kantor  di mana  Om Abas menyuruhku untuk menunggu, semilir angin terasa, badanku sedikit berkeringat, aroma parfum Kak Arman masih berkeliaran disekitar sini, apa yang dia pakai? Orangnya sudah hilang tapi wangi Woody dan leatherynya masih menggelayut manja dihidungku. Tanganku meraba saku celana, mengeluarkan isinya, ponsel jadul berwarna coklat abu-abu, casing belakangnya copot dan patah, batrerainya masih lepas dan belum aku pasang lagi, bagian depan juga retak dan sebagian copot. Aku tahu ini ponsel murah, bukan, bukan harganya yang membuatku sesak ketika melihat komponen yang berjatuhan, tapi teringat bagaimana perjuangan ibu yang berusaha untuk memberikanku hadiah ini, ia mengeluarkan modal ekstra, menjual lebih banyak gorengan dan kue karena berjualan lebih lama, bahkan hingga larut sore, menyisihkan keuntungan penjualannya demi menabung, padahal aku juga sudah menyisihkan sendiri uang untuk membeli ponsel, tapi ia malah memberikanku dengan uangnya sendiri, menyuruhku untuk tetap menyimpan uang yang terkumpul, untuk jaga jaga katanya, bahkan sampai sekarang, celenganku masih belum aku buka, terpajang dimeja belajar dikamar.

Masuk kedalam ruangan, aroma yang tercium langsung terganti, Cahaya redup dari lampu neon putih menerangi ruangan yang didominasi oleh warna-warna lembut mulai bercampur dengan cahaya matahari yang masuk melalui pintu serta jendela. Aroma tanaman hias kecil di sudut ruangan memberikan kesan segar dan menenangkan menambah suasana yang kontemplatif.

Pada ke mana ini orang orang, kenapa sepi sekali, aku mendudukan diriku dikursi tunggu, selama beberapa saat hanya diam sendiri sambil memegangi ponsel rusak. Melihat ke arah luar, mulai terlihat beberapa siswa masuk ke area sekolah menggunakan motor, ada juga yang diantar hingga depan gerbang menggunakan mobil. Mobil mobil dan motor guru juga sudah mulai berdatangan, mereka masuk kedalam ruangan dan melewatiku begitu saja, beberapa melihatku sejenak, mungkin heran, sedang apa siswa menunggu disini dan bukannya masuk ke kelas? Apakah mungkin siswa ini sedang ada masalah? Ataukah hendak bertemu dengan guru tertentu? Mungkin itu yang terlintas dikepala mereka.

Sekitar setengah jam aku duduk, suara sepatu keras terdengar, pentofel keras menghentak lantai yang dingin.

“Aldi ya? Ponakan Pak Abas?.” Aku langsung menoleh, ternyata Pak Achmad, mengenakan kemeja hitam yang rapi, ia tersenyum kemudian mendekatiku, aku mencium tangannya.

“Iya Pak, saya Aldi.”

“Sebentar ya, nunggu wali kelasmu datang.” Ujarnya, aku mengangguk, tidak lama, seorang guru perempuan masuk kedalam ruangan, masih muda, cantik dan berkacamata.

“Nah, ini dia Bu Rini!, baru aja barusan saya bilang suruh nunggu, eh udah dateng aj!.”

“Ngisi bensin dulu Pak, mumpung masih pagi, belum nganter.” Jawab Bu Rini sambil tersenyum, ia menoleh ke arahku.

“Ini ya Pak? Anak pindahan itu?.” Ia menghampiriku.

“Iya Bu.” Ucapku kemudian menyalami lengannya.

“Tunggu sebentar ya!, ibu nyimpen tas dulu ke ruang guru.” Kembali aku mengangguk.

--

 Bu Rini mengantarku menuju ruangan kelas, pelajaran sudah dimulai ternyata, sudah ada guru pelajaran didalam, semua mata yang berada dikelas memandangku, badanku sedikit gemetar karena malu, buset, tampan dan cantik cantik sekali isinya, banyak lagi, ada tiga puluh orang sepertinya. Guru pelajaran mempersilakanku dan Bu Rini untuk masuk, Bu Rini dan guru itu berbincang sebentar sebelum kemudian menyuruhku untuk memperkenalkan diri, tidak kusangka, tidak ada tatapan sinis atau merendahkan, mereka bahkan terlihat senang melihatku.

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang