Ch.09 Sumbu Pendek

680 64 15
                                    

TAMBATAN HATI

CHAPTER 9

ADIL POV

Semua sudah aku persiapkan untuk hari esok, malan ini tinggal istirahat saja, tidak ada sesuatu yang spesial yang akan aku lakukan malam ini, Tante Anisa dan Om Abas masih belum pulang, begitu juga Kak Mira, Bi Minah sudah mengetuk pintu kamarku lagi tadi, menyuruhku untuk makan, tentu saja kali ini aku menuruitnya, sejak memakan buah buahan tadi, aku belum makan lagi, lapar jadinya perut ini, setelah makan au kembali ke kamar kemudian membaca beberapa buku pelajaran, takutnya aku lupa dengan beberapa materi ketika aku kemarin bersekolah dikapung, biar tidak terlalu ketinggalan lah.

Mataku sudah mulai terpejam, nyaman, hangat dengan selimut yang tebal, serta kasur yang empuk, badanku seperti otomatis masuk kedalam mode istirahat, tidak lama kemudian, aku mulai masuk kedalam alam tidur.

Entah berapa lama aku tertidur, tapi mataku kemudian membuka perlahan, masih begitu berat dan lengket rasanya mata ini, terdengar suara dari bawah, suara percakapan yang saling bersautan, seperti sedang berdebat, aku mendengarkan dengan seksama, tapi tidak terlalu jelas apa yang sedang dibicarkan, beberapa saat kemudian, aku mendengar langkah kaki, naik ke lantai atas, disusul dengan suara pintu menutup yang keras dari arah samping, badanku melonjak kaget, aku melihat ke arah jam dinding, masih pukul sebelas malam, dan mataku juga masih begitu terasa berat, aku tarik kembali selimut, dan melanjutkan tidurku.

--

Suasana sarapan kali ini sama, Tante Anisa yang dengan hangat melayani Om Abas, mengambilkan nasi beserta lauk dengan senyuman lebar yang saling berbalas diantara keduanya, Bi Minah yang mengatur piring dan gelas.

“Pagi!!.” Suara Kak Mira, ia langsung menarik kursi dan duduk.

“Ada kelas Kak?.” Tanya Om Abas.

“Ada Yah, pulang sore kayaknya hari ni.” Om Abas mengangguk.

“Yang banyak Dil makannya, masa cuman segitu?!.” Ujar Kak Mira saat matanya menatap ke arah piringku.

“Tau nih, Adil, udah Ayah bilangin dari tadi suruh nambah nasinya,bilangnya udah kenyang, padahal belum makan, gak usah malu-malu Dil!.”

“Iya Om, nanti kalo masih kurang, Adil nambah deh!.” Ia hanya terkekeh. Kak Arman masuk kedalam area dapur, wajahnya ditekuk, seperti sedang kesal, ia tidak menyapa siapapun, langsung berjalan ke arah pantry, entah membuat apa, lalu menuangkannya kedalam botol minum miliknya, setelah selesai, ia langsung berjalan hendak keluar dari arah dapur.

“Sarapan dulu Ar!.” Ujar Om Abas.

“Gak usah, masih kenyang.” Jawab Kak Arman ketus, wajah Om Abas tiba-tiba berubah, ekspresinya yang tadi hangat dan sumringah, kini dingin, mirip sekali dengan Kak Arman.

“Duduk!.” Ucap Om Abas tegas, Kak Arman diam sejenak kemudian menuruti ucapan Om Abas, ia menarik kursi kemudian duduk.

“Sarapan dulu!, kamu kan berangkat hari ini bareng sama Adil, dia lagi sarapan dulu, masa mau kamu tinggalin?!.” Kak Arman hanya diam saja, Tante Anisa mengambil piring, hendak mengambilkan nasi untuk Kak Arman.

“Gak usah Bund!, biar Arman ngambil sendiri!, udah gede masih harus segala diambilin!.” Tegas Om Abas, Kak Arman hanya memalingkan wajahnya dari Om Abas, ia kemudian mengambil piringnya sendiri .

Suasana sarapan pagi terasa canggung, baru pertama kali aku melihat Om Abas yang serius, apakah suara perdebatan semalam adalah suara perbedatan antara Om Abas dan Kak Arman ya?

Seperti biasa Tante Anisa membekali aku dengan satu lembar uang lima puluh ribu, Kak Arman sudah siap diatas motornya, sedangkan aku masuk mengikatkan tali sepatuku.

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang