Ch.04 Korban Perasaan

989 66 14
                                    

CHAPTER 4

ADIL POV

Aku duduk diatas kasur yang ada didalam kamar ini, kasur dengan sprei polos berwarna biru gelap, pandanganku menelusur setiap titik yang ada didalam kamar, luas, bersih, wangi, dinding berwarna gading menambah kesan bersih, meja belajar yang berhadapan dengan tembok, bagus sekali, pantas saja lengkap isinya, ternyata ini adalah kamar adiknya Kak Arman, dua tas milikku masih berada diatas karpet, tidak akan aku bereskan terlebih dahulu, biar nanti saja jika Om Abas sudah mempersilakan ku pada kamar yang memang sebenarnya untukku, takut nantinya ada kerusakan pada kamar ini, dan membuat Kak Arman marah.

Aku berdiri kemudian menarik kursi meja belajar, duduk disana, menyandarkan kepalaku pada tangan , memainkan pemrainan didalam ponsel kecil, entah darimana, terasa hembusan angin menerpa badanku, sejuk terasa, mataku memberat, hendak kembali tertidur setelah perjalanan yang jauh tadi.

“Adil, dil!.” Terdengar suara seseorang memanggilku, aku membuka mataku, usapan di punggungku terasa lembut, sedikit pusing aku rasakan, berdiri tegak kemudian menoleh ke arah belakang, Om Abas, sepertinya baru saja pulang dari kantor, tinggi besar, berkemeja biru muda yang rapi, ia masih mengenakan kacamata, aku langsung berdiri kemudian menyalami tangannya.

“Om!, baru pulang?, maaf barusan Adil ketiduran!.” Ujarku, ia terkekeh pelan kemudian mengusap rambutku.

“Kenapa tidur dikursi Dil? Kan ada kasur, nanti sakit badan kamu.”

“Ketiduran Adil Om.” Ia tersenyum.

“Ayo, turun ke bawah, kita makan dulu, pasti udah laper kan? Tadi sama Arman kamu diajak makan dulu nggak?.” Aku mengangguk.

“Tadi mampir dulu ke tempat yang jual krabby patty Om.”

“Krabby patty?.” Alis Om Abas mengernyit.

“Iya, yang bulet gitu, ada daging sama sayurnya, enak Om.” Ia masih terlihat berfikir kemudian terkekeh kembali.

“Ahhh burger!.”

“Iya itu Om.”

“Tadi siang Kan? Udah yuk sekarang mah udah laper lagi pasti, kita makan!.” Aku mengangguk, mengikuti Om Abas turun kebawah.

Hanya ada Tante Anisa dan satu orang wanita, diruang makan, sedang menata masakan dimeja, banyak sekali piring piring  besar berisi lauk yang beraneka macam, gelas gelas di isi air putih oleh tante Anisa.

“Bi Minah!, lalapan yang udah dipotong tolong diambil ya dari lemari es, biar nggak terlalu dingin nanti pas dimakan.” Ujar Tante Anisa, ah, ternyata wanita itu adalah seorang ART, wajar saja sih, rumah sebesar ini malah aneh jika tidak ada ART nya, karena pasti akan susah untuk merawatnya.

“Udah siap semua Bund?.” Ucap Om Abas, sontak Tante Anisa menoleh ke arah kami.

“Ehhh!, Adil udah bangun Yah?.”

“Barusan Ayah bangunin,kasian, takutnya laper.”

“Iya Yah, dari tadi Adil siang belum makan lagi Adil, yuk Nak!, duduk duduk, kita makan .” Titah Tante Anisa, aku mengangguk kemudian menurutinya, Om Abas juga duduk, dikursi yang bersebrangan denganku.

“Arman mana Bund?.”

“Ada dikamarnya Yah, bentar Bunda panggilin.”

“Biar Adil aja Tante yang manggil Kak Arman!.” Ucapku, tante Anisa menatapku.

“Mau kah Dil?, tolong ya!.” Aku mengangguk.

“Kamar Kak Arman yang disebelah kamar yang dipake Adil istirahat tadi kan?.”

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang