Ch.13 Larangan Ambigu

855 68 12
                                    

CHAPTER 13

ADIL POV

“Agak ngebutan dikit bisa nggak Jep?.” Ucapku.

“Hah?.”

“Ngebut dikit!.”

“Nggak mau ah, masih pagi ini, mana jalan sini rame banget, nggak aman buat ngebut!.” Aku mengangguk setuju, melihat ke arah jam tangan yang dipakai Jepri, lega rasanya, karena ternyata masih ada sisa waktu lima belas menit lagi, dan jarak dari jalan ini ke sekolah sepertinya sudah dekat, aku yakin karena sebelumnya aku setiap berangkat atau pulang, pasti melewati toko Eskrim yang terkenal itu dan jika sudah melewatinya, pasti sudah dekat, tinggal dua belokan lagi.

Sudah ramai banyak siswa dan guru yang berdatangan masuk kedalam gerbang sekolah, belum telat ternyata aku. Jepri menghentikan motornya tepat didepan gerbang, belum turun aku dari boncengannya, dari arah berlawanan, motor Kak Arman datang, berhenti tepat disamping motor Jepri.

“Kirain gw lu naik angkot! Siapa nih?.” Ujar dia setelah mengangkat kaca helmnya.

“Temen.” Jawabku singkat.

“Makasih ya Jep!, nih!.” Ucapku sambil memberikan dua lembar uang sepuluh ribuan.

“Gak usah, gw becanda doang, bawa aja, buat lu jajan.udah nyampe kan? Gw langsung balik aja deh, mau tiduran lagi.” Jawabnya, sudah pasti akan seperti ini, lagipula orang seperti Jepri ini tidak akan mungkin mau menerima receh dariku.

“Makasih banyak ya Jep sekali lagi, untung ada lu!.” Ia mengangguk, berbalik arah kemudian meninggalkan area gerbang sekolah, Kak Arman masih berdiam.

“Ar!, ayo masuk, bentar lagi bel!.” Wanita yang berada diboncengannya menepuk pundak Kak Arman.

“Bentar Re, Dil!, istirahat gw tunggu dikantin, warungnya mbak Yuni!.” Ucap Kak Arman, aku tidak mengiyakan, ia kemudian melaju masuk kedalam area sekolah, ke arah parkiran.

--

Kelas sudah penuh, hampir semua sudah datang, aku langsung duduk dimejaku, mengibaskan tanganku didepan wajah, kenapa rasanya gerah sekali, padahal aku tidak berlarian, apa karen adrenaline megejar waktu tadi ya? Untung saja Jepri tidak ikut panik, jika ia ikut panik, nanti cara menyetirnya akan grasak grusuk dan malah membahayakan.

“Pagi-pagi udah gerah aja, nggak mandi ya lu?.” Ucap Rai, aku menatapnya tajam.

“Enak aja kalo ngomong, gw mandi ya.”

“Trus kenapa keringetan gitu?.”

“Gw diturunin sama sodara gw dipinggir jalan, sialan, untung ada yang mau nganteirn sampe gerbang.”

“Emang biasanya berangkat bareng sodara ya?.”

“Iya lah, sodara gw juga sekolah disini, kakak kelas.”

“Siapa?.” Belum sempat aku menjawab, bel pelajaran pertama dimulai, guru mapel juga mulai masuk kedalam kelas, kami langsung duduk rapi dan mulai berdoa dan mengeluarkan catatan.

Aku berfikir, sudah dua kali aku diantar oleh Jepri, dan hanya membayar dengan kata terimakasih saja, kurang elok rasanya, mungkin nanti aku mampir saja ke warung Uwak, siapa tahu dia ada disana, nongkrong sebentar tidak akan jadi masalah sepertinya, jika aku izin dulu.

--

Saat ini aku sedang bediri diantara banyaknya siswa dan siswi yang kelaparan setelah kegiatan belajar mengajar, mencari meja kosong dikedai Mbak Yuni, menepati ucapan Kak Arman untuk menemuinya disini, belum memesan apa-apa aku, masih menunggu orang yang menyuruhku kesini tapi dia sendiri belum terlihat batang hidungnya, sudah lapar aku, apalagi hidungku selalu digoda oleh aroma makanan yang dibawa oleh orang orang yang beralalu lalang disekitarku, aroma mie goreng, nasi goreng, mie ayam, aroma pedas dari gorengan, aroma manis dari minuman dingin , juga dari jus yang sedang diaduk kasar oleh pisau pisau tajam didalam blender, aku memutuskan untuk berdiri dan masuk kedalam kedai Mbak Yuni.

ArmanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang