maniac

59 5 1
                                    


Nyx menatap pintu kelas yang kini kembali tertutup, senyum di wajahnya perlahan memudar. Permainan ini semakin gila, pikirnya. Dia tahu Kale adalah ancaman, tapi Hera... Hera adalah teka-teki yang lebih sulit dipecahkan. Gadis itu bisa berakhir sebagai kunci atau penghancur.

Nyx mengusap tengkuknya, memikirkan pesan misterius yang baru saja diterimanya. Siapa yang bermain di balik layar? Apa rencana mereka? Dan yang paling penting, di mana Hera dalam semua kekacauan ini?

Tiba-tiba, ponselnya kembali bergetar, memecah pikirannya. Satu pesan baru masuk:

"Mereka datang, Nyx. Bersiaplah."

Pesan singkat itu membuatnya menegang. Siapa "mereka"? Dan apa maksudnya bersiap?

Dia merasa seluruh tubuhnya merinding, tapi bukannya takut, Nyx malah tersenyum tipis. Adrenalin mulai mengalir dalam nadinya. Sepertinya, pertempuran besar akan segera dimulai.

---

Sementara itu, di tempat lain:

Hera masih terduduk di lantai, merasakan sakit di lehernya. Bekas cekikan laki-laki itu masih terasa, tapi lebih dari itu, hatinya terasa lebih hancur. Dia benci perasaannya terhadap Nyx — kebencian yang bercampur dengan kecemburuan, rasa rindu, dan rasa takut. Namun kini, dia merasa semakin tersudut.

Pikiran Hera mulai berputar, mencoba mencari jalan keluar. Haruskah dia benar-benar membantu laki-laki itu? Apa yang bisa dia lakukan? Tapi di balik semuanya, satu hal yang dia tahu pasti: Nyx. Nyx harus dihentikan, entah bagaimana caranya.

---

Kembali ke Nyx:

Waktu berlalu, dan Nyx memutuskan untuk meninggalkan kelas. Kepalanya masih dipenuhi dengan segala macam rencana dan kemungkinan. Sambil berjalan di lorong sekolah yang sepi, dia merasa ada yang mengikutinya. Tatapannya tetap lurus ke depan, tapi langkahnya mulai melambat.

Tiba-tiba, seseorang muncul di hadapannya. Kali ini bukan Kale. Bukan Hera. Itu adalah laki-laki misterius yang menyerang Hera sebelumnya. Senyum dingin tersungging di wajahnya.

"Nyx," ucap laki-laki itu, suaranya rendah dan tenang, tapi penuh ancaman. "Akhirnya kita bertemu."

Nyx menatapnya dengan tatapan tajam, tidak menunjukkan ketakutan. "Siapa kau?"

Laki-laki itu tersenyum lebih lebar. "Aku seseorang yang kau tidak ingin lawan. Tapi sayangnya, kau tidak punya pilihan."

Dia melangkah mendekat, sementara Nyx tetap berdiri dengan tenang, meski jantungnya berdegup kencang. "Aku tahu kau ingin mengakhiri semua ini," lanjutnya. "Tapi permainan ini baru saja dimulai. Dan kau, Nyx, adalah bidak utama."

Nyx mengerutkan alis, tapi tetap menjaga sikap dinginnya. "Permainan? Kau tidak tahu siapa yang sedang kau hadapi."

Laki-laki itu tertawa pelan, namun tawa itu terdengar mengerikan. "Justru aku tahu persis. Dan kau tidak akan bisa menghindar. Tuan kami menginginkanmu — dan dia akan mendapatkannya."

Nyx menyipitkan matanya, mencoba mencari celah dalam percakapan ini. "Tuanmu? Jadi kau hanya boneka, sama seperti Hera."

Mata laki-laki itu menyala marah, tapi senyumnya tidak pudar. "Jangan khawatir, Nyx. Segera kau akan tahu siapa yang benar-benar memegang kendali."

Sebelum Nyx bisa merespons, laki-laki itu menghilang begitu saja, meninggalkan Nyx berdiri sendirian di koridor yang sepi. Pikirannya berputar, tapi satu hal yang jelas: dia perlu bersiap, dan pertarungan ini baru saja dimulai.

*********

Nyx duduk kembali di bangkunya, menatap lurus ke depan. Rasa letih yang mendalam mulai menyelimuti dirinya, membuat seluruh tubuhnya terasa berat. Dalam keheningan kelas yang kosong, hanya suara detik jam dan gemerisik angin yang sesekali terdengar di luar jendela. Kakinya masih terangkat ke atas meja, seperti biasanya ketika ia merasa bosan atau jenuh.

DRAMA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang