sidang 1

58 4 0
                                    

Nyx menghela napas panjang sebelum melangkah maju ke depan ruang persidangan, menggenggam erat berkas-berkas yang sudah ia siapkan. Vildes berdiri di belakangnya, wajahnya dingin namun penuh determinasi. Mereka berdua sudah siap menghadapi apa yang akan terjadi—ini bukan lagi sekadar soal opini, mereka memiliki bukti yang tak terbantahkan.

Hakim mengetuk palu, mengisyaratkan sidang kembali dilanjutkan setelah jeda yang panjang. "Kami akan melanjutkan pembahasan mengenai keterlibatan pihak kepolisian dalam operasi bordil yang disinyalir melanggar hukum dan mencederai hak-hak perempuan. Nyx, Anda dipanggil untuk memberikan keterangan serta bukti yang Anda klaim dapat menunjukkan keterlibatan oknum kepolisian dalam praktik kejahatan tersebut."

Nyx melangkah maju, napasnya stabil meski dalam hati masih tersimpan amarah yang mendidih. Vildes berdiri di belakangnya, mengawasi dengan tajam. Kali ini mereka tidak akan terintimidasi atau dibungkam.

"Yang Mulia," Nyx memulai dengan suara tenang namun tegas, "saya tidak di sini hanya untuk berbicara tentang apa yang saya saksikan di rumah bordil tersebut. Saya di sini untuk menunjukkan kepada Anda bukti konkret bahwa para polisi yang seharusnya melindungi justru adalah bagian dari sistem yang korup ini."

Hakim mengangguk, memberi isyarat agar Nyx melanjutkan. Di sisi lain, pengacara polisi tampak resah, matanya berkedip cepat saat Nyx membuka map berkas yang ia bawa.

"Ini," Nyx mengangkat satu dokumen dan menunjukkannya kepada hakim, "adalah rekaman transaksi keuangan antara pemilik bordil dengan sejumlah oknum kepolisian. Kami telah memperoleh catatan ini dari sumber yang bisa dipercaya, yang siap memberikan kesaksiannya di bawah sumpah."

Suara Nyx terdengar tegas, tak tergoyahkan, saat ia melanjutkan, “Selain itu, kami memiliki rekaman video dari malam kejadian, yang menunjukkan dengan jelas bahwa beberapa polisi berada di lokasi, bukan sebagai penegak hukum, melainkan sebagai pelindung bagi para pelaku kejahatan tersebut.”

Hakim tampak terkejut, namun tetap menjaga ekspresi wajahnya tetap netral. Ia mengangkat tangannya, meminta Nyx untuk melanjutkan. Pengacara polisi mencoba untuk menyela, tetapi hakim memberi isyarat agar dia diam. “Kami akan melihat buktinya,” ujar hakim.

Nyx melirik ke arah Vildes, yang kemudian mengeluarkan sebuah flash drive dari saku jasnya dan menyerahkannya kepada petugas pengadilan. “Rekaman ini,” kata Nyx, “akan menunjukkan kepada Anda semua bahwa mereka tidak hanya berdiri dan membiarkan kekerasan terjadi, tapi mereka aktif berpartisipasi dalam melindungi pelaku utama.”

Rekaman diputar. Ruang persidangan menjadi sunyi saat video mulai menampilkan adegan di mana sejumlah polisi tampak berbicara dengan pemilik bordil, menerima amplop yang jelas-jelas berisi uang. Mereka tertawa, bercanda, dan tak lama kemudian, pintu-pintu bordil dibuka lebar-lebar bagi orang-orang yang datang untuk melakukan hal-hal mengerikan kepada para perempuan di sana, tanpa ada rasa takut akan hukum. Para polisi berdiri di latar belakang, berjaga bukan untuk menghentikan, tetapi untuk memastikan tidak ada gangguan dari luar.

Saat rekaman berakhir, ada keheningan yang mencekam di dalam ruang persidangan. Nyx menatap wajah hakim dengan pandangan penuh keyakinan, meski di dalam hatinya ada kemarahan yang nyaris meledak.

"Inilah wajah kepolisian yang seharusnya melindungi kita," ujar Nyx dingin, suaranya tajam seperti pisau. "Mereka tidak hanya berdiam diri, mereka adalah bagian dari sistem yang busuk. Mereka menerima suap, dan mereka menutup mata terhadap penyiksaan, pemerkosaan, dan penjualan perempuan yang berlangsung di tempat itu."

Vildes maju beberapa langkah, menyokong Nyx dengan suaranya yang tenang namun penuh kekuatan. “Kami juga memiliki daftar nama oknum polisi yang terlibat, beserta bukti transfer dan komunikasi yang kami peroleh dari investigasi kami sendiri. Ini bukan hanya kesalahan satu orang, tapi sebuah jaringan korup yang menyebar jauh lebih dalam daripada yang mungkin bisa kita bayangkan.”

Hakim terdiam, merenungkan informasi yang baru saja disajikan di depannya. Matanya berpindah ke arah pengacara polisi yang kini tampak semakin terpojok. Pengacara itu berdiri, mencoba memberikan pembelaan yang terdengar lemah. "Yang Mulia, kami tidak bisa memastikan keaslian dari bukti ini. Mungkin saja ini semua hanyalah hasil manipulasi…"

Nyx tak bisa menahan tawanya. Tawa sarkastik yang keluar dari mulutnya memecah keheningan. "Manipulasi? Tentu, karena kita semua tahu betapa mudahnya mendapatkan polisi yang tertawa di depan kamera saat mereka menerima amplop tebal. Kalau saja saya punya bakat sebagai editor video, mungkin saya sudah memenangkan penghargaan."

Hakim mengabaikan komentar pengacara dan memfokuskan pandangannya pada Nyx. “Saya akan mempertimbangkan bukti ini dengan sangat serius,” katanya akhirnya, suaranya tegas namun adil.

Nyx mengangguk pelan, merasa sedikit lega, meski perjuangannya belum selesai. “Yang Mulia, ini bukan hanya tentang keadilan untuk para korban. Ini adalah tentang mengungkap kebenaran yang telah terkubur terlalu lama. Mereka yang seharusnya melindungi justru menjadi penjahat yang sesungguhnya.”

" Penjahat yang sesungguh nya apakah kau lupa nona tersangka yang membunuh bagaimana dia menjadi korban"

Nyx mengusap air mata nya ia tersenyum sinis." Lama lama otak mu itu ku beli ya,lalu bagaimana dengan laki laki yang bermain dengan darah bagai bermain dengan sekuntum bunga dan perempuan yang melindungi diri nya hingga tak sengaja melenyapkan nyawa seseorang menjadi sebuah kejahatan yang sangat besar bukan kah itu setara"

Dengan itu, Nyx kembali duduk, napasnya berat namun hatinya dipenuhi tekad. Persidangan ini mungkin belum berakhir, tapi ia tahu bahwa ini adalah langkah penting dalam mengungkap kebusukan yang selama ini menjerat hidup mereka. Dan kali ini, Nyx tidak akan diam atau menunduk—ia akan terus berjuang sampai keadilan benar-benar ditegakkan.

DRAMA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang