pulang

74 3 0
                                    

Nyx tampak berdiri tegak, dengan postur anggun namun penuh ketegangan. Sepasang high heels hitam yang menopangnya menambah kesan elegan dan dingin. Tangan bersarung yang mencengkeram erat lengan Vildes menyiratkan sesuatu yang lebih dalam—kebencian bercampur dengan penyesalan yang berusaha ia redam.

Pandangan tajamnya tak bisa lepas dari Hera yang tampak begitu rapuh, seperti bayang-bayang dari masa lalu yang terus menghantui. Nyx tahu bahwa keputusan belum final, namun rasanya sudah ada vonis di dalam hatinya. Hera, dengan pakaian yang lusuh dan penuh luka, tampak seperti kain usang yang siap dibuang, sementara Nyx berdiri seperti ratu dengan segala kemewahan, perhiasan, dan kesempurnaan yang ia tampilkan—kontras yang semakin memperdalam luka di hatinya.

"Aku ingin menemui Liliana," kata Nyx dengan suara rendah namun tajam, nyaris seperti bisikan beracun. Amarahnya mendidih, walau dibalut oleh rasa bersalah yang menyiksa. Setiap kata yang keluar dari bibirnya bagaikan pisau yang siap menusuk, mencerminkan betapa dalam konflik batin yang ia rasakan.

Vildes menahan senyuman yang ingin keluar di otak nya banyak rahasia besar,ia membalikan tubuh ringkih gadis itu menghadapkan nya langsung ke hadapan nya.

Ia sisihkan rambut itu kebelakang telinga,netra nya menelisik tajam.

Vildes menatap Nyx dengan sorot mata penuh teka-teki, seolah membaca setiap retakan di balik ketegasan dan kemewahan yang ditampilkannya. Perlahan, tangannya bergerak untuk menyentuh pipi Nyx, namun terhenti di udara sejenak, mempertimbangkan seberapa jauh ia bisa mendorong batas antara mereka.

“Kau yakin ingin menemuinya?” Vildes berbisik, suaranya serak dan hampir mendesak. “Setelah semua yang terjadi kau masih punya nyali untuk menemui wanita itu,aku tahu kau sudah lebih kuat sekarang nyx tapi jangan lupa kau hanya seekor merpati di dalam sebuah sangkar emas saat sangkar mu rusak banyak hewan buas yang akan menyergap mu?”

Nyx menepis tangan Vildes dengan gerakan cepat, seolah tersinggung dengan kedekatan yang tidak diinginkannya. “Aku tak perlu sekolah dari seseorang yang bahkan tak paham apa yang terjadi. Ini bukan tentang dirimu, Vildes atau aku ini tentang Hera dan putri nya .” Suara Nyx kini lebih keras, menggema di ruangan.

Vildes tertawa kecil, penuh ironi. "Bukan tentang diriku, tapi aku melihat dirimu lebih baik daripada siapa pun di sini, Nyx. Kau selalu berbicara tentang amarah, tapi itu bukan satu-satunya hal yang kau rasakan, kan? Ada penyesalan, dan penyesalan itu... membunuhmu lebih pelan daripada Liliana bisa."

" Dan apakah kau fikir Hera mau kau menemui Liliana atau malah ia mau kau melenyapkan nya"

Nyx mengalihkan pandangannya, rahangnya mengeras saat ia menahan emosi yang meluap-luap. “Aku tidak di sini untuk mendengarkan leluconmu, Vildes. Hera tidak akan menungguku selamanya, dan aku tidak punya waktu untuk ini.”

" Aku perlu membalas perbuatan Liliana "

Vildes menyipitkan matanya, lalu melangkah mendekat, mengamati wajah Nyx dengan intensitas yang seolah ingin menelusuri setiap niat tersembunyi di balik kata-katanya. "Membalas?" Vildes mengulang, suaranya hampir berbisik. "Apakah itu benar-benar tujuanmu, Nyx? Atau kau hanya mencari alasan untuk melarikan diri dari rasa bersalah yang semakin menyesakkan?"

Nyx mendesah panjang, namun amarahnya tak surut. "Aku tidak melarikan diri dari apa pun. Aku akan menegakkan keadilan. Liliana harus membayar—bukan hanya untuk Hera, tapi juga untuk semua darah yang telah dia tumpahkan. Aku tahu dia adalah monster, dan monster seperti itu tidak layak dibiarkan hidup."

"Dan kau yakin, dengan membalas dendam, semua itu akan hilang? Kebencian, rasa bersalah, kehancuran?" Vildes bertanya dengan nada menggoda. Dia menatap Nyx seperti seseorang yang memegang rahasia, rahasia yang hanya Vildes sendiri pahami.

"Ya," Nyx menjawab tegas, meski suara sarkastiknya mulai mereda, digantikan oleh sesuatu yang lebih dalam—sebuah luka yang belum sembuh. "Aku tidak peduli apakah rasa bersalah ini hilang atau tidak. Yang penting, Liliana tidak bisa menyakiti siapa pun lagi."

Vildes tersenyum samar, lalu menatap Nyx dengan rasa ingin tahu. "Baiklah, kalau begitu. Tapi ingat satu hal, Nyx... balas dendam selalu memiliki harga, dan kau mungkin harus membayar lebih dari yang kau bayangkan."

_______

Sebuah langkah berat mendekat membawa aura hitam pekat yang kuat,anvil dan Angelo yang tengah duduk di pojok kelas bersama kale menatap aneh kedatangan vermouth yang sudah hampir menghilang dua jam pelajaran.

" Heii ada apa dengan sampah ini huh kekurangan pakan ," kritik kale.

Anvil dan Angelo hanya tertawa kecil melihat betapa kalut atau kehilangan mainan." Di mana nyx aku belum melihat nya beberapa hari ini "

Vermouth melirik dengan tajam ia tidak suka para cecunguk itu menanyakan sesuatu hal yang ia suka,apalagi mood nya semakin memburuk melihat kedekatan nyx dan Vildes beberapa hari ini.

Saat nyx menolak suapan nya ia malah harus melihat Vildes yang dengan mudah membujuk gadis yang trauma akan sup itu.

Menyebal kan.

Tapi melihat gadis itu menangis dengan sangat hebat malam itu membuat vermouth sedikit menyungging kan senyuman rupawan.

Ana dan sup yang menjadi trauma baru dari pengisi sangkar emas keluarga atreyu,melihat gadis itu trauma dan merengek tak ingin di tinggalkan menjadi hal yang berperan hebat untuk otak nya.

Angelo menoleh kearah jendela,bayangan ia memberi origami itu terputar dengan jelas dan desahan pasrah akan hal yang nyx teriama.

Kale yang tengah sibuk dengan handphone nya hanya menunduk dan menunduk ia sedikit sedih hari ini ia tidak mendapat kan mangsa nya dan lelucon konyol akan rumor kedekatan Vildes dan jalang kecil itu.

DRAMA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang