Veiled hostility

29 4 0
                                    

" ah seruni bukan kah kau harus nya masih dalam penjara,dan aku berterima kasih padamu atas saran mu akhirnya aku bisa keluar untuk menjenguk pemakaman anak ku"

Seruni yang tampil menawan dengan gaun hitam nya menatap Hera dengan pandangan lembut namun, menyiratkan arti yang lain.

Dengan senyum tipis, Seruni melangkah mendekati Hera, tatapan lembutnya tak pernah beralih. Gaun hitam yang ia kenakan menyatu sempurna dengan suasana kelam yang mengelilinginya, memberikan aura yang penuh misteri.

“Ah, Hera, tak kusangka pertemuan kita akan menjadi seistimewa ini. Tapi lihatlah, betapa dunia ini selalu memberi kesempatan kedua, bahkan untuk seseorang sepertiku,” ucapnya dengan nada yang halus namun tajam.

Hera hanya menatapnya, ada sedikit keraguan di matanya. Ia tahu kata-kata Seruni tak pernah semanis yang terdengar.

Mata nya terlihat sembab sekali karna ia baru pulang dari rumah baru Anna, menceritakan keluh kesah dan kerinduan nya pada sang putri.

Dan di jalan ini ia tiba tiba bertemu sosok yang menemani dan memberikan masukan untuk diri nya.apa yang harus Hera lakukan.

Kebingungan mulai meluap ia ingin bercerita karena tempat nya bercerita di penjara hanya seruni dan sekarang ia kembali bertemu dengan nya.

Apakah ini kebetulan atau rancangan.

Hera terdiam sejenak, membiarkan semua pertanyaan bergemuruh dalam pikirannya. Pandangannya jatuh pada mata Seruni, yang terlihat begitu tenang dan penuh teka-teki. Baginya, Seruni adalah satu-satunya teman bicara yang pernah ia percaya di balik jeruji, meskipun ia tahu, kata-kata Seruni selalu memiliki lapisan makna yang tidak pernah bisa ditebak sepenuhnya.

“Seruni… kau selalu muncul di saat-saat yang tidak terduga.” Hera berusaha tersenyum, meski raut lelahnya tak bisa disembunyikan. “Aku baru saja kembali dari makam Anna… membicarakan semuanya, seperti biasa.”

Seruni mengangkat alis, senyumnya makin lebar namun tetap misterius. "Aku tahu, Hera. Kau dan aku, kita punya cara sendiri untuk berbagi luka. Tapi kau harus tahu, terkadang luka hanya mengundang luka lain, bukan?”

Ucapan Seruni membuat Hera merasakan kegalauan semakin dalam. Ia tak tahu apakah kehadiran Seruni kali ini adalah sebuah kebetulan atau sesuatu yang direncanakan sejak lama. Pandangan mereka bertemu, dan Hera merasa seolah berada dalam pusaran yang ia tak tahu arah keluarnya. Di satu sisi, ia ingin mempercayai Seruni, namun di sisi lain, ada ketidakpastian yang membuatnya merasa waspada.

“Apa yang kau maksud, Seruni?” tanya Hera, mencoba menembus misteri di balik tatapan Seruni.

“Ah, kau selalu penasaran, Hera. Terkadang, yang kau butuhkan hanya jawaban yang kau temukan sendiri.” Seruni berbisik sambil melangkah menjauh, meninggalkan Hera dalam kebimbangan yang semakin menggerogoti hatinya.

________

Nyx menatap Hera dengan tatapan yang hampir menusuk. Ada kilatan benci di matanya yang tak bisa ia sembunyikan, dan senyum sarkastisnya semakin terlihat sinis.

"Jadi kau di sini lagi," kata Nyx, nadanya menyiratkan ejekan. "Masih berpura-pura menjadi pahlawan yang sabar dan lembut? Kau pikir sikapmu yang manis itu bisa membuat mereka memperlakukan kita dengan lebih baik?"

Hera menatap balik dengan mata yang berusaha tenang, meskipun ada ketegangan yang nyata dalam dirinya. “Nyx, bukan berarti kita harus menghancurkan semuanya hanya untuk membuat perubahan. Tidak semua orang harus jadi seperti… sepertimu.”

Nyx mendekat dengan langkah perlahan namun pasti, menyilangkan tangan di dada. “Kau benar, Hera. Tidak semua orang sepertiku. Aku tak takut mengambil risiko, bahkan jika itu berarti berhadapan dengan orang-orang munafik seperti dirimu yang lebih memilih bersembunyi di balik topeng 'damai.' Kau tahu itu tak akan mengubah apa-apa.”

Hera menghela napas, meski terdengar getir. “Aku memilih jalan ini karena aku tahu yang terbaik. Tak perlu menghancurkan semua hanya karena sakit hati.”

Nyx tertawa sinis, dan suara tawanya membuat bulu kuduk Hera merinding. “Sakit hati? Hera, aku sudah melewati batas itu sejak lama. Ini bukan tentangku. Ini tentang semua yang mereka lakukan pada kita, pada perempuan-perempuan lainnya yang dipaksa untuk tunduk hanya karena kita dianggap lemah.” Nyx mendekat lebih lagi, hingga hanya ada jarak beberapa langkah di antara mereka. “Kau benar-benar mau hidup terus dalam ilusi, berpikir bahwa kelembutan akan menghentikan ketidakadilan itu?”

Hera memalingkan wajah, berusaha menahan kemarahan yang mulai membara. “Setidaknya aku tidak memanfaatkan rasa sakit orang lain untuk mencapai tujuanku sendiri, Nyx. Kau hanya ingin kekacauan, agar orang-orang melihatmu. Apa bedanya kau dengan mereka?”

Nyx tersenyum miring, pandangannya semakin dingin. “Perbedaannya, Hera, adalah aku tidak akan diam saat mereka menginjak-injak kita. Aku tidak akan pura-pura baik hanya untuk bisa diterima di mata mereka.” Ia mendekat lebih lagi, suaranya kini nyaris berbisik, tajam seperti belati. “Dan tak peduli bagaimana kau menutupi dirimu dengan sikap manis itu, aku tahu kau sama saja. Kau takut karena kau lemah.”

Kata-kata Nyx menusuk Hera, membuatnya terdiam sejenak. Hera memejamkan mata, mencoba menahan air mata yang menggenang. "Kalau menganggapku lemah membuatmu merasa lebih kuat, silakan saja, Nyx. Aku tak peduli lagi."

Nyx mendengus dengan tatapan dingin, langkahnya menjauh sedikit, namun suara terakhirnya masih terdengar tegas, penuh kemarahan yang tertahan. "Suatu saat, Hera, kau akan sadar dunia ini tak punya tempat untuk orang sepertimu. Dan saat itu, jangan berharap aku akan ada di sana untuk menolongmu.”

Dengan satu tatapan terakhir yang penuh kebencian, Nyx berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Hera sendiri dalam keheningan yang menyakitkan. Mereka mungkin berbeda, namun di balik perbedaan itu, kebencian dan rasa sakit mereka tumbuh bersama, membuat mereka tak pernah bisa benar-benar berdamai.

" Jangan lupa nyx aku akan membunuh mu secepat mungkin"

" Lakukan sebisa mu Hera aku tak peduli ," nyx berbalik ia menatap Hera dengan pandangan mata yang terkesan konyol dan penuh teka teki.

" Ku harap kau -"

DRAMA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang