"Kau dari mana saja?" tanya Denis yang baru melihat Vanya pulang. Memang kekasih nya ini sudah izin pergi untuk berbelanja tapi yang ia lihat skeranag tangan Vanya kosong tidak membawa apa-apa dan sekarang sudah pukul 23.00.
Vanya merutuki dirinya yang tidak membawa apa-apa dan terlalu terlena di kediaman Arsen. Terlebih banyak rencana yang akan dia jalankan untuk menjebak keluarga biadab ini.
Dengan senyum tulus palsu nya, Vanya menduduki Denis. Tidak peduli jika tulang renta itu tidak kuat menahan bobot tubuhnya. "Sayang, jangan marah. Aku sangat lupa waktu jika sudah berbelanja. Kau kan tahu sendiri sudah lama aku tidak berbelanja. Padahal sewaktu muda saat masih sekolah aku hampir setiap hari berbelanja," ujar Vanya diakhiri dengan ekspresi yang sedih ketika mengenang masa lalu.
Denis yang buta jika berhadapan dengan Vanya pun tidak tega melihat Vanya sedih, dia rengkuh tubuh Vanya. "Aku tidak marah, sayang. Aku hanya khawatir, bagaimana jika kau kabur. Apalagi jika ke rumah Arsen."
Vanya berusaha mengontrol mimik wajahnya. "Tentu tidak! jika itu dulu pasti aku akan kesana, namun sekarang aku sudah jatuh cinta pada mu, Denis. Aku sudah melupakan yang dulu, andai saja dulu aku melihat ketulusan mu, mungkin ini tidak akan terjadi."
Denis tersenyum mendengarnya. "Tidak apa, sayang. Terpenting kau sudah menjadi milik ku."
Bibir layu itu saling melumat, Vanya berusaha untuk tidak menggigit kuat bibir Denis hingga terputus. Yah sebentar lagi, bukan hanya bibir saja yang putus, tapi tubuh lainnya juga dan yang terpenting adalah dia akan memenggal kepala Denis.
Vanya mengakhiri ciuman tersebut. "Denis, apakah masalah nya sudah selesai? apakah kau sudah tahu siapa dalang dibalik mati nya cucu mu?"
Pandangan Denis menajam sesaat, sampai saat ini dia belum tahu siapa orang itu. Bahkan Leonzio yang pandai hack pun tak kuasa membobol sistem yang mereka curigai.
"Apakah kau tidak curiga jika ini ulah Arsen?"
"Bisa jadi, mungkin dendam nya belum hilang," balas Vanya.
"Bagaimana ini? aku tidak mau kita berpisah," ungkap Vanya dengan mimik wajah yang menunjukan khawatir berlebihan.
Denis langsung peluk Vanya. "Sayang tenanglah, jika benar itu ulah Arsen aku tidak akan bersembunyi lagi. Aku akan membantai keluarga nya agar kita bisa hidup bahagia."
"Sayang, bagaimana jika kita dan keluarga mu yang lain liburan ke sebuah vila yang berada di puncak milik ku? Sudah berapa tahun aku tidak kesana."
"Kau ingin kesana?"
"Yah, tapi apakah yang lain mau? aku hanya ingin lebih dekat dengan mereka."
"Tenang saja, sayang. Besok sore kita akan berangkat kesana. Aku akan memberitahu yang lain."
Vanya tersenyum bahagia, yah kali ini dia benar-benar bahagia karena akan membunuh Denis disana, dia sudah tidak sabar.
Denis yang melihat senyum lebar itu pun turut bahagia, kecantikan Vanya tidak pernah pudar.Dia semakin mencintai Vanya, apakah jika dulu dia menikah dengan Vanya akan memiliki keturunan yang pintar? ah sayang sekali.
"Kalau begitu, sebaiknya kita tidur. Aku sangat lelah." Vanya langsung membaringkan tubuh nya tanpa harus membersihkan tubuh nya. Lagi pula tadi dia sudah mandi di rumah Arsen, tidak peduli jika masih pakai baju yang sama.
Denis tidak mempermasalahkan nya, bukan kah dia sudah bilang jika dirinya akan buta jika berhadapan dengan Vanya. Akhirnya Denis menyusul Vanya, dia memeluk Vanya dari belakang.
Vanya belum tidur,mata yang terpejam akhirnya terbuka. Dia tatap datar tangan Denis yang mengurung tubuh nya.
'Aku sebenarnya bisa membunuhmu dari dulu karena kau sudah cinta mati dengan ku, jadi mudah saja. Tapi ini semua karena rencana brengsek Arsen yang ingin bermain-main dengan mu, sialan! aku yang harus jadi korban juga,' batin Vanya kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOXIC (END)
RomanceTOXIC adalah sebuah sifat yang beracun bagi diri sendiri maupun orang disekitarnya. Bagaimana jika kedua orang berbeda jenis kelamin yang memiliki sifat TOXIC itu dipertemukan? Apa yang akan terjadi? Dan bagaimana jika mereka berdua manjalin hubung...