Ch. 22

10.4K 661 34
                                    

Selamat Membaca

Ceciliana menatap lurus keluar jendela, kini wanita terbalut dress hitam dengan surai berwarna serupa tersenyum sinis.

"Kamu masih memikirkannya?" sebuah tangan melingkar di perutnya, lengan kekar itu mampu membuat Ceciliana tenggelam.

Artis papan atas yang tengah naik daun karena drama yang ia perankan sukses membuat nama Ceciliana kian menduduki puncak tertinggi.

"Aku hanya tidak sabar," Ceciliana memutar tubuhnya, kini keduanya bertatap-tatapan.

Netra wanita itu berkilau membuat sang pria kian terpukau, "Sangat cantik, kedua manik mata mu." bisik Pavel.

Ceciliana tertawa kecil, tubuhnya yang ringan membuat Pavel dapat dengan mudah mengangkat Ceciliana pada pembatas jendela, Ceciliana bagai Dewi kegelapan saat ini.

Parasnya yang tak lagi muda namun memikat membuat pria itu dapat dengan mudah tunduk pada sosok Ceciliana, dengan lembut Pavel bersimpuh di bawah Ceciliana, tangan kanannya menopang telapak kaki kanan Ceciliana, dan dengan lembut pria itu mengecup punggung telapak kaki Ceciliana.

"Semua akan berjalan, sebagaimana semestinya." gumam Pavel meyakinkan Ceciliana.

Ceciliana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ceciliana

Pavel berdiri, dengan lembut menggendong tubuh Ceciliana di depan dadanya dan kembali masuk kedalam kamar mereka.

Kamar rawat — Yuna tengah memejamkan kedua matanya, King telah pergi beberapa saat yang lalu setelah adegan ciuman mereka.

Krett!

Pintu bangsal terbuka, sosok gadis dengan surai coklat gelap berjalan mendekati ranjang rawat Yuna yang tengah tertidur.

"Kamu lengah kak." bisik Luoisa dikeheningan kamar rawat, matanya kian menajam ketika melihat bibir Yuna yang membengkak.

Gadis itu terkekeh sinis, lalu tersenyum culas. Kedua tangan Luoisa terulur kearah leher Yuna, tanpa Yuna sadari, Luoisa mencekik Yuna hingga Yuna terbangun dengan kedua matanya terbelalak akibat serangan dari Luoisa.

"Eughh!" pupil mata Yuna mengecil, wajahnya memerah seakan-akan gadis itu telah kehilangan oksigen. Tangan Yuna mencoba mendorong tubuh Luoisa, namun semua itu sia-sia.

Luoisa tidak berbelas kasih kepada Yuna, gadis itu tertawa sembari mencekik leher Yuna dengan rasa puas mengakar di hatinya.

Tanpa Luoisa sadari, Prince membuka pintu kamar rawat Yuna. Remaja dengan balutan pakaian rawat rumah sakit itu berjalan mendekati Luoisa, tangannya terulur meraih surai coklat gelap Luoisa dan dengan kasar menariknya kebelakang hingga tubuh gadis itu terjungkal serta membentur lantai.

Yuna yang mengira dirinya akan mati hari ini dengan nafas terengah-engah menyentuh lehernya, menghiraukan Prince yang masih berdiri di hadapan Luoisa dan membelakangi dirinya.

"Mengapa kamu melakukan ini?" dengan nada rendah dan tanpa ekspresi, Prince bertanya kepada Luoisa.

Yuna juga ikut menatap wajah sang adik dengan tatapan penuh tanda tanya.

Luoisa terkekeh, menyugar rambutnya kebelakang lalu menjilat ujung bibirnya. "Karena dia pantas mati." bisik Luoisa.

Kedua mata Yuna terbelalak, tangannya mencengkeram selimut, dengan jantung yang berdebar Yuna menolehkan kepalanya kesembarang arah enggan menatap Luoisa.

Prince berjongkok di hadapan Luoisa, tangannya menepuk pipi kiri gadis itu dengan pelan. "Pantas atau tidaknya dia—" ujar Prince sembari menunjuk pada Yuna yang masih terlihat syok di atas ranjang, lalu remaja itu melanjutkan perkataannya setelah mendekatkan wajahnya pada telinga kiri Luoisa. "Hanya aku yang boleh membunuhnya." balas Prince dengan berbisik dingin.

Yuna bergidik ngeri, gadis itu segera turun dari ranjangnya, dengan perut yang terasa ngilu, Yuna berjalan sembari tertatih-tatih keluar dari bangsal rawatnya.

Enggan menolehkan kepalanya ke belakang, Yuna kini berhasil keluar dari kamar rawatnya.

Prince tersenyum lembut menatap pintu yang perlahan tertutup, lalu remaja itu melirik tajam ketika dari sudut matanya melihat pergerakan Luoisa yang berniat kabur.

"Ingin kabur heh?" bisik Prince, masih berada di posisi berjongkok dengan mencengkeram pergelangan kaki Luoisa.

Hector — pria matang itu tengah berjalan di lorong rumah sakit dengan kedua lengan kemeja terlipat hingga ke siku, jas yang biasanya melekat membungkus kemeja putihnya kini berada di tangan Red sang asisten.

"Anda akan memberikan nona Yuna hukuman tuan?" tanya Red sembari berjalan di belakang Hector.

Visual Keduanya sangat memikat, membuat beberapa wanita dari yang muda hingga tua menolehkan kepala mereka menatap Hector dan Red seperti sebuah mahakarya yang diciptakan oleh Tuhan dengan penuh rasa cinta dan kehati-hatian.

Yuna merasakan bahwa dirinya telah berada di ambang batasannya, dengan lemas gadis itu duduk disalah satu kursi tunggu yang berada di lorong rumah sakit.

Peluh membasahi dahinya, namun visual Yuna tetap bersinar di bawah suasana remang-remang lampu lorong.

Tak!

Sebuah sepatu hitam mengkilap berhenti di depan Yuna yang tengah menundukkan kepalanya. "Mengapa pasien luka tusuk sibuk duduk di sini?"

Hector membuka suaranya membuat Yuna sontak tersentak kecil, Red menatap dingin Yuna yang meliriknya dengan takut-takut.

Yuna menelisik ekspresi wajah Hector, gadis itu menghela nafas lelah. "Ada masalah kecil di kamar rawat ku." jelas Yuna dengan mengusap peluh yang keluar di pelipis kanan wajah cantiknya.

Hector menganggukkan kepala singkat, lalu pria matang itu meraih jas yang tengah Red pegang.

"Kamu kedinginan." jas besar itu kini membalut tubuh mungil Yuna.

Hector mengkode Red untuk membereskan masalah yang dimaksud oleh Yuna.

Red, pria itu segera beranjak meninggalkan Hector dan Yuna di lorong yang sepi.

IG: knndly_

Bertransmigrasi Menjadi Selingkuhan Kakek Kaya (Only On wattpad) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang