Selamat Membaca
Leonardo yang tengah menahan emosinya segera meraih kertas yang berada di tangan Apollo, ia segera merobeknya menjadi beberapa bagian.
Apollo menyeringai, menatap puas atas pilihan sang anak. "Ikat Yuna dan pastikan gadis itu tidak jatuh ke tangan Ceciliana," titah Apollo.
Leonardo menyugar surainya, "Aku tahu apa yang harus aku lakukan ayah, berhenti mendekte hidup ku." gerutu Leonardo.
Apollo terkekeh sinis, melirik kearah luar jendela. "Rent akan ikut membantu mu," ujar Apollo kepada anak kandungnya.
Amerika — Yuna yang tengah pingsan memimpikan kembali dirinya ketika masih menjadi Gayatrih, kehidupannya yang tak menyenangkan dan penuh dengan penolakan tanpa sadar membuat dirinya menangis.
Luoisa yang tengah mengamati sang kakak hanya menatap tanpa berekspresi.
Gayatrih membuka kedua matanya secara perlahan, ketika ia tersadar kini dirinya tengah berdiri di pinggir jurang.
"Ratih, maafkan ibu." suara sang ibu yang berada di dasar jurang membuat Gayatrih segera menolehkan kepalanya.
Gayatrih menundukkan kepalanya, dasar jurang yang gelap itu membuatnya tidak bisa melihat apapun disana.
"Ratih, sebaiknya lo mati aja!" suara yang kali ini berbisik namun tersirat kebencian yang mendalam dapat Gayatrih kenali, itu adalah suara Nawang Wulan, adiknya.
Sebenernya apa yang tengah terjadi dengan dirinya? Dan mengapa dasar jurang itu mengeluarkan suara seperti ibu dan adiknya.
Tepukan lembut di bahu kanannya membuat Gayatrih menolehkan kepalanya, kedua netra hitam itu menatap sosok jiwa Yuna yang telah sedikit memudar.
"Ratih," Yuna tersenyum hingga kedua matanya menyipit.
Gayatrih menegakkan tubuhnya dan berjalan sedikit menjauh dari pinggiran jurang, hal itu juga di ikuti oleh Yuna yang berada di belakangnya.
"Mengapa kamu selalu menerima setiap kali orang menginjak-injak harga diri mu?" pertanyaan dari Yuna membuat Gayatrih menghentikan langkah kakinya. Matanya menatap lurus kearah dalam hutan yang lebat.
Jujur saja, ia bahkan tidak tahu mengapa dirinya tidak bisa melawan ketika setiap kali ia disalahkan, di dorong menjauh, dan selalu mendapatkan penolakan.
Yuna melayang mendekati Gayatrih membuat angin berhembus lembut, "Apa kamu tidak tahu bahwa selama kamu menggantikan ku di dalam novel gila itu, kamu mengutarakan semua sikap yang kamu pendam selama ini." jelas Yuna.
Gayatrih memilih duduk di atas sebuah batu berlumut menghadap jiwa Yuna asli.
Yuna yang masih melayang di hadapan Gayatrih mendengus sebal ketika Ratih tidak meresponnya, "Tuhan mendengar rintihan harapan mu ketika malam sebelum kamu tersambar petir, ini adalah kesempatan kedua mu." kata Yuna sembari mengusap bahu Gayatrih.
Gayatrih menatap Yuna, "Apa maksud mu? Aku sudah cukup puas hidup sebagai Gayatrih." ujar Gayatrih sembari menepis tangan Yuna yang bertengger di bahu kanan-nya.
Yuna melipat kedua tangannya di depan dada, matanya menelisik Gayatrih dari atas hingga ke bawah.
"Puas?" Yuna tersenyum sinis sebelum melanjutkan perkataannya, "Jika kamu puas, mengapa Tuhan mengirim mu kemari? Tuhan mengabulkan do'a mu, kamu tidak perlu mengemis perhatian dari seseorang agar mereka dapat menoleh kearah dirimu." Yuna menatap Gayatrih dengan ekspresi wajah sebal.
Gayatrih menatap langit sejenak, lalu menatap Jiwa Yuna yang tengah melayang di hadapannya.
Yuna merapikan surainya yang berantakan karena angin, "Cukup menerima dan semua yang aku punya saat ini akan menjadi milik mu termasuk takdir ku, kamu hidup disini. Di cintai, diterima, serta tidak mendapatkan penolakan." ujar Yuna yang perlahan jiwanya memudar, hingga kini jiwanya tinggal setengah.
Yuna tersenyum menatap Gayatrih, dengan sisa energinya, Yuna mengutarakan kondisi Gayatrih di kehidupan pertama, "Kamu telah mati Gayatrih, lupakan kehidupan pertama mu, cukup maafkan mereka terutama kedua orang tua mu. Hiduplah sebagai Yuna, Kamu di cintai disini. Kamu berharga." angin kembali berhembus lembut.
"Selamat tinggal." bisik jiwa Yuna yang perlahan menghilang, memudar dan berubah menjadi kelopak bunga yang terbawa angin.
Tanpa sadar, mata kiri Gayatrih meneteskan air mata.
"Kak!" Luoisa menggoyangkan tubuh Yuna, ia berharap sang kakak tersadar dari pingsannya.
"Hah....." Yuna mengambil oksigen dengan rakus ketika merasakan dadanya terhimpit oleh sesuatu yang berat, matanya bergulir mengamati dimana ia tengah berada sekarang.
Luoisa memberikan segelas air putih kepada Yuna, "Minum dulu kak." gadis itu memberikan gelas berisi air kepada sang kakak.
Yuna menerimanya, "Berkas! Dimana berkas milik ku?" tanya Yuna sembari menatap kearah Luoisa.
Jari Luoisa menunjuk pada meja kerja sang kakak, "Disana, tenang aja. Aku gak akan bilang ibu." bisik Luoisa.
Yuna menghela nafas lega.
"Sebenarnya—" ucapan Luoisa terhenti ketika pintu kamar Yuna terbuka, sontak membuat Yuna dan Luoisa menatap kearah pintu secara serentak.
Rent dengan pakaian rapih berwarna hitam berjalan mendekat pada ranjang Yuna, "Kamu hanya kelelahan, istirahatlah. Besok kita akan terbang ke Italia." ujar Rent sembari memberikan beberapa obat yang diresepkan oleh Leonardo dulu.
Luoisa mengernyitkan dahinya, "Italia?" desis gadis itu sembari menatap tajam Rent. "Apa maksudnya?" kini Luoisa bertanya dengan nada sinis menatap kearah Rent dan Yuna secara bergantian.
IG: knndly __
Ch. Ini akan di revisi setelah end.(* Dikutip dari cnnindonesia, Prilly berpendapat bahwa mengeluarkan air mata dari sebelah kiri memiliki makna yang berhubungan dengan emosi rasa sakit dan kepedihan. Arah keluarnya air mata seseorang, bisa menjadi arah rasa hati seseorang. Keluarnya air mata terjadi saat merasakan perasaan terharu, emosi, maupun sedih.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertransmigrasi Menjadi Selingkuhan Kakek Kaya (Only On wattpad)
Fantasia[Baca sampai akhir bulan Desember, karena semua novel knnd_ly akan di tarik dari wattpad pada tgl. 1-01-2025] Kehidupan ku tidak pernah sesial ini, sudah berpindah dimensi, berpindah raga serta memerankan seorang wanita berumur 20 tahun yang memilih...