Selamat Membaca
Leonardo yang tengah mengemas beberapa pakaiannya menolehkan kepala ketika Apollo melangkah masuk kedalam kamarnya, "Ada apa ayah?" tanya Leonardo.
Apollo menatap kesekitar kamar, lalu menatap kedua manik mata Leonardo.
"Bawa mayat Hector, King, Clara, Prince, George dan Lapoéz. Mereka akan ku awetkan di laboratorium ku." titah Apollo.
Leonardo kembali mengemasi pakaiannya, "Red akan mengurus semua," balas Leonardo seadanya.
Apollo menghela nafas panjang, "Apa kau tidak tahu? Selain Alea mengembangkan serum agar tetap awet muda, wanita itu terlalu hebat dengan mengembangkan serum lain." Apollo memang mempunyai beberapa serum yang ia maksud, namun ia juga memikirkan Hector yang mungkin saja sudah memproduksi lebih banyak dari pada dirinya di suatu tempat.
Leonardo menganggukkan kepalanya, "Akan ku bawa mayat mereka," lalu ia menatap potret sang ibu yang bertengger pada dinding kamarnya.
Apollo menepuk singkat lalu melangkah pergi meninggalkan Leonardo yang masih tenggelam dalam ingatan masa lalunya.
Jika ditanya apakah pria tua itu menyayangi sang anak? Tentu saja, namun cara menunjukkan kasih sayang Apollo kepada Leonardo jelas berbeda dari para kebanyakan orang tua lainnya.
Apollo melatih Leonardo agar dapat berdiri kokoh di atas kedua kakinya seorang diri tanpa bantuan siapapun, jika di tanya apakah pria tua itu menyesal? Jawabannya adalah tidak.
Leonardo akan mewarisi semua organisasi miliknya, tak hanya itu Leonardo juga akan mengelola semua perusahaan besarnya yang berada di Italia nanti ketika ia telah wafat.
Apollo benar-benar memadamkan bara api cinta dan kasih sayang di hati sang anak.
"Aku mencintai Luoisa." ujar Leonardo dengan ekspresi datar menatap Apollo yang tengah duduk dengan beberapa berkas di atas meja kerjanya.
Apollo mengalihkan fokusnya, pria itu menatap ke arah kedua manik mata Leonardo.
"Apa alasan mu mencintai gadis itu?" tanya Apollo dengan nada datar, binar keraguan hadir di kedua netra Apollo.
Menghela nafas panjang, Leonardo mengepalkan kedua telapak tangannya menatap Apollo dengan pandangan meremehkan.
"Dia adalah gadis yang dapat memahami diriku, sangat berbeda dengan dirimu yang bahkan terus menempa diriku agar menjadi seseorang yang keji tanpa belas kasih." jawab Leonardo, nada suaranya bergetar. Rasa sesak yang berada di dada membuat Leonardo enggan menatap Apollo.
Apollo tertawa kecil sebelum memberikan tanggapannya, pria tua itu segera menaruh penanya di atas meja. "Leonardo," panggil Apollo dengan nada rendah, kedua matanya melirik ke arah sudut bibir Leonardo yang sedikit turun. "Jika aku bertanya, 'apa alasan kamu mencintai Luoisa' tetapi kamu masih dapat menjawab dan menjelaskannya kepada ku, itu berarti kamu belum mencintainya." balas Apollo.
Apollo menatap sang anak, waktu berjalan begitu cepat. Leonardo yang ceria, anak yang selalu Apollo tekan ternyata memang sudah tumbuh sebesar ini.
"Cinta tidak butuh alasan, Leonardo." Apollo kembali berkata dengan nada lirih.
Leonardo tersenyum culas, "Aku baru saja mendengar lelucon dari seorang pria tua yang dengan tanpa belas kasih membunuh istrinya demi wanita lain." kata Leonardo dengan nada sinis.
Mendengar perkataan dari sang anak, Apollo memundurkan kursi kerjanya, tangannya meraih gagang laci dan menariknya keluar.
Sebuah dokumen Apollo ambil dan ia serahkan kepada sang anak, "Aku membiarkan mu mengenang ibu mu yang telah mengkhianati kita semua itu adalah salah satu kesalahan ku. Demi dirimu, aku membungkam media dan para pelayan yang mengetahui alasan dibalik aku membunuh ibu yang kamu cintai itu, Leonardo." sembari menyodorkan dokumen tersebut, Apollo meraih pembatik dan menyalakan rokoknya.
Leonardo mengerjabkan matanya yang telah berkaca-kaca, tangannya meraih potret sang ibu.
"Aku harap, ibu membusuk di neraka." desis Leonardo dengan tatapan mata yang tajam.
Pria itu segera menggeret kopernya menuju lift, dengan kemeja berwarna hitam dan dengan celana kain yang berwarna serupa, Leonardo tanpa menolehkan kepalanya meninggalkan fakta yang baru saja ia ketahui.
Apollo yang melihat itu semua hanya menghela nafas lelah, "Pada akhirnya, aku tidak bisa melindungi siapapun." gumam Apollo kepada dirinya sendiri.
Mansion Ceciliana — Yuna menatap tajam Rent yang akan membuka mulutnya, Luoisa menggeram jengkel menatap keduanya yang terlihat kompak menyembunyikan sesuatu di belakangnya.
"Apakah kalian tetap akan bungkam seperti ini?" desis gadis itu, melihat tidak adanya respon, Luoisa beranjak dari tempatnya. "Pergilah Yuna, jika itu yang kau mau. Tetapi hubungan persaudaraan diantara kita ku anggap telah selesai sampai disini." kata Luoisa ketika hendak menutup pintu kamar Yuna.
Rent menatap malas kearah pintu dimana Luoisa telah menghilang, "Kita harus bergegas, sebelumnya Red akan memastikan terlebih dahulu jika jasad Hector, King, George, Clara, Lapoéz serta Prince telah berada di tangan kita dalam keadaan mati." jelas Rent sembari menatap dalam kedua manik mata Yuna.
Yuna menatap bingung kearah Rent, "Tidak mungkin mereka dapat beregenerasi," gumam Yuna.
Rent menghela nafas lelah, "Sayangnya mereka dapat menyembuhkan luka mereka sendiri setelah aku melakukan uji lab dengan menggunakan sampel darah mereka, serum lain tercatat telah mereka suntikan kedalam tubuh mereka dan membuat mereka dapat kembali hidup setelah mati suri." jelas Rent, pria itu menatap dalam Yuna.
"Jangan sampai kamu kembali terjerat di dalam permainan gila mereka Yuna," peringat Rent.
Ch. Ini akan di revisi setelah end.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertransmigrasi Menjadi Selingkuhan Kakek Kaya (Only On wattpad)
Fantasy[Baca sampai akhir bulan Desember, karena semua novel knnd_ly akan di tarik dari wattpad pada tgl. 1-01-2025] Kehidupan ku tidak pernah sesial ini, sudah berpindah dimensi, berpindah raga serta memerankan seorang wanita berumur 20 tahun yang memilih...