꒰𖠔꒱ Perpustakaan

54 4 0
                                        

"Chloe, kilatan ungu juga muncul di mata Dewan Evelyn dan Dewan Harist," kata Kalyan. Ia bersedekap sambil menatap Chloe yang sedang menyantap sarapan. Kemarin, Kalyan sedikit terkejut melihat kilatan ungu aneh di mata Dewan Harist, kemudian menyamakan dengan mata Dewan Abila. Kedua dewan itu bersikap paling lancang di pertemuan. Mereka membahas mengenai posisi permaisuri yang kosong. Dewan Abila dan Dewan Harist berdebat tentang siapa yang paling cocok di antara putri mereka untuk menjadi calon permaisuri. Kalyan kembali berkobar. Dia sampai tidak bisa menemani Chloe tidur semalam karena takut gadis itu menjadi pelampiasan amarah.

"Benarkah?" Chloe menegak air putih hingga tandas. Menaruh gelas ke atas meja. "Berarti mereka dipengaruhi oleh orang yang sama. Jika saja kilatan warna mata kedua Dewan itu berbeda maka ada dua orang yang menjadi pelakunya." Chloe menatap gelas yang telah kosong. Sayang sekali, aku tidak tahu alasan kenapa warna yang sama atau berbeda menjadi penentu, batinnya.

Kalyan mengangguk, lalu menopang dagu. "Ke mana kau akan pergi hari ini?"

Chloe tersenyum. "Aku akan pergi ke perpustakaan bersama Lais untuk mencari tahu. Kau tidak perlu khawatir. Kami akan pergi diam-diam."

Kalyan berdecak. Rasa panas kembali menjalar dalam dada. Ia tidak suka melihat kedekatan Chloe dan Lais, sementara Kalyan harus berkutat dengan laporan serta urusan istana. Tidak punya waktu untuk Chloe. Namun, meninggalkan pekerjaannya sama saja lalai dalam menjalankan tugas kaisar. Ia tidak mau seperti itu. Dia tak mau menjadi seperti ayahnya dulu, tapi Kalyan punya banyak bawahan ....

"Ah, apa kau punya waktu siang nanti, Kalyan?" tanya Chloe sambil tersenyum.

"Siang nanti? Ada yang ingin kau lakukan?" Kalyan mengangkat sebelah alis.

Chloe mengangguk. "Ah, Dax bilang padaku kemarin kalau ada taman bunga yang dipenuhi kupu-kupu di tengah hutan. Apa kau bisa membawaku ke sana? Kalau tidak bisa siang nanti, lain kali juga tidak apa-apa." Sang gadis begitu menyukai taman, tempat-tempat indah sejenis itu. Selain itu, ia juga ingin Kalyan sedikit meluangkan waktu untuk istirahat. Mengingat kemarin si pria tak sempat ke kamar karena terlalu sibuk. Sebenarnya, aku bisa saja meminta Lais mengantarku, tapi ... akan lebih menyenangkan jika pergi bersama Kalyan. Dia pun jadi punya waktu untuk menjernihkan pikiran sejenak, batin Chloe.

Kalyan menyungging senyum tipis. "Baiklah. Aku akan mengantarmu siang nanti."

"Benarkah?" Chloe mengerjap. "Apa tidak mengganggu jadwalmu hari ini?"

"Jika itu untukmu, aku tidak masalah." Kalyan tersenyum lebar. Ia punya Dax. Anak itu bisa dijadikan tumbal sementara waktu.

°˖ ⊹ ꒰𖠔꒱ ♡

"Aku heran sekali. Aku tidak melakukan kesalahan apa pun, tapi Lian menatapku penuh permusuhan. Apa maksudnya itu, Chloe?" tanya Lais bingung. Ia dan Chloe sedang melangkah menuju perpustakaan di istana utama—mereka memulai pencarian di sana.

Itu artinya, kau diminta jauh-jauh dariku, batin Chloe. Merasa tidak enak hati. "Kulihat-lihat emosinya sering tidak stabil. Apa karena stres?"

"Tentu saja. Dia seperti itu karena para dewan." Lais mengangkat bahu. "Setelah kejadian besar 15 tahun lalu, tersisa empat dewan dan yang bermasalah hanya Dewan Abila saja. Sekarang, Dewan Harist juga ikutan, bahkan mengkhianati Dewan Abila yang menjadi panutannya sejak dulu."

Chloe mengerjap. "Memangnya ada berapa dewan dulunya?"

"Ada sepuluh dewan." Lais menatap Chloe. "Oh, Chloe dulu masih kecil, bukan? Pertumbuhan penyihir mirip dengan manusia sampai umur 25 tahun. Di usia Chloe sekarang, Chloe tidak akan bertambah dewasa lagi secara fisik, hanya tambah berumur saja."

Our Destin ꒰𖠔꒱Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang