3 | Mencurigai Sesuatu

292 41 78
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Semua anggota tim menerima masing-masing satu lembar foto yang Ruby bagikan. Mereka mengamati foto tersebut lebih jauh, karena keadaan dan posisi korban tampak sangat mengenaskan.

"Korban meninggal karena terbakar, Dek Ruby?" tanya Samsul.

"Iya, Sayang. Itu benar. Korban meninggal dunia setelah dirinya mendadak terbakar tanpa alasan, sesaat ketika baru saja pulang berjualan di tempat wisata baru itu. Anggota keluarga korban sudah berusaha menyelamatkannya dengan cara menyiram air berember-ember ke arah korban. Sayangnya, api yang membakar tubuh korban tidak bisa dipadamkan," jawab Ruby.

"Hah? Tidak bisa dipadamkan? Api macam apa yang sampai tidak bisa dipadamkan dengan air? Jangan-jangan, yang membakar korban itu bukan api biasa," pikir Iqbal.

"Ya. Bisa jadi benar, Bal. Itulah yang harus kita cari tahu, saat kita tiba di tujuan nanti. Saat ini, semuanya masih abu-abu," ujar Revan.

"Ada yang kepikiran ke arah Banaspati?" tanya Nadin.

Semua tatap kini mengarah kepada wanita itu, kecuali Karel. Karel juga memikirkan hal yang sama seperti yang Nadin pikirkan. Hanya saja, Karel sedikit ragu untuk mengungkapkannya sebelum ada bukti ataupun petunjuk.

"Aku pun berpikir begitu," jujur Karel. "Entah kenapa rasanya sangat janggal apabila seseorang mendadak terbakar tanpa alasan, lalu api yang membakar tubuhnya tidak bisa dipadamkan. Satu-satunya yang terpikir olehku sejak tadi adalah Banaspati. Karena setan yang satu itu benar-benar sulit untuk ditaklukkan ketika dia memutuskan muncul di hadapan seseorang."

"Tapi kalau memang setan yang akan kita hadapi kali ini adalah Banaspati, maka kita bisa bertanya secara langsung pada Tante Ziva," tanggap Samsul. "Papiku bilang, Tante Ziva sudah beberapa kali menghadapi Banaspati ketika sedang mematahkan teluh. Jadi ... kalau memang benar Banaspati yang akan kita hadapi, mari kita meminta Tante Ziva untuk memberi masukan."

"Tapi orangtua kita hari ini akan terbang ke Makassar, Sul. Mereka juga pasti akan sibuk dengan pekerjaan yang harus dihadapi," Reva mengingatkan.

"Nanti kita usahakan untuk bicara dengan Ibuku sebisanya, meski aku enggak bisa janji. Sebaiknya kita fokus saja dulu pada pencarian petunjuk, setelah kita tiba di Probolinggo," saran Karel.

Setelah rapat selesai, semua orang segera mengurus barang masing-masing sebelum mobil travel tiba. Reva memilih mendekat pada Revan. Ia ingin tahu kabar Kakaknya tersebut, setelah seminggu lalu hampir dicelakai oleh Dani.

"Bagaimana keadaan di rumah? Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Reva.

Revan menatapnya seraya tersenyum. Ia merangkul Adik kesayangannya itu dan mengajaknya duduk sejenak di kursi taman depan kantor.

"Kalau yang kamu maksud, apakah aku baik-baik saja dan apakah Dani tidak muncul lagi? Maka jawabannya adalah, alhamdulillah semua baik-baik saja karena Dani masih belum muncul lagi sampai saat ini. Tapi kalau pun dia muncul lagi, maka aku akan menghadapinya secara langsung. Aku tidak suka bersikap pengecut, jadi sudah jelas aku akan menghadapinya kalau dia muncul. Enggak akan kubiarkan dia memenangkan sesuatu, terutama jika niatnya adalah untuk kembali menyakiti Zya yang sudah susah payah menyembuhkan hati," jawab Revan.

Reva menatap Revan begitu lama. Ia sama sekali tidak menemukan adanya rasa ragu, dalam setiap tindakan ataupun ucapan yang keluar dari mulut Kakaknya. Revan benar-benar menyayangi Zyana, sehingga seluruh instingnya kini menajam dan selalu siap menghadapi apa pun yang mungkin akan datang.

"Aku dan Sammy juga akan membantumu. Sammy, Sandy, dan Oliv akan selalu memantau serta mendampingi Zya saat berada di kampus ataupun setelah kembali ke rumah. Ditambah lagi, ada Niki dan Agi yang juga akan melakukan hal serupa. Mereka tahu kalau Zya butuh didampingi selama kamu pergi bekerja. Jadi sekarang, berhentilah khawatir dan mari fokus pada pekerjaan kita."

Revan pun mengangguk. Ia paham dengan apa yang Reva katakan. Perasaannya sedikit lega, karena tahu bahwa Zyana tidak akan sendirian menjalani hari-harinya. Mereka berdua segera bangkit dari kursi taman, saat melihat kedatangan mobil travel.

"Oh ya, jangan lupa selalu kabari Zya. Tanyakan kabarnya dan selalu perhatikan dia. Agar perasaannya merasa tenang, meski kamu saat ini sedang tidak berada di sisinya," saran Reva, sambil menahan senyum.

Revan ikut menahan senyum usai mendengar saran itu. Wajahnya memerah, namun sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak meledak-ledak.

"Kamu belajar dari mana, sih, mengenai perkara-perkara seperti itu? Dari Sammy, hah?" duga Revan.

"Iya, dong. Suamiku itu orang paling perhatian yang sulit dihentikan. Lihat ini ... belum lima menit aku bicara denganmu dan berhenti membalas pesannya, dia sudah uring-uringan seperti aku tak pernah membalas pesannya seribu tahun," jawab Reva, apa adanya.

"Astaghfirullah," ungkap Revan, sambil mengusap dada untuk menyabarkan diri.

"Dek Ruby ...."

Semua orang langsung menatap ke arah pasangan pengantin baru yang mulai kumat kelakuan ajaibnya tersebut. Bahkan Reva yang juga masih pengantin baru pun terlihat kaget, saat tahu kalau Samsul akan kembali merayu Ruby seperti biasanya. Ruby tersenyum ketika menatap Samsul. Tumpeng sudah berputar-putar di sekitar kaki Samsul, seakan tidak sabar ingin mendengar Samsul bernyanyi untuk Ruby.

"Kala kupandang kerlip bintang nan jauh di sana. Sayup kudengar melodi cinta yang menggema. Terasa kembali gelora jiwa mudaku. Karena tersentuh ... alunan lagu ... semerdu kopi dangdut. Api asmara yang dahulu pernah membara. Semakin hangat bagai ciuman yang pertama. Detak jantungku seakan ikut irama. Karena terlena ... oleh pesona ... alunan kopi dangdut*."

TIN-TIINN!!!

Samsul berjingkat kaget, saat suara klakson mobil travel mendadak dibunyikan oleh sopir langganan mereka.

"Cepat masuk, Mas! Kalau Mas-nya ketinggalan pesawat, nanti saya yang diomelin!"

"Iya, Pak Murdin. Iya. Galak amat, sih, Pak," keluh Samsul.

"HUA-HA-HA-HA-HA-HA!!! Akhirnya ada juga yang mau mengomeli Samsul selain Pangsit," ungkap Iqbal, blak-blakan.

"Sudah, My Prince. Jangan mancing-mancing mulut kreatifnya Samsul, deh," mohon Nadin.

"Iya, My Princess. Aku akan berhenti memancing mulut kreatifnya Samsul. Tapi kalau aku mau pantun buat kamu, boleh, dong?" tanya Iqbal, dengan wajah penuh senyuman.

"Siapa di antara kalian yang butuh banget kusambit pakai kandang kucing? Hah? Siapa?" amuk Reva, yang akhirnya tak bisa lagi menahan diri.

Iqbal langsung menarik lengan Nadin dan merangkulnya, agar segera ikut ke mobil lebih dulu. Samsul juga segera membukakan pintu depan untuk Ruby dan Tumpeng, agar istri dan angsa kesayangan mereka tersebut bisa naik lebih awal tanpa perlu mengurus koper. Mobil travel itu akhirnya berjalan meninggalkan halaman kantor lima belas menit kemudian.

REVAN
Assalamu'alaikum, Zya. Aku baru meninggalkan kantor dan akan menuju bandara. Bagaimana keadaan kamu? Apakah semuanya baik-baik saja saat ini? Jangan lupa shalat, makan, dan beristirahat setelah jam kuliah selesai. Kalau ada apa-apa, tolong kabari aku secepatnya. Jangan pendam masalah sendirian. Aku akan dengarkan kamu sebisa mungkin. Aku tidak akan abai terhadap kondisi dan serta perasaanmu, Insya Allah. Balaslah jika sudah ada waktu. Jangan terburu-buru.

Pemuda itu menyimpan ponselnya ke dalam saku, setelah mengirim pesan tersebut. Tatapannya tertuju pada jalanan yang sedang mereka lewati, meski hati dan pikirannya hanya tertuju pada Zyana.

* * *

*Fahmi Shahab - Kopi Dangdut

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

BANASPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang