- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Keadaan gua kecil itu sangat gelap. Giman--yang sedang bertapa di sana--memang sengaja tidak menyalakan obor atau pencahayaan apa pun yang bisa menarik perhatian. Ia masih bertapa tanpa henti, meski banaspati yang diperintahnya mendatangi Firdaus sudah lama pergi. Ia ingin lebih memperdalam kemampuan ilmu hitamnya, agar ia tidak lagi memiliki saingan ketika akan berjualan sate kambing esok hari. Ia tidak suka jika dagangan orang lain lebih laris dibanding dagangan miliknya. Untuk itulah ia menyingkirkan Irman dan kini sedang berusaha menyingkirkan Firdaus. Ia tidak ingin kalah. Ia ingin hanya dagangannya yang laris dan orang lain tidak boleh mendapatkan satu pembeli pun yang datang ke tempat wisata.
Malam itu ia yakin sekali, kalau semua niatannya akan terlaksana dengan mudah. Seperti bagaimana Irman diserang oleh banaspati peliharaannya, begitu pula yang ia bayangkan akan terjadi pada Firdaus. Menyerang orang-orang itu adalah hal yang mudah bagi banaspati peliharaannya. Banaspati itu hanya perlu menjilat tubuh calon korbannya, lalu api akan langsung menjalari tubuh korban tanpa bisa dipadamkan lagi. Kegagalannya menandai gerobak milik Firdaus siang tadi benar-benar tidak membuat semangatnya surut. Justru dengan kegagalan itu, Giman menjadi semakin gila saat bertapa dan melupakan fakta bahwa dirinya harus pulang ke rumah agar tidak ada yang curiga.
Di tengah pertapaan panjangnya, hawa panas terasa begitu jelas mengelilingi dirinya di dalam gua tersebut. Ia tahu persis berasal dari mana hawa panas yang saat ini dirasakannya. Ia tahu, kalau banaspati peliharaannya baru saja kembali setelah pergi ke rumah Firdaus untuk menyerang. Perlahan, Giman membuka kedua matanya dan berhenti bertapa. Ia menatap banaspati yang kini sedang mendekam di atas bebatuan dalam gua tersebut. Giman jelas berharap banyak. Giman jelas ingin mendapat kabar baik mengenai kematian Firdaus malam itu, seperti saat banaspati peliharaannya berhasil membunuh Irman.
"Bagaimana, Le? Sudah kamu tuntaskan pekerjaanmu malam ini?" tanya Giman.
"Aku gagal. Calon korbanku kali ini dilindungi begitu ketat oleh orang-orang yang ada di sekelilingnya. Aku sudah mencoba dan hampir berhasil. Tapi aku justru terlempar dari hadapan calon korbanku karena dia tampaknya sudah dibentengi habis-habisan."
Kedua mata Giman pun mendadak membola. Wajahnya kini dipenuhi amarah yang pastinya akan sangat sulit untuk dibendung. Kedua tangannya mengepal begitu erat, seakan ingin menghancurkan sesuatu yang ada di dekatnya.
"Apa??? Kamu gagal lagi??? Bagaimana bisa usahamu digagalkan oleh manusia??? Kamu itu harusnya lebih kuat dari manusia mana pun!!! Kenapa bisa gagal, padahal Firdaus hanya dilindungi oleh manusia, bukan oleh makhluk halus seperti dirimu???" amuknya, penuh kekecewaan.
"Sudah kubilang, aku sudah berusaha! Calon korbanku dilindungi habis-habisan oleh orang-orang disekitarnya. Mereka bukan orang-orang biasa. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan sangat murni, sehingga sulit bagiku untuk menyerang korban. Bahkan sudah kuserang pun, aku akhirnya tetap gagal karena dia sudah dibentengi lebih dulu sebelum aku mendekat ke arahnya."
"Tetap saja seharusnya kamu tidak menyerah begitu saja!!! Kamu harusnya tetap berusaha lagi dan lagi sampai berhasil membuat Firdaus mati!!! Bukan malah memutuskan kembali ke sini tanpa membawa hasil apa-apa!!!"
"Kenapa kamu tidak mencoba sendiri, jika memang merasa lebih hebat dariku? Cobalah sendiri! Hadapi orang-orang yang melindungi calon korbanku itu, lalu ceritakan padaku jika pada akhirnya kamu tahu bahwa mereka sangat sulit untuk dikalahkan!"
Ruby menangkupkan tangannya pada kedua pipi Samsul, usai mendengar ajakan yang suaminya utarakan. Revan, Karel, dan Iqbal saat ini hanya bisa saling pandang, karena tidak ada satu pun dari mereka yang memahami arti ajakan Samsul barusan.
"Kamu melihatnya, Sayang? Kamu melihat di mana keberadaan gua yang harus kita datangi?" tanya Ruby, sangat lembut.
Samsul pun mengangguk. Ia menatap kedua mata Ruby begitu lama. Perasaannya menjadi jauh lebih tenang, saat menatap kedua mata yang selalu menyambutnya dengan penuh cinta setiap kali kegelisahan melanda hatinya. Pikirannya kembali jernih. Keadaannya kembali tenang seperti sediakala.
"Ya. Sangat jelas, Dek Ruby. Aku melihat keberadaannya sangat jelas di gua itu. Dia sengaja tidak menyalakan satu titik pun pencahayaan. Sepertinya dia menghindari menarik perhatian orang-orang yang mungkin melintas di depan gua tersebut. Entah para pendaki ataupun warga sekitar yang tinggal tak jauh dari sana. Tapi aku tetap bisa melihatnya dengan jelas, tepat saat aku akan membawa jiwa Pak Firdaus keluar dari alam bawah sadarnya," jawab Samsul.
Ruby pun memeluk Samsul dari arah samping. Ia berusaha menenangkan Samsul, karena tahu bahwa suaminya memang sedang membutuhkan banyak rasa tenang malam itu.
"Insya Allah tidak akan ada lagi hambatan, Sayang. Kita akan menemukannya. Kita akan menyelesaikan pekerjaan malam ini hingga tuntas," ujar Ruby, berusaha meyakinkan Samsul.
"Ya. Insya Allah harapan kita akan terkabul, Dek Ruby. Kali ini adalah terakhir kali dia bisa memerintah banaspati itu untuk mencelakai orang lain hingga meninggal dunia. Selanjutnya, kita akan hentikan dia bersama banaspati yang dia pelihara," balas Samsul.
Nadin dan Karel mendadak saling menatap. Keduanya mendapat firasat dan firasat itu berisi sesuatu yang berhubungan dengan Giman.
"Kita enggak perlu pergi ke mana-mana," ujar Nadin.
Samsul dan Ruby pun menoleh ke arah wanita itu dengan kompak. Keduanya langsung menyadari, bahwa Nadin dan Karel baru saja mendapat firasat pada waktu yang bersamaan.
"Dia akan datang ke sini. Dia sendiri yang akan mendatangi kita bersama banaspati peliharaannya," tambah Karel.
Iqbal pun segera mendekat pada Nadin. Ia merangkulnya dengan lembut, karena tahu bahwa Nadin kini sedang memikirkan firasat yang didapatnya.
"Bagaimana bisa begitu? Bagaimana bisa dia akan datang sendiri ke sini bersama banaspati peliharaannya? My Princess, bisakah kamu menjelaskan padaku?" tanya Iqbal.
Nadin menarik nafas selama beberapa saat, lalu mengembuskannya perlahan. Ia menatap Iqbal, lalu mengusap pipi suaminya itu dengan lembut.
"Sekarang kita bertujuh adalah targetnya, My Prince. Dia merasa bahwa kita harus dikalahkan lebih dulu, sebelum dia kembali menargetkan Pak Firdaus seperti tadi," jawab Nadin, apa adanya.
Iqbal pun seketika tersenyum. Wajah tenang pria itu benar-benar berhasil membuat Nadin ikut merasakan ketenangan yang sulit ia dapatkan sejak menerima firasat.
"Nyai Murti! Tolong awasi segala penjuru dan kabarkan padaku kalau banaspati beserta Tuannya yang tidak tahu diri itu sudah dekat," pinta Iqbal, lalu mulai memainkan celurit bulu ayam kesayangannya.
"HI ... HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI-HI!!!"
"Bal! Kamu harusnya berunding dulu sama kami, sebelum ...."
"Ruqyah, Revan," potong Iqbal, penuh semangat.
Revan pun tak melanjutkan ucapannya yang bernada protes barusan.
"Ruqyah Pak Firdaus dari dalam tubuhnya bersama Samsul. Reva dan Ruby akan meruqyah rumah ini dari bagian luar. Karel, Nadin, dan aku akan menunggu kedatangan banaspati dan Pak Giman yang enggak tahu diri itu," putus Iqbal, sebelum anggota timnya sempat memikirkan semua hal.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
BANASPATI
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 5 Baru beberapa hari melewati hari sebagai pengantin baru, Ruby langsung menerima pekerjaan yang kali itu sangatlah mendesak. Mendesaknya pekerjaan itu dikarenakan telah jatuhnya korban yang meninggal secara tida...