8 | Sedikit Resah

481 61 44
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Semua orang mendadak terdiam setelah mendengar suara ledakan dan juga pecahan kaca yang begitu nyaring. Tatapan hanya tertuju pada gerobak sate yang sejak tadi diamati oleh Revan, Reva, dan Samsul. Si pemilik gerobak juga terlihat kaget. Kedua tangannya gemetar, karena tidak menyangka kalau banaspati suruhannya akan gagal menandai gerobak milik Firdaus.

"Astaghfirullah, Pak Giman. Bapak baik-baik saja?" tanya Firdaus, sebagai tetangga terdekat.

"Apa yang meledak itu, Pak Giman? Apakah tabung gas?" tanya penjual sate kambing di sebelah.

"I--itu ... i--itu ... yang meledak itu ... saya ...."

"Istirahat dulu, Pak Giman. Tenangkan dulu perasaan sampeyan. Sampeyan kaget itu, Pak," saran salah satu Ibu-ibu yang sepertinya juga penjual sate dari deretan ketiga di depan.

Giman segera duduk di kursi. Ia pura-pura menenangkan diri, agar tidak ada yang curiga kepadanya meski baru saja mendengar suara ledakan yang menyebabkan kaca pada gerobak satenya pecah. Ia jelas tidak mau ada yang berpikiran macam-macam tentangnya, meskipun dirinya memang telah berbuat macam-macam untuk menyingkirkan saingannya ketika berjualan sate kambing.

"Enggak ada yang meledak, loh. Tapi, kok, tadi bunyinya nyaring sekali, ya?" heran Firdaus.

"Iya, loh. Malah ini sampai kaca gerobak Pak Giman pecah berkeping-keping."

Saat Giman merasa kalau dirinya harus kembali bersandiwara, ia segera bangkit dari kursi dan berjalan menuju ke arah gerobaknya.

"Tadi kompor saya yang mendadak meledak, Pak Fir. Saya terlalu lama mengeluarkan gas. Jadi saat terpantik api kompornya langsung mengeluarkan suara ledakan, akibat tersambar api pas saya pantik," jelasnya.

"Oh ... pantas saja suara ledakannya cukup keras. Ternyata gasnya terlalu lama keluar sebelum apinya memantik."

"Ya sudah, yang penting Pak Giman baik-baik saja dan enggak ada yang luka. Kalau kaca gerobak itu gampang diganti. Jangan terlalu dipikirkan."

Setelah semua orang kembali ke tempat masing-masing, Giman pun terlihat buru-buru pergi dari tempatnya berjualan. Dia tidak menutup tempatnya dan hanya pergi begitu saja, seakan menunjukkan kalau dirinya akan kembali lagi ke sana.

"Bagaimana? Apakah kamu sudah mengambil fotonya yang terlihat cukup jelas?" tanya Revan, berbisik.

"Sudah. Fotonya juga sudah aku kirimkan pada Ruby. Sekarang ... apa yang selanjutnya harus kita lakukan?" Reva balas bertanya.

"Kita jelas harus menunggu Bapak tadi kembali ke tempatnya berjualan. Kalau dia kembali dan menutup tempat jualannya, barulah kita akan mengikuti dia menuju tempat tinggalnya. Dengan begitu, kita bisa mengamati dia lebih dari yang tadi kita lakukan," jawab Samsul.

"Ya sudah, ayo cepat habiskan sate dan tongsengnya. Kita kembali ke mobilnya Pak Tirta, lalu kita mengawasi dari sana," saran Revan.

Reva dan Samsul setuju. Mereka segera menghabiskan sate kambing dan tongseng yang tersisa, kemudian membayar semuanya pada Firdaus. Setelah membayar, mereka kembali ke mobil milik Tirta dan mulai mengawasi dari sana melalui jendela yang gelap.

"Jadi ... penjual sate kambing yang berada di depan tempat kalian makan adalah orangnya? Banaspati itu pun sempat muncul di tempatnya saat kalian sedang makan?" tanya Tirta, setelah mendengar cerita dari Samsul.

"Iya, Pak. Banaspati itu hampir menandai gerobak milik Pak Firdaus, tempat kami makan sate. Untung saja dia gagal dan justru berbalik merusak gerobak sate milik Tuannya sendiri," jawab Reva.

"Lalu, apakah menurut kalian dia juga orang yang membuat Pak Irman dibunuh oleh banaspati?"

"Sejauh ini, hanya dia satu-satunya yang bisa kita curigai. Tapi jika memang ada sumber lainnya, mungkin nanti akan bisa ditemukan oleh anggota tim kami yang lain," ujar Revan.

"Sekarang sebaiknya kita fokus saja dulu pada petunjuk yang ada. Akan jauh lebih mudah jika kita fokus pada Pak Giman, karena sudah jelas tadi dia memerintahkan banaspati untuk menandai gerobak sate Pak Firdaus," tambah Samsul.

Apa yang Samsul katakan jelas benar. Akan lebih baik apabila mereka fokus dulu pada satu titik yang sudah ditemukan, meski masih abu-abu. Jika Giman kembali dan menutup jualannya, mereka akan mengikutinya seperti yang sudah direncanakan. Mereka tidak akan membiarkan petunjuk itu hilang begitu saja tanpa mencoba untuk melihat lebih jauh.

Zyana merasa heran, ketika Sammy dan Sandy mendadak memutus sambungan video call dari Revan. Mereka bahkan mengatakan sudah ada dosen, padahal saat itu sama sekali belum ada dosen yang muncul untuk mengajar.

"Kalian, kok, berbohong? Ada apa? Kenapa mendadak bicara begitu?" tanya Zyana.

Olivia, Niki, dan Agi juga ikut merasa heran. Padahal biasanya Sammy dan Sandy tidak pernah berbohong meski hanya seujung kuku.

"Mereka butuh alasan untuk menutup sambungan video call dengan kami. Ada hal yang sepertinya dilihat oleh Samsul, kemungkinan itu adalah makhluk halus," jawab Sammy.

"Wajah Revan dan Reva berubah kaku dan waspada, padahal tadi mereka sedang bercanda. Revan menghubungi Sammy hanya sebagai kamuflase. Mereka bertiga sedang mengawasi sesuatu, tapi butuh alasan agar tidak ketahuan kalau sedang mengawasi," jelas Sandy, yang jelas sudah biasa membaca situasi di balik diamnya.

Perasaan Zyana pun mendadak resah. Ia segera mengeluarkan ponselnya, karena ingin mencoba menanyakan pada Revan soal keadaan pemuda itu. Niki ataupun Olivia tidak menahannya. Mereka paham, bahwa Zyana kini tidak bisa hanya diam saja ketika mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan Revan. Agi menatap ke arah Sammy dan Sandy, sesaat setelah Zyana menjauh dari meja kantin yang mereka tempati.

"Apakah sangat kentara, jika Bang Revan sedang menghadapi sesuatu yang cukup serius?" tanya Agi.

"Ya. Sangat kentara. Revan ataupun Istriku sama-sama tidak bisa menyembunyikan ekspresi saat sedang dihadapkan dengan sesuatu yang cukup serius. Tapi bagi orang-orang yang tidak mengenal mereka, ekspresi mereka sama sekali tidak akan terlihat mencurigakan. Hanya kami-kami saja yang hafal dengan ekspresi mereka," jawab Sammy.

"Oh, syukurlah," ungkap Agi, sambil mengusap dadanya. "Akan berbahaya kalau mereka sampai tidak bisa menyembunyikan ekspresi di depan orang yang sedang diawasi. Orang itu akan langsung curiga dan menghindar sejauh mungkin, kalau sampai tahu bahwa Bang Revan sedang mengawasinya bersama Reva dan Samsul."

"Insya Allah mereka tidak akan ceroboh. Mereka sudah berpengalaman dalam pekerjaan yang mereka jalani. Jadi Insya Allah semua akan tetap terkendali seperti biasanya," ujar Niki, yang selalu percaya bahwa para sahabatnya bisa menjaga diri dengan baik.

Zyana kembali tak lama kemudian. Wanita itu duduk di tempatnya dan meletakkan ponsel di atas meja.

"Ada balasan dari Revan?" tanya Olivia.

"Ya. Dia membalas. Katanya saat ini dia sedang mengawasi dari dalam mobil, bukan lagi dari tempat penjual sate yang tadi dia kunjungi bersama Reva dan Samsul," jawab Zyana.

Olivia langsung merangkul Zyana dengan lembut, begitu pula dengan Niki. Keduanya menghibur wanita itu, meski tahu kalau saat ini Zyana lebih butuh menerima banyak kabar yang pasti dari Revan.

* * *

BANASPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang