17 | Sadar

550 73 41
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mendengar teriakan itu, Samsul segera menyimpan samurai pendeknya lalu mendekat pada Iqbal dan Revan dengan panik. Wajah Firdaus terlihat memucat. Seakan pria paruh baya itu baru saja kehilangan darah sangat banyak dari tubuhnya.

"BAPAK!!! YA ALLAH, PAK!!!" jerit Ismi, histeris.

Jeritan Ismi jelas mengundang tanda tanya warga sekitar. Tirta dan Nuril tahu, bahwa sebentar lagi rumah itu akan segera ramai oleh kedatangan warga apabila tidak segera diatasi. Ruby dan Reva berupaya keras menahan Ismi agar tidak mendekat pada Firdaus. Karena saat ini mereka sama sekali belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada pria paruh baya tersebut. Karel dan Nadin tiba di belakang Samsul untuk memastikan apa yang terjadi pada Firdaus.

"Ini kenapa, Van? Kenapa Pak Firdaus bisa tidak sadarkan diri seperti ini?" tanya Samsul.

"Kami sudah mencoba membentengi diri Pak Firdaus, Sul. Berhasil. Tapi sepertinya ada bagian tubuh Pak Firdaus yang tidak terkena air yang kami siramkan ke tubuhnya. Kami berdua sangat terburu-buru tadi. Kami tidak sempat lagi memastikan apakah airnya sudah benar-benar rata atau belum, karena banaspati itu lolos dari kepunganmu, Karel, dan Nadin," jawab Revan, menjelaskan sebisa mungkin.

"Pak Firdaus terserempet hawa api dari tubuh banaspati, Sul. Hanya terserempet. Tapi dia langsung tidak sadarkan diri seperti ini," tambah Iqbal, dengan nafas terengah-engah.

"Kalau begitu ayo segera bawa Pak Firdaus ke dalam rumah. Aku akan coba memasuki alam bawah sadarnya," ajak Samsul.

Semua pria--kecuali Tirta dan Nuril--langsung mengangkat tubuh Firdaus ke dalam rumah. Ismi ditenangkan oleh Nadin, Reva, dan Ruby. Sebisa mungkin mereka berupaya untuk menenangkan Ismi, agar Samsul bisa berkonsentrasi memasuki alam bawah sadar Firdaus. Warga yang berkumpul usai mendengar jeritan Ismi kini sedang diberi pengertian oleh Tirta dan Nuril. RT dan RW setempat ikut datang, karena baru saja menerima laporan dari warga yang mendengar keributan di halaman rumah Firdaus serta laporan adanya kobaran api yang sempat terlihat.

Firdaus segera ditempatkan di atas sofa ruang tamu. Anak-anaknya diminta untuk tetap berada di kamar, karena sejak tadi mereka ternyata ada di dalam rumah dan tidak berani keluar saat ada banaspati. Samsul melepaskan tas kecil miliknya dan meletakkannya di atas meja. Ia segera berlutut di samping sofa, tepat di sisi Firdaus yang sudah berbaring dengan posisi sempurna. Pria itu mulai menutup matanya, lalu berkonsentrasi untuk berdoa lebih dulu sebelum memasuki alam bawah sadar Firdaus.

"A'udzubillahi minasy-syaithanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Allahumma inni a'udzubika minal hammi wal huzni, wal ajzi, wal kasali, wal bukhli, wal jubni, wal dhola'id daini, wa gholabatir rijali," batin Samsul.

Pria itu kemudian membuka kedua matanya. Semua orang tahu kalau itu adalah pertanda bahwa Samsul telah selesai berdoa. Samsul kini menatap ke arah Firdaus, lalu bersiap untuk menyentuh dada pria paruh baya itu.

"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Samsul.

Ia berhasil menembus alam bawah sadar Firdaus dalam sekejap. Sama sekali tidak ada hambatan yang menyulitkan. Namun Sayang, di sana Samsul melihat banyaknya kobaran api yang membentang. Kobaran api itu berada di atas bara. Membuat Samsul sedikit ragu saat akan melangkah mencari keberadaan jiwa Firdaus.

"Ya Allah, kenapa keadaannya sesulit ini? Berilah aku pentunjuk, Ya Allah. Mudahkan jalanku untuk membantu korban kali ini," gumam Samsul.

Samsul mencoba melangkahkan kaki. Ada rasa panas yang mulai menjalar perlahan pada bagian telapak kakinya, namun ia berusaha mengabaikan hal tersebut. Ia hanya ingin menemukan keberadaan jiwa Firdaus, agar bisa ia bawa kembali untuk menyadarkannya. Meskipun terasa sakit, ia memilih untuk tidak peduli dengan rasa sakitnya. Pandangannya ia edarkan ke seluruh tempat yang bisa ia tatap. Ia berharap ada satu saja titik yang bisa membuatnya yakin, bahwa di sanalah jiwa Firdaus berada.

Setelah agak lama mencari, sosok Firdaus akhirnya terlihat oleh Samsul. Ia baru menyadari kalau dirinya saat itu telah berada di ujung dari tempatnya melangkah tadi. Ia segera mendekat pada Firdaus yang tampak begitu putus asa dengan kobaran api di sekelilingnya. Samsul menyentuh pundaknya, membuat Firdaus langsung berbalik ke arah Samsul saat itu juga.

"Mas Samsul? Ya Allah, Mas! Tolong saya, Mas. Kaki saya rasanya panas sekali sejak tadi, Mas," mohon Firdaus, mulai merasa ada harapan ketika melihat wajah Samsul.

"Iya, Pak. Saya masuk ke sini memang bertujuan untuk membawa Pak Firdaus kembali. Ayo, Pak. Melangkah saja, jangan ragu. Semua ini dan juga rasa sakit yang Bapak rasakan hanya manipulasi banaspati itu, Pak. Jadi, abaikan saja dan percayakan semuanya pada saya," jelas Samsul.

"Hanya manipulasi, Mas Samsul? Benar-benar hanya manipulasi dan tidak nyata? Tapi ... kenapa rasa sakitnya seperti sungguhan di kaki saya, Mas? Apakah tidak akan terjadi hal yang buruk, kalau saya tetap melangkah seperti yang Mas Samsul sarankan?" tanya Firdaus, agak sedikit ragu.

"Demi Allah, Pak. Rasa sakit itu hanya manipulasi banaspati yang mengincar Bapak. Kalau Bapak terus terjebak di sini, dia akan kembali datang dan benar-benar membakar seluruh tubuh Bapak seperti yang terjadi pada Almarhum Pak Irman. Saya datang ke sini untuk membantu Bapak, agar terbebas dari tempat ini. Pikirkan Istri dan anak-anak Bapak. Mereka saat ini sama-sama menantikan Bapak agar kembali sadar seperti biasanya. Maka dari itu, ayo, Pak Firdaus. Kumpulkan keberanian Bapak, lupakan rasa sakit yang terasa di bawah kaki Bapak dan ikutlah melangkah bersama saya."

Firdaus kembali menatap bara api dan kobaran api yang terus membesar. Ia benar-benar ragu dengan bujukan Samsul. Namun saat Samsul mengingatkan dirinya pada Ismi dan kedua anaknya, rasa ragu itu sudah jelas harus segera ia tepis.

"Saya masih saja merasa takut, Mas Samsul. Kaki saya benar-benar kesakitan saat ini."

Samsul memegang kedua bahu Firdaus dengan tegas. Ia berusaha lagi lebih keras, agar dapat meyakinkan pria paruh baya tersebut.

"Hanya satu kali melangkah, Pak Firdaus. Satu kali saja Bapak melangkah, lalu sisanya biar saya yang urus. Biarkan saya membantu Bapak keluar dari sini. Saya hanya butuh Bapak agar jangan menyerah. Kalau Pak Firdaus menyerah, maka usaha saya dan seluruh anggota tim saya untuk menyelamatkan Bapak dari banaspati akan gagal. Jangan biarkan dia menang, Pak. Ayo, Pak Firdaus pasti bisa keluar dari sini jika melangkah satu kali saja," bujuk Samsul.

"Apakah benar-benar hanya perlu satu kali melangkah, Mas Samsul? Tidak perlu saya melangkah lagi untuk yang seterusnya?" Firdaus benar-benar butuh dibantu untuk yakin.

"Iya, Pak. Hanya satu kali saja. Serahkan semuanya pada Allah. Saat ini, hanya Allah yang akan memberi bantuan pada Bapak melalui diri saya."

Meskipun tetap ragu, Firdaus akhirnya memantapkan diri untuk melangkah satu kali dari tempatnya berdiri saat itu. Ia langsung meraih uluran tangan Samsul setelah melangkah, sehingga Samsul bisa menggenggam tangannya dengan kuat. Hanya sekejap, kesadaran Firdaus akhirnya benar-benar kembali. Semua orang melihat dengan jelas, bagaimana saat Firdaus kembali membuka kedua matanya.

"Alhamdulillah, Ya Allah!!!" seru semua orang, merasa sangat lega.

Nadin pun membiarkan Ismi mendekat pada Firdaus. Wanita paruh baya itu langsung memeluk suaminya bersama kedua anak mereka yang juga terus saja menangis sejak tadi. Samsul terduduk di lantai sambil memandangi kedua telapak kakinya yang masih terbalut kaus kaki. Rasa sakit yang ia rasakan sudah hilang, sehingga ia yakin kalau Firdaus pun juga merasakan hal yang sama.

Ruby menghampirinya dan memeluknya dengan erat. Samsul menatapnya, setelah mengecup keningnya begitu lama.

"Bromo, Dek Ruby Sayang. Dia ada di gua tepian Gunung Bromo. Ayo, sebaiknya kita segera ke sana," ajak Samsul.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

BANASPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang