- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
Benar saja, energi negatif yang Nadin rasakan akhirnya menunjukkan wujudnya. Banaspati yang mereka nantikan akhirnya terlihat melayang dengan cepat ke arah rumah itu. Para warga yang berada di depan pagar rumah sama sekali tidak menyadari kedatangannya. Meski banaspati menampakkan wujudnya malam itu, mereka sepertinya tetap saja tidak akan mau pergi dari sana. Ucapan Wasto dan Rustam benar-benar lebih mereka percaya, daripada peringatan yang Karel telah tekankan sebanyak dua kali sebelumnya.
"Apakah sebaiknya kita kembali memberi mereka peringatan?" tanya Ruby.
"Cobalah, By. Tapi jangan sakit hati kalau setelahnya kamu akan mendapat caci maki seperti yang aku dapatkan," jawab Karel, pasrah.
Ruby menatap ke arah pagar. Tatapan tajam Wasto dan Rustam menyambutnya, padahal ia sama sekali belum melangkah menuju pagar.
"Apa lihat-lihat??? Mau coba pengaruhi kami lagi dengan ucapan bohongmu, hah???" tuduh Rustam.
"Mau bicara omong kosong apa lagi kamu??? Kamu pikir kami ini orang bodoh, hah??? Kamu pikir kami ini ...."
BRUBBBBHHHH!!!
Api dari wujud banaspati yang memasuki pekarangan rumah milik Firdaus benar-benar menyambar semua orang yang berada di luar pagar. Kejadiannya terjadi sangat cepat, sehingga Ruby pun bahkan tidak sempat menanggapi caci maki Rustam maupun Wasto.
"ARGGGGHHHHHHHHH!!! PANAS!!!! TOLONG!!! PANAS!!!"
"ARGGGGHHHHHH!!! AKU TERBAKAR!!! TOLONG AKU!!! TOLONG!!!"
Suara teriakan demi teriakan dari para warga yang tubuhnya tersambar api memenuhi telinga semua orang. Orang-orang yang tadi sempat menyingkir, kini ikut panik. Mereka berusaha membantu memadamkan api pada tubuh orang-orang yang terbakar, namun api itu benar-benar tak bisa dipadamkan seperti yang sudah Karel peringatkan. Semuanya benar-benar terlambat. Malam itu, Sumber Wetan benar-benar menjadi lautan api yang tak bisa dikendalikan.
"Mas!!! Tolong Suami saya, Mas!!! Tolong, Mas!!! Saya mohon," pinta Rumtini--Istri Warto.
Karel hanya bisa menggelengkan kepala. Ekspresi wajahnya menampakkan kesedihan yang mendalam. Ia ingin membantu, namun tahu bahwa semuanya hanya akan sia-sia.
"Terlambat, Bu. Seharusnya Ibu paksa Suami Ibu pergi dari pagar itu sejak tadi," balas Ruby, mulai tak bisa mengendalikan airmatanya.
"Maafkan kami, Bu. Kami bisa membantu mencegah agar Suami Ibu tidak terbakar, tapi tidak bisa membantu memadamkan apinya apabila sudah terbakar. Maafkan kami," ucap Reva, berusaha keras untuk tidak menangis.
Melihat kematian masal bukanlah salah satu yang mereka harapkan. Mereka ingin semua berakhir dengan tenang seperti biasanya. Namun apa boleh dikata, jika para warga sendiri yang tidak bisa diajak bekerja sama. Tirta dan Nuril hanya bisa menatap ngeri dari balik jendela rumah. Ismi bahkan langsung bersembunyi dalam pelukan Firdaus, setelah melihat betapa mengerikannya nasib warga yang terbakar oleh api banaspati. Banaspati itu sendiri saat ini sedang berputar-putar di atas. Pagar rumah Firdaus sudah kosong setelah para warga yang terbakar berlari dari sana untuk mencari bantuan.
"Tinggal Pak Giman saja yang belum muncul. Banaspati itu tampaknya sedang mencoba menakut-nakuti kita," ujar Iqbal.
Ruby mencoba berhenti menangis, lalu menatap ke arah banaspati yang masih melayang-layang di atas sana.
"Sampai banaspati itu turun, akan kucacah wujudnya habis-habisan!" tegas Ruby, tak main-main.
"Ya. Kita akan mencacahnya bersama, Dek Ruby. Kita tidak akan biarkan dia lolos lagi malam ini," tanggap Samsul, sambil mengusap airmata di wajah istrinya.
"Dia datang, guys!" seru Revan, saat melihat sosok Giman yang berjalan dengan tenang.
Giman tampak menatap ke arah para warga yang terbakar. Ia hanya tersenyum miring, karena tahu bahwa itu adalah hasil dari kebodohan mereka sendiri yang selalu ingin ikut campur urusan orang lain.
"Mati saja. Tidak ada gunanya juga jika mereka tetap hidup," gumamnya, lirih.
Tatapan Giman pun beralih ke arah halaman rumah milik Firdaus. Di sana ia melihat tujuh orang yang sudah menantinya sejak tadi. Wajahnya tetap tenang, meski dalam hatinya tersimpan amarah yang siap untuk diledakkan. Giman berjalan ke depan pagar rumah Firdaus. Beberapa warga melihat sosoknya, namun tak berani mendekat setelah tadi banaspati peliharaan laki-laki itu membakar orang-orang yang berdiri di depan pagar rumah Firdaus. Mereka memilih untuk tidak mendekat dan tidak ikut campur. Mereka takut ikut tidak selamat seperti yang tadi terbakar.
Giman tahu bahwa pagar rumah Firdaus tidak akan bisa dibuka. Untuk itulah ia memilih mengeluarkan ilmunya, untuk membantu dirinya melompati pagar itu. Dalam sekejap, laki-laki itu telah berpindah ke halaman rumah, dan tampak sangat siap untuk menghadapi ketujuh orang yang telah menunggunya. Nuril benar-benar tak bisa berkata-kata, saat melihat bukti bahwa Giman adalah orang yang memelihara banaspati. Tirta segera menariknya dari jendela, agar Giman tidak bisa melihat keberadaannya.
"Ada apa, Pak Tirta? Kenapa Bapak menarik saya agar menjauh dari jendela?" tanya Nuril.
"Mencegah saja, Mas Nuril. Jangan sampai Pak Giman melihat keberadaan Mas Nuril, lalu nantinya dia berniat mencelakai Mas Nuril dan istri karena dianggap sebagai orang yang telah membocorkan keberadaannya," jawab Tirta.
"Itu benar, Mas Nuril. Sebaiknya Mas Nuril jangan berdiri di dekat jendela. Demi kebaikan Mas Nuril dan keluarga," Firdaus setuju.
Nuril pun menuruti hal itu. Kini ia duduk di sofa seraya termenung. Ia kembali mengingat raut wajah Fadil yang masih ada dalam ingatannya, tanpa seorang pun tahu.
Di luar, Samsul, Ruby, dan Revan segera memisahkan diri diam-diam. Mereka sengaja mundur, karena akan menghadapi banaspati apabila diperintah turun oleh Giman. Reva dan Iqbal ada di tengah, sementara kiri kanan mereka saat ini ada Karel dan Nadin yang sudah siap memgeluarkan energi untuk bertarung. Iqbal menoleh ke belakang, tepat ke arah atap rumah Firdaus. Nyai Murti masih ada di sana meski tak lagi menampakkan wujud. Nyai Murti masih mengawasinya sejak tadi, agar Iqbal tidak terkena serangan dari sisi mana pun. Hal itu membuat dirinya segera mendekat pada Karel, lalu membisikkan sesuatu di telinga sepupunya tersebut.
"Ikutlah mundur, Rel. Samsul akan butuh bantuanmu untuk menjaga Ruby dan Revan ketika menghadapi banaspati."
"Lalu bagaimana dengan pertarungan di depan sini, Bal?" tanya Karel, ikut berbisik.
"Istriku akan melindungi Reva sepenuhnya. Sementara aku akan dilindungi oleh Nyai Murti," jawabnya, tanpa merasa ragu.
Karel pun mundur pelan-pelan, sehingga Giman sama sekali tidak menyadari langkahnya.
"Sebaiknya kalian menyerah saja, sebelum kalian menjadi arang seperti para warga yang tadi terbakar itu," saran Giman.
"Tutup mulutmu, tua bangka! Jangan harap kami akan menyerah seperti yang kamu inginkan!" balas Reva, penuh kemarahan.
Giman pun tertawa usai mendengar balasan tersebut. Laki-laki itu benar-benar meremehkan ketujuh orang yang saat itu ada di hadapannya.
"Baiklah, kalau kalian tidak mau menyerah. Kalau malam ini kalian akhirnya ikut mati terbakar, jangan pernah sesali."
* * *
SAMPAI JUMPA BESOK 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
BANASPATI
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 5 Baru beberapa hari melewati hari sebagai pengantin baru, Ruby langsung menerima pekerjaan yang kali itu sangatlah mendesak. Mendesaknya pekerjaan itu dikarenakan telah jatuhnya korban yang meninggal secara tida...