28 | Rencana Pertemuan

314 36 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

REVAN
Assalamu'alaikum, Zya. Ini baru jam sebelas, tapi aku sudah berada di bandara bersama yang lain. Penerbangan kami terjadwal pukul satu nanti, setelah shalat dzuhur dan jam makan siang. Kamu ada di mana sekarang? Bagaimana pekerjaan kamu dan yang lainnya? Apakah semuanya lancar? Kabari aku jika kamu sempat, ya. Selalu berhati-hati di mana pun kamu berada. Jangan lupa berdoa, berdzikir, dan shalat. Aku akan tunggu balasanmu. Jangan terlalu terburu-buru.

Setelah mengirim pesan itu, Revan kembali menyimpan ponselnya dan mendekap Pangsit. Pangsit sedang mencari ancang-ancang. Kucing jantan nan garang itu tampaknya ingin melompat ke pangkuan Samsul, yang saat itu sedang menyuapi Ruby nasi goreng. Meski tahu kalau Ruby sedang tidak bisa makan sendiri karena harus mendekap Tumpeng, tetap saja Pangsit berniat mengganggu kesenangan Samsul. Reva sudah sejak tadi menutup kedua telinganya, karena Samsul tak juga berhenti menyanyi untuk menghibur Ruby.

"Sehari tanpa, tanpa kau sayang ...
rasanya waktu, waktu yang panjang. Bukti cinta, cintaku padamu ... kumohon jangan kau abaikan. Dukamu duka, dukaku sayang ... gundahmu gundah, gundahku Sayang. Kuharapkan kau-kau-kau-kau menyelami ... dalamnya lautan cintaku*."

Reva menghela nafasnya dan membuka kedua telinga yang ia tutup sejak tadi. Nadin dan Iqbal--seperti biasa--hanya bisa tertawa di atas penderitaan Reva ketika suara Samsul mulai beraksi.

"Sul, berhenti nyanyinya! Kalau kamu enggak berhenti juga, jangan salahkan aku kalau sekarang kamu bakalan aku seret ke laut. Biar kamu bisa kubuat menyelam sampai dasar, seperti lagu yang barusan kamu nyanyikan!" ancam Reva.

Samsul langsung memajukan bibirnya beberapa inci, setelah mendengar ancaman itu.

"Kenapa, sih, Va? Sammy enggak pernah nyanyi, ya, buat kamu? Makanya, kasih tahu dia supaya jangan terlalu sering dengar lagu Pop Sunda kesukaan Opa dan Oma. Suruh Sammy dengar lagunya Linkin Park atau Eminem, sana. Biar seleranya sama dengan seleramu," saran Samsul.

"Atau bisa juga, lagu Pop Sunda diubah liriknya pakai lagu Linkin Park atau Eminem, Va. Sudah coba?" Karel ikut memberi saran.

Reva langsung melirik tajam ke arah Karel. Membuat pria itu sadar diri dan bangkit dari kursinya untuk menghubungi Ailin. Samsul pun tertawa saat memikirkan ide yang Karel cetuskan untuk Reva. Ruby hanya bisa mengusap-usap kepala Tumpeng sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Duh ... enggak bisa kubayangkan lagu Numb nadanya pakai nada lagu Doel Sumbang," ujar Samsul.

"Sul ... enggak usah nyari perkara," saran Revan. "Kalau Pangsit sampai terlepas dari pelukanku, maka riwayat wajah gantengmu itu akan tamat siang ini."

"Van, enggak usah mengancam Samsul. Fokus saja sama tujuan dan niatmu hari ini. Jangan pikirkan yang lain," lerai Iqbal, sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Revan sebagai kode untuk suatu hal.

Nadin jelas menyadari kode tersebut. Membuat ia segera bertanya pada suaminya, meski harus berbisik-bisik agar yang lain tak tahu. Revan pun kembali diam dan memikirkan Zyana seperti tadi. Samsul kembali menyuapi Ruby dan bernyanyi lagi. Reva sudah malas pusing dan memilih menghubungi Sammy selama menunggu di bandara. Ponsel Revan berdering tak lama kemudian, membuatnya segera mengeluarkan benda pipih itu dari dalam saku. Pesan balasan dari Zyana baru saja masuk. Ia segera membukanya, karena tidak ingin membuat wanita itu menunggu terlalu lama.

ZYA
Wa'alaikumsalam, Van. Aku sedang menelusuri satu daerah saat ini. Daerah ini masih berada di kawasan Jakarta Timur. Kami menelusuri ke daerah ini, karena orang yang kami curigai sering sekali ke sini, meski rumahnya sangat jauh dari sini. Menurut warga sekitar, orang itu terus mendatangi satu rumah yang pemiliknya sama sekali tidak akrab dengan warga di sini. Kalau ada perkembangan baru, akan kukabari kamu lagi. Oh ya, jangan lupa berdoa saat kamu naik ke pesawat. Aku akan langsung pulang ke rumah Keluarga Wiratama, setelah pekerjaanku selesai. Kamu bisa pulang dulu ke rumah orangtuamu untuk beristirahat. Karena mungkin aku tidak akan berada di sana kalau kamu terlalu cepat datang. Insya Allah aku akan kabari kamu, jika aku sudah pulang ke rumah.

REVAN
Aku akan menunggu kamu pulang di rumah Keluarga Wiratama. Sesuai janjiku, aku akan langsung menemui kamu saat tiba di Jakarta. Bekerjalah dengan tenang. Jangan gegabah meski kamu sudah tahu ke mana tujuan orang yang kalian curigai. Usahakan selalu membuat jarak, agar orang yang kalian curigai tidak sadar jika dirinya diikuti.

Tepat pukul satu, ketujuh anggota tim itu akhirnya naik ke pesawat. Setelah pesawat lepas landas, Revan terus menatap ke luar jendela dan memikirkan Zyana. Iqbal benar, bahwa ia hanya harus fokus pada tujuannya terhadap Zyana hari itu. Jam berapa pun nanti mereka bertemu, Revan akan tetap menantikan pertemuan itu hingga terwujud. Tak lupa, ia terus berdoa agar segalanya berjalan lancar tanpa ada hambatan. Meski ada hambatan, ia berharap Allah akan selalu membimbingnya agar bisa menyingkirkan hambatan itu dengan mudah.

Pesawat akhirnya mendarat di Bandara Soekarno-Hatta pada pukul setengah tiga sore. Mobil travel telah menunggu mereka bertujuh dan kembali membawa mereka ke kantor untuk mengambil kendaraan masing-masing. Revan telah memberi tahu Tari dan Rasyid, bahwa dirinya tidak akan langsung pulang ke rumah setelah bekerja. Ia akan pergi ke rumah Raja dan Ziva, karena telah berjanji akan menemui Zyana. Tari dan Rasyid tentu saja mengizinkan. Mereka jelas tahu, bahwa Revan saat ini benar-benar telah mempersiapkan diri untuk menghadapi banyak hal.

ZYA
Aku dan yang lainnya baru saja selesai berhadapan dengan orang yang kami curigai beserta dukun kepercayaannya. Kamu enggak akan percaya pastinya, kalau kubilang bahwa aku baru saja membuat seseorang babak belur bersama Oliv.

Revan tertawa pelan saat membaca pesan itu. Ia mengetik balasan secepat mungkin, sebelum melajukan mobilnya menuju rumah Keluarga Wiratama.

REVAN
Aku percaya kamu, Zya. Aku tahu kapasitas dirimu yang sebenarnya, hanya saja selama ini kamu tidak pernah mengasah kapasitas dirimu itu. Apalagi saat Oliv menjadi partner kamu ketika berkelahi. Oh ... sudah jelas lawan kalian akan babak belur hanya dalam sekejap mata. Aku sudah bisa membayangkan semuanya, saat kamu mulai bercerita. By the way, aku sudah sampai di Jakarta. Sekarang aku akan menuju ke rumah Keluarga Wiratama dan menunggu kamu di sana. Aku jalan dulu. Nanti Insya Allah kamu akan kuhubungi lagi.

ZYA
Aku juga akan segera pulang, Van, Insya Allah. Kami hanya perlu kembali ke rumah korban, lalu setelah itu kami akan menyerahkan sisa urusan lain pada pihak kepolisian yang mengundang kami dalam pekerjaan ini. Aku akan berhati-hati ketika mengemudi saat pulang. Jadi, ayo bertemu seperti yang sudah kita janjikan.

* * *

*Camelia Malik - Lautan Cinta

BANASPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang