16 | Mencoba Lagi

964 76 54
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Waktu maghrib akhirnya tiba. Pembicaraan dengan pemilik kontrakan yang disewa oleh Giman berjalan alot. Pemilik kontrakan tidak bisa memberi izin untuk menggeledah rumah itu, karena sama sekali tidak ada bukti yang bisa diberikan oleh mereka bahwa Giman adalah orang yang benar-benar memelihara banaspati. Pemilik kontrakan itu bersikeras, hanya boleh menggeledah apabila ada bukti yang bisa ditunjukkan kepadanya.

Karena tidak juga mendapatkan titik temu dalam pembicaraan itu, akhirnya mereka menyerah dan memilih segera melaksanakan shalat maghrib di mushala terdekat. Pemilik kontrakan itu sama sekali tidak mau bekerja sama, karena takut kontrakannya tidak akan diminati lagi jika sampai benar bahwa pengontraknya adalah seorang pemelihara banaspati. Firdaus juga ikut shalat maghrib bersama mereka, karena tidak ingin membuang waktu di jalan jika harus tiba di rumah lebih dulu.

Setelah selesai shalat maghrib, mereka pun berjalan kembali menuju rumah Firdaus. Keadaan sudah gelap. Jalanan kini hanya diterangi oleh lampu-lampu yang temaram. Namun begitu, mereka masih bisa melihat dengan jelas jalanan yang dilalui.

"Sulit sekali rupanya membujuk orang yang sudah sepuh. Bukannya berpikiran bijak, pikirannya justru takut kontrakannya tidak laku jika benar-benar pengontraknya adalah pemelihara banaspati," ujar Tirta, sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Ketakutannya justru akan terkabul, apabila rumah itu tetap dibiarkan kosong seperti sekarang. Karena nanti, saat kami berhasil menemukan Pak Giman dan membuatnya kalah bersama banaspati yang dia pelihara, maka rumah itu akan terbakar dengan sendirinya dan pemilik kontrakan itu akan merugi lebih besar," tanggap Samsul.

"Eh? Begitukah, Mas Samsul? Kalau rumahnya tetap dibiarkan kosong, maka nanti akan terbakar dengan sendirinya?" kaget Firdaus.

"Iya, Pak. Itu benar. Andai saja rumah itu boleh kami geledah, maka kami akan berusaha membuat rumah itu tidak terbakar, meski nanti akan mengalahkan Pak Giman dan banaspatinya. Rumah seorang pemelihara banaspati akan selalu terbakar pada akhirnya, karena menandakan bahwa ritual yang dijalani selama ini telah gagal. Jadi karena kami dihalangi menggeledah, mau tidak mau pemilik kontrakan itu harus menerima jika rumah itu akhirnya terbakar," jelas Karel.

Mendengar penjelasan itu, Firdaus, Tirta, maupun Nuril langsung bergidik ngeri. Mereka tidak bisa membayangkan, bagaimana jadinya jika sampai terjadi kebakaran hebat di kontrakan tadi. Saat ini mungkin belum. Tapi saat Giman ditemukan, maka tentu saja keadaan akan berubah mencekam.

Ismi terlihat berdiri di teras. Ia sengaja menunggui suaminya pulang, karena perasaannya mendadak tidak enak. Saat ia melihat kalau Firdaus baik-baik saja, perasannya pun mulai terasa lega meski hanya sedikit. Sayang, baru saja Firdaus akan tiba di teras rumah, banaspati mendadak muncul dan hendak menyambar tubuhnya.

"Awas, Pak!!!" teriak Iqbal, yang dengan cepat meraih tubuh pria paruh baya itu hingga mereka terjatuh di halaman.

"Astaghfirullah!!! Bapak!!!" teriak Ismi, yang langsung berlari menuju ke arah suaminya.

Jika saja terlambat Iqbal meraih tubuh Firdaus, maka mereka sudah pasti tidak akan bisa menyelamatkannya. Banaspati itu datang bukan hanya untuk menandai calon korban, tapi datang untuk langsung membunuh korbannya detik itu juga.

"Lindungi Pak Firdaus!!!" titah Samsul.

Karel dan Nadin mengeluarkan energi mereka sebanyak mungkin, sambil mencoba menyerang banaspati yang masih melayang-layang di halaman rumah itu. Samsul ikut menyerang, sementara Ruby mengarahkan Iqbal dan Revan agar membawa Firdaus menjauh dari halaman.

"Pak Tirta dan Mas Nuril silakan ikut pergi. Sebisa mungkin jangan berada di dekat halaman ini," pinta Reva.

"Iya. Kami akan ikut menyingkir dan melindungi Pak Firdaus, Mbak Reva," tanggap Tirta.

Nuril masih menatap tak percaya ke arah banaspati yang akhirnya ia lihat dengan mata kepala sendiri. Ia kembali teringat dengan Fadil, anak kecil yang pernah menjadi siswanya dan harus meninggal akibat dikorbankan oleh orangtua sendiri. Perasaannya mendadak terasa sakit, saat mengingat fakta itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksanya Fadil ketika dikorbankan sebelum akhirnya meninggal dengan tragis. Semua itu terjadi akibat nafsu duniawi Bapaknya semata. Semua itu terjadi akibat keserakahan manusia yang pikirannya sudah ditutupi oleh setan.

"Mas Nuril! Ayo cepat, segeralah menyingkir ke sini!" panggil Tirta.

Suara Tirta membuat Nuril tersadar kembali. Ia segera menoleh, lalu ikut pergi bersama Tirta menuju bagian samping rumah. Perlawanan terhadap banaspati yang berusaha ingin mendekat pada Firdaus belum berakhir. Karel, Nadin, dan Samsul masih berusaha keras melawannya tanpa henti. Iqbal menoleh ke arah ransel milik Revan, lalu membukanya meski ransel itu masih dipakai oleh Revan.

"Kenapa, Bal? Kamu mau apa?" tanya Revan, sedikit kaget.

"Ambil air, Van! Ayo bentengi Pak Firdaus sebisa yang kita mampu," jawab Iqbal.

Revan segera melepas ranselnya. Iqbal benar-benar mengeluarkan beberapa botol air, lalu mendoakannya bersama Revan. Ruby dan Reva berjaga di sekeliling mereka. Mewaspadai jika banaspati itu berhasil lolos dari kepungan Karel, Samsul, dan Nadin.

"A'udzubillahi minasy-syaithanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. A'uudzu bi kalimaatil laahit taammaatillatii laa yujaawizuhunna barruw wa laa faajirum min syarri maa khalaq, wa dzara-a wa bara-a wa min syarri maa yunazzilu minas samaa-i wa min syarri maa ya'ruju fiihaa, wa min syarri maa dzara-a fil ardh, wa min syarri ma yakhruju minhaa, wa min syarri fitanil laili wan nahaar, wa min syarri kulli thaariqin illaa thaarigan yathruqu bi khairin yaa rahmaan."

Air dari kedua botol itu segera ditiup oleh mereka sebanyak tiga kali. Keduanya kemudian mendekat pada Firdaus, karena harus membentengi diri pria paruh baya tersebut.

"Maaf, Pak Firdaus. Kami harus menyiram seluruh tubuh Bapak dengan air ini sampai merata," ujar Iqbal, memohon izin.

"Ya ... ya ... silakan, Mas," tanggap Firdaus, memberi izin.

Revan dan Iqbal pun dengan cepat menyiram seluruh tubuh Firdaus dengan air tersebut. Air itu harus berhasil menyentuh seluruh kulit Firdaus, agar tubuhnya terlindungi dari luar untuk sementara waktu.

"Lolos!!! Banaspati itu lolos!!!" seru Reva, memberi peringatan.

"Ya Allah, bantu kami," lirih Revan, mencoba untuk tetap tenang.

Air yang mereka tuangkan belum merata sepenuhnya pada tubuh Firdaus. Banaspati itu hampir mendekat ke arah mereka dan mencoba menyerang Firdaus seperti tadi. Reva dan Ruby menghadangnya sebisa yang mereka mampu. Namun nyatanya mereka justru terdorong oleh hawa panas dari tubuh banaspati itu, hingga tersungkur ke tanah bersama Tirta, Nuril, dan Ismi.

Iqbal berbalik dengan cepat dan menyiram ke arah banaspati itu dengan sisa air yang masih ada. Hal tersebut berhasil membuatnya mundur sesaat, namun kembali memaksa maju tepat ke arah Firdaus. Sayang, sebagian tubuh Firdaus sudah terbentengi oleh air yang telah didoakan tadi. Membuat banaspati itu terlempar ke samping dan gagal membakar tubuh Firdaus sebagaimana mestinya.

Tahu bahwa Firdaus telah diberi perlindungan, banaspati itu marah dan berniat pergi dari sana. Namun tanpa terduga, bagian tubuh Firdaus yang belum terkena air justru terserempet oleh hawa api banaspati. Hal itu membuat Firdaus terjatuh dan tak sadarkan diri secara mendadak. Revan dan Iqbal berhasil menangkap tubuhnya, namun kesadaran Firdaus tak bisa dikembalikan oleh mereka.

"Samsul!!! Pak Firdaus tidak sadarkan diri!!!" teriak Iqbal sekuat tenaga.

* * *

BANASPATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang