- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.* * *
"ARRRGGGHHH!!!"
Lagi-lagi Giman berteriak, akibat rasa sakit yang menjalari tubuhnya.
"Ugh! Kamu ahli merobek-robek ternyata, Va. Bukan hanya bajunya yang robek, tapi sekulit-kulitnya," komentar Samsul, yang saat itu berdiri tepat di belakang Reva.
"Itu belum seberapa, Sul. Lihat saja, akan kubuat seluruh tubuhnya robek-robek malam ini tanpa ampun," balas Reva, penuh semangat.
Reva kembali maju, bertepatan dengan majunya Ruby dan Nadin. Ruby seketika menjerat kedua tangan Giman sebelum mengeluarkan ilmu hitamnya, sementara Nadin mulai menusuk-nusuk kedua paha laki-laki itu dengan pisau bedah agar tak bisa lagi melangkah. Hal itu dimanfaatkan oleh Reva dan Iqbal untuk kembali memberi serangan pada tubuh bagian atas Giman. Reva benar-benar merobek-robek kulit laki-laki itu dengan pedang jarumnya sementara Iqbal kini berusaha mencari jimat yang harus ia temukan.
Karel dan Samsul bertugas menjaga banaspati yang sudah terkurung. Revan tetap ada di belakang Iqbal, untuk berjaga-jaga apabila Iqbal mendapat serangan balik dan butuh bantuan.
"Aku enggak melihat adanya jimat di tubuh laki-laki tua ini," lapor Iqbal.
"Cari lebih teliti lagi, Bal. Pasti ada. Seharusnya memang ada dan mudah untuk ditemukan," pinta Karel.
"LEPASKAN AKU!!! KALIAN HANYA BERANI MAU KEROYOKAN, HAH??? LAWAN AKU SATU-PERSATU KALAU MEMANG BERANI!!!"
BUGHHH!!!
Sebuah tinju akhirnya melayang pada wajah Giman dan membuatnya lemas seketika. Revan memilih meninju wajahnya, agar ia tidak perlu mendengar suara Giman yang membuat telinganya pengar. Iqbal ternganga saat melihat bagaimana lemasnya Giman setelah menerima tinju dari Revan. Revan benar-benar sulit diatasi, apabila amarahnya sudah tersulut.
"Van, mundur. Tenangkan dirimu," titah Iqbal.
Nafas Revan terlihat naik-turun saat itu. Mendengar perintah Iqbal, Revan pun segera menurutinya dan mundur beberapa langkah ke belakang. Ia sadar, bahwa kemarahannya tidak boleh lagi meluap seperti saat dirinya menghadapi palasik satu tahun lalu. Anggota timnya akan kecewa, jika ia masih saja tidak bisa mengendalikan emosi saat sedang bekerja.
"Kalau kamu sudah tenang dan emosimu sudah reda, barulah kamu boleh kembali mendekat ke sini," tambah Iqbal, seraya tersenyum konyol seperti biasanya.
"Kalau begitu teruslah memasang wajah konyolmu, Bal. Amarahku akan segera redam jika kamu memasang wajah konyol begitu selama satu jam ke depan," ujar Revan.
Iqbal pun mencebik usai mendengar permintaan itu.
"Kamu enggak mau meminta begitu pada Samsul?" saran Iqbal.
"Ogah! Aku enggak mau kena potong gaji oleh Ruby," jawab Revan, sangat cepat.
Karena Giman kini telah lemas akibat terkena tinju oleh Revan, Ruby dan Nadin pun menjadi mudah mengikat tangan serta kakinya menggunakan tali. Setelah tubuh Giman terikat sangat kuat, barulah keduanya mundur dan memberi ruang pada Reva dan Iqbal.
"Ka-li-an ... cu-rang! Ka-li-an, ti-dak le-bih da-ri pe-nge-cut!" ejek Giman, terbata-bata.
"Tutup saja mulutmu! Enggak perlu kamu menilai kami, karena sejujurnya kamu jauh lebih pengecut!" bentak Reva.
"Lebih baik diam, Pak tua. Daripada nanti mulutmu kami jahit dengan penuh keikhlasan," saran Iqbal, sambil terkekeh pelan.
Giman berharap dirinya bisa kembali bangkit seperti tadi. Sayangnya, wajah dan kepalanya terasa sangat sakit setelah mendapat tinju yang begitu keras. Membuatnya menjadi tidak berdaya. Ditambah dengan ikatan kuat yang Ruby dan Nadin lakukan pada tubuhnya, ia menjadi sulit bergerak untuk memberi perlawanan.
"Ada di mana kira-kira jimat yang harus kita temukan itu?" tanya Nadin.
"Kalau kata Samsul tadi, ada pada tubuhnya," jawab Iqbal.
"Tapi dari tadi yang kita lihat, tidak ada apa-apa di tubuhnya meski bajunya sudah kurobek-robek beserta kulitnya," sahut Reva.
"Apa sekalian saja kita kuliti dia, ya?" tanya Ruby.
Tatapan Iqbal, Reva, dan Nadin kini terarah pada Ruby dengan kompak. Mata mereka membola, karena tak menyangka akan mendengar pertanyaan absurd seperti itu.
"By, jangan ketularan sama Samsul, dong. Tolong, tetaplah berpikir positif meski kamu cinta mati sama Samsul," mohon Nadin.
"Ya, terus mau bagaimana lagi? Lihat, itu. Bajunya kurang dikoyak-koyak apa sama Reva? Tapi jimat yang kita cari tetap enggak ketemu, Nad," ujar Ruby.
"Mungkin enggak, kalau jimatnya bukan ada di balik baju?" cetus Iqbal.
"Hah? Maksudmu gimana, Bal?" tanya Reva.
"Uhm ... maksudku, mungkin enggak kalau jimat yang kita cari ada di balik celananya?" Iqbal memperjelas.
Tampang jijik langsung terpampang pada wajah ketiga wanita yang ada di hadapan Iqbal. Mereka ingin membantah pemikiran itu. Namun nyatanya hal itu jelas harus dicoba, untuk menemukan jimat yang mereka cari.
"Kalau memang ada di balik celananya, maka kami bertiga akan pamit undur diri dari sini. Kamu dan Revan saja yang coba cari di balik celananya. Kami enggak mau ikut-ikutan," tegas Ruby.
"Itu benar, My Prince. Segeralah panggil Revan agar kembali mendekat ke sini. Kamu jelas butuh sekali bantuan dia untuk mencabik-cabik celana si tua bangka itu, seperti bagaimana Reva mencabik-cabik bajunya," saran Nadin, sambil mengusap lembut pipi kiri Iqbal.
Iqbal jelas tak punya pilihan. Ia segera memanggil Revan agar mendekat, setelah Ruby, Reva, dan Nadin menjauh ke sisi Karel dan Samsul. Revan kini berdiri di sisi Iqbal, dengan wajah penuh tanda tanya atas mundurnya Reva, Nadin, dan Ruby.
"Kenapa mereka mundur? Ada apa, Bal?" tanya Revan.
"Kalau tadi adalah giliran mereka bertiga mengurus si tua bangka ini, sekarang telah tiba giliran kita, Van. Ayo, kita harus memeriksa ke dalam celananya. Kita harus menemukan jimat yang dia simpan, karena di balik bajunya jimat itu ternyata tidak ada," jawab Iqbal.
SREETTTT!!!
Tanpa basa-basi, Revan langsung merobek celana panjang yang Giman pakai menggunakan parang peraknya. Iqbal--yang sama sekali belum siap--hanya bisa memasang wajah kaget setelah Revan benar-benar merobek celana Giman dari bagian tengah paha sampai ke bagian bawah.
SREETTTT!!!
Pemuda itu kembali merobek sebelah lagi, agar Iqbal bisa memeriksanya untuk menemukan jimat yang dicari.
"Sudah kurobek dua-duanya. Sekarang, giliranmu. Carilah jimatnya," ujar Revan.
"Eh? Kok, aku? Kenapa harus aku yang cari?" kaget Iqbal.
"'Kan aku sudah merobek celananya. Berarti sekarang giliranmu, dong. Sudah ... cepat cari. Ingat kata Samsul tadi, janganlah kamu makan gaji buta," balas Revan, sambil mendorong bahu Iqbal.
Iqbal segera meraba-raba perlahan di balik celana yang Giman pakai. Revan mengantisipasi gerakan Giman, selama Iqbal sedang berupaya mencari jimat agung yang laki-laki tua itu sembunyikan.
"Ketemu!" seru Iqbal, tak lama kemudian.
"Bawa ke sini, Bal! Hati-hati saat membawanya!" titah Karel.
Iqbal pun segara membawa jimat itu dengan hati-hati ke tempat Karel berada. Giman berusaha bergerak, saat sadar kalau jimat agung miliknya baru saja berhasil ditemukan oleh Iqbal.
"Kembalikan!!! Kembalikan milikku!!!" teriak Giman, dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki.
"Tutup mulutmu, tua bangka!!! Enggak usah bikin kupingku pengar!!!" balas Revan, tak kalah keras.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
BANASPATI
Horror[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 5 Baru beberapa hari melewati hari sebagai pengantin baru, Ruby langsung menerima pekerjaan yang kali itu sangatlah mendesak. Mendesaknya pekerjaan itu dikarenakan telah jatuhnya korban yang meninggal secara tida...