Chapter 7

22 2 0
                                    

_o0●0o_Devil Number 4–0o●o0–

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_o0●0o_
Devil Number 4
–0o●o0–


"Sepertinya sekarang kau tahu apa yang kau inginkan. Meski tidak punya keinginan apa pun, pasti kau tidak mau mati tak berdaya, 'kan?"  

Benar. Tadinya Yeji berpikir tak jadi masalah kalau dia mati. Entah sejak kapan..

Mungkin sejak usianya masih kanak-kanak. 

Dulu sebuah kebakaran besar terjadi di sebuah resort dekat tempatnya tinggal. Kejadian itu menghebohkan orang-orang sekitar. Api berkobar dahsyat, asapnya membumbung tinggi. Petugas kebakaran lalu lalang berusaha memadamkan api dan menyelamatkan orang-orang yang terjebak di dalamnya. Sementara samar dia dengar warga yang menonton kejadian itu berkata ada tiga murid SMP yang tewas saat tertidur, sisanya lebih dari 20 orang mengalami luka parah. Waktu itu Yeji yang masih kecil hanya bisa berdiam diri dalam rumah. Meremas tali tas gendongnya cemas.

"Kenapa diam saja? Berangkat sekolah sana?"

Ia menoleh pada ibunya.

"Ck, padahal semua orang pasti akan mati. Kenapa dibesar-besarkan." 

Wanita itu merujuk pada mereka yang membicarakan korban kebakaran. Para ibu-ibu tetangga semua membicarakan hal itu, tapi sekali lagi ibunya termasuk yang tidak peduli. Tidak pula berempati. Yeji yang belum mengerti konsep kematian hanya mendengarkan sarkasme ibunya. 

Memang benar bagi wanita itu kematian bukanlah hal besar. Hingga suatu hari, sepulang sekolah, ia menemukan ibunya tertunduk lemas di lantai bersama muntahannya yang bercecer. Ada butir-butir pil tablet yang berserakan di sekitar botolnya, beberapa bercampur dengan muntahan yang lengket. Wanita itu mencoba mengakhiri hidupnya. Lagi.

" I-ibu? Ibu baik-baik saja?" Yeji kecil berlari menghampiri ibunya.

Wanita itu tidak mau bicara. Lalu dengan susah payah Yeji membantu ibunya untuk berbaring di sofa. Yeji teringat ajaran dari gurunya tentang pertolongan pertama yang bisa dilakukan anak-anak. Ia pun segera menghubungi nomor darurat petugas medis di telepon kabel rumahnya.

"Halo? Di sini apartemen Cheongsong Yeollib gedung 3 nomor 205. Ibu baru saja minum obat—"

"Jangan telepon mereka..." Suara parau ibunya mengalihkan perhatian Yeji. "Biarkan aku mati."

"Halo, Nak. Kau masih di sana?!"

Suara dari sambungan telepon masih terdengar. Sedang gagang telepon itu terkulai lemas di tangan. Yeji menatap nanar ibunya. 

Kalau dipikir-pikir lagi, jika punya kesempatan Yeji akan bertanya pada wanita itu. Apakah ibu juga akan baik-baik saja kalau aku mati? Jika iya, maka lebih baik aku mati saja.

Brak! Tiba-tiba pintunya didobrak dengan paksa. Seorang petugas medis datang dengan wajah panik dan napas yang terengah-engah. Saat itu dia berkata,

devil number 4 - [hhj x hyj]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang