Assalamualaikum renicaaa, selamat datang di cerita yang banyak kurangnya ini. Semoga menghibur kaliannn, jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya.
DAN JANGAN LUPA BERSHOLAWAT
Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad𓇼 ⋆.˚ 𓆉 𓆝 𓆡⋆.˚ 𓇼
"Ya sudah, ayo kita buat mas,"
"Bahiyyi,"
"Hahaha, takut adek kalau suara mas sudah seperti itu,"
"Jangan seperti itu, atau kita akan belok ke kiri di depan sana," ucap Gus Raja saat melihat ada hotel di depan sana.
"Boleh mas, adek juga belum pernah kesana,"
"Bahiyyi,"
"Bahiyyi serius mas,"
"Oke, jangan minta pulang sebelum mas yang ngajak pulang,"
"Ga jadi deh mas,"
"Tidak bisa, mobil kita sudah belok,"
"Ayah, tolong adek,"
"Hahaha, jangan menyesal sayang,"
"Tapi beliin adek novel,"
"Pilih sayang, semua yang kamu mau beli-lah. Asal kamu nurut,"
Kini mobil Gus Raja belok kiri, dan masuk ke hotel. Setelah mereka masuk ke hotel, Gus Raja menunjukkan rasa tanggung jawabnya dengan menjalankan kewajiban yang menjadi alasan kedatangan mereka ke sana. Kehadiran Anna di sampingnya memberikannya dukungan, dan mereka berdua menyelesaikan apa yang perlu dilakukan dengan penuh kesungguhan.
Di pesantren, hari terasa sama seperti hari-hari biasanya. Para santri dan santriwati menjalani rutinitas mereka tanpa banyak bertanya. Mereka sudah terbiasa dengan ketidakhadiran Gus Raja saat beliau harus keluar pesantren, jadi tak ada yang benar-benar memperhatikan atau bertanya-tanya. Mereka hanya tahu bahwa Anna, seorang santriwati yang dikenal baik sopan dan sedikit nakal, sedang dirawat di rumah sakit karena sakit. Kabar itu disampaikan tanpa rincian lebih lanjut, sehingga para santri menganggapnya sebagai hal biasa.
Di dalam ndalem, suasana lebih hangat, meskipun ada sedikit rasa cemas. Keluarga besar pesantren sesekali berbincang tentang Anna dan mendoakan agar kondisinya segera pulih.
Sementara itu, di luar sana, Gus Raja dan Anna masih berada di hotel. Kondisi Anna sudah lebih baik, dan mereka sempat menikmati waktu bersama, berjalan-jalan keliling kota Bogor setelah perawatan medis selesai. Mereka berbicara dengan tenang, membahas berbagai hal yang mungkin tak bisa mereka bicarakan di pesantren, menikmati momen-momen kebersamaan tanpa gangguan. Mereka berdua tahu bahwa sesaat lagi harus kembali ke pesantren, kembali menjalani peran dan tanggung jawab masing-masing tanpa banyak pertanyaan dari siapa pun.
Namun, di dalam hati, baik Gus Raja maupun Anna menyadari bahwa waktu yang mereka habiskan bersama di luar pesantren ini adalah momen langka yang berharga. Di balik wibawa dan sikap tenang Gus Raja, tersembunyi perhatian yang dalam terhadap Anna, yang juga memahami arti dari setiap kebersamaan mereka. Meski mereka tahu harus segera kembali, keduanya menyimpan kenangan kecil ini sebagai penguat ikatan yang tak terlihat oleh orang lain di pesantren.
"Mba Anna belum pulang, umma?" tanya Ning Ratu yang mampir ke ndalem sebelum pulang kerumahnya.
"Belum, mereka jalan-jalan keliling Bogor dulu," jawab umma Humai.
"Padahal adek pengen ketemu mba Anna,"
"Besok aja, mungkin mereka sampai malam agar tidak diketahui oleh santri,"
"Ya sudah umma, adek pulang aja deh,"
"Hati-hati dek, Airil sudah pulang juga?"
"Sudah umma, tadi adek mampir ke sini dulu nyari mba Anna,"
"Lebih baik susul suamimu dek,"
"Na'am umma, adek pulang dulu. Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Malam itu, suasana di dalam mobil Gus Raja terasa hangat dan intim, meski Bogor diselimuti hawa dingin yang khas. Langit malam cerah, dan gemerlap lampu-lampu kota memantul di jendela mobil, menciptakan kilauan yang indah sepanjang perjalanan. Anna duduk di samping Gus Raja, memandang ke luar jendela, menikmati pemandangan kota yang hidup di malam hari. Cahaya lampu jalan dan gedung-gedung menyinari wajah Anna yang tampak damai dan bahagia, sementara Gus Raja sesekali meliriknya dengan senyum hangat, senang melihat Anna yang begitu menikmati momen tersebut.
Mobil melaju perlahan, melewati jalan-jalan utama dan sudut-sudut kota Bogor yang penuh kenangan. Sesekali mereka berbincang pelan, berbagi cerita dan tawa, sementara alunan musik lembut mengisi ruang di antara mereka, menambah kehangatan suasana. Gus Raja menunjukkan tempat-tempat yang menarik di kota ini, dan Anna mendengarkannya dengan antusias, meresapi setiap detik kebersamaan mereka. Di balik percakapan dan tawa, ada keakraban dan kasih sayang yang terpancar di antara keduanya, menjadikan perjalanan ini lebih dari sekadar keliling kota.
Di penghujung malam, mobil bergerak menuju jalan-jalan yang lebih sepi, di mana lampu-lampu kota mulai meredup, memberikan rasa tenang yang berbeda. Suasana di dalam mobil menjadi semakin hening, namun penuh kehangatan, seolah-olah mereka tenggelam dalam dunia kecil mereka sendiri. Anna menyandarkan kepalanya, memejamkan mata sesaat, merasa nyaman dalam kehadiran Gus Raja yang selalu melindungi dan menjaganya. Di bawah langit malam yang tenang, perjalanan mereka mengelilingi Bogor menjadi momen yang sederhana namun begitu berkesan, sebuah kenangan yang akan selalu mereka ingat.
Tepat jam 10 malam Gus Raja dan Anna sampai di pesantren. Mobil Gus Raja masuk pesantren dengan perlahan dan langsung berhenti di depan rumahnya. Melihat Anna yang tertidur, Gus Raja keluar mobil dan memutari mobil, lalu menggendong Anna secara perlahan masuk kedalam rumah.
Saat Gus Raja ingin membaringkan tubuh Anna ke atas ranjang, Anna bangan dan langsung memeluk Gus Raja.
"Ga mau, jangan turunin Bahiyyi," ucap Anna dengan tangan yang melingkar di leher Gus Raja.
'Untung ayah sudah memberi tau,' ucap Gus Raja dalam hati.
"Ya sudah, betulkan dulu gendongannya," jawab Gus Raja sembari membetulkan posisi Anna.
"Tidur lagi, mas gendong," sambung Gus Raja dengan tangan yang mengelus kepala Anna.
"Bahiyyi kaya anak kecil ya, mas?" tanya Anna.
"Tidak, mas ikut merasakan rasa sakit di tangan dan kakimu itu,"
"Kalau malam luka ini sakit mas,"
"Mas tau sayang, sekarang tidur ya atau mau mas elus tangannya?"
"Mau di gendong aja,"
"Ya sudah, ayo tutup matanya,"
"Mas tidak minum susu?"
"Nanti sayang, tunggu kamu tidur dulu,"
"Sekarang aja mas, adek mau ikut kebawah,"
"Tapi abis dari bawah tidur ya?"
"Iya mas,"
Di dapur yang tenang dan remang-remang oleh cahaya lampu, Gus Raja menggendong Anna dengan lembut, seolah ia adalah sesuatu yang rapuh dan berharga. Tangannya menopang tubuh Anna dengan penuh perhatian, sementara ia dengan satu tangan lainnya menyiapkan segelas susu hangat untuk dirinya sendiri. Aroma susu yang mulai menghangat menyebar di dapur, menciptakan suasana yang menenangkan. Anna bersandar nyaman di bahunya, matanya setengah terpejam namun sesekali mengerling ke arahnya dengan senyum kecil, menikmati kebersamaan itu. Gus Raja sesekali mencuri pandang ke arahnya, senyum terselip di bibirnya, menikmati momen sederhana namun penuh kasih di antara aroma susu hangat dan keheningan dapur malam.
Dengkuran halus terdengar, "Mas ikut sakit, cepat sembuh zaujati,"
𓇼 ⋆.˚ 𓆉 𓆝 𓆡⋆.˚ 𓇼
Bagaimana chapter 36 ini? Jangan lupa vote dan komen.
YOU ARE READING
RAJA FIRDAUS (ON GOING)
RomanceAssalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, masyaallah tabarakallah, Allahumma Shalli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aali sayyidina muhammad. Di tabrak lalu dinikahi? Siapakah dia. Muhammad Raja Firdaus Al-malik laki-laki pemberani yang datang se...