ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـRF 32ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

811 96 7
                                    

Assalamualaikum renicaaa, selamat datang di cerita yang banyak kurangnya ini. Semoga menghibur kaliannn, jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya.

DAN JANGAN LUPA BERSHOLAWAT
Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad

𓇼 ⋆.˚ 𓆉 𓆝 𓆡⋆.˚ 𓇼

Di lorong rumah sakit yang hening, Gus Raja duduk di bangku panjang dengan tubuh lemas, menggenggam sarung yang penuh dengan noda darah Anna. Wajahnya pucat, dan matanya merah sembab akibat tangisan yang tak henti-henti. Dia berulang kali mengusap air mata yang mengalir tanpa henti, namun tetap tidak bisa menyembunyikan rasa cemas yang begitu mendalam.

Dengan suara lirih, dia terus berdoa, berharap Tuhan menyelamatkan Anna. Sesekali, tangannya meremas sarung yang berlumuran darah itu seakan ingin merasakan keberadaan Anna di sisinya. Bau antiseptik bercampur dengan aroma darah yang menempel pada bajunya, menambah intensitas kecemasan yang menyelimuti hati Gus Raja.

Sekelilingnya terasa sunyi, namun pikiran Gus Raja dipenuhi bayangan Anna. Setiap langkah perawat yang melewati lorong membuat hatinya berdebar, berharap mendapatkan kabar baik. Waktu terasa begitu lambat. Bagi Gus Raja, detik-detik yang berlalu adalah penderitaan panjang yang tak tertahankan.

"Astaghfirullah Bahiyyi, kalau tau begini jadinya tidak mas izinkan kamu ke asrama tadi,"

Di kantor polisi, suasana tegang menyelimuti ruangan saat Ustadz Airil dan Ning Ratu berdiri tegak, membawa Ustadzah Aliffah yang tertunduk dengan wajah tanpa ekspresi. Aliffah dibelenggu oleh polisi, wajahnya dingin dan kosong, seolah tanpa penyesalan. Kantor itu sunyi, namun terasa berat oleh kehadiran Ustadzah Aliffah yang pernah dipercayai banyak orang, namun kini terbukti kejahatannya kepada Anna, murid yang seharusnya dia lindungi.

Ustadz Airil menatap Aliffah dengan tatapan penuh kekecewaan dan kemarahan yang tertahan, sementara Ning Ratu berdiri di sampingnya, berusaha menjaga ketenangannya. Meski wajah Ning Ratu terlihat tenang, sorot matanya jelas menunjukkan amarah dan rasa sakit atas pengkhianatan yang dilakukan Aliffah terhadap Anna.

Setelah memberikan keterangan kepada petugas dan menyerahkan semua bukti yang diperlukan, Ustadz Airil dan Ning Ratu akhirnya meninggalkan kantor polisi dengan langkah cepat. Mereka tak bisa lagi menahan diri untuk segera menyusul Gus Raja di rumah sakit, berharap bisa memberikan dukungan di sisinya.

Di dalam mobil, Ustadz Airil dan Ning Ratu tenggelam dalam keheningan yang penuh dengan kekhawatiran. Pikiran mereka terus melayang pada kondisi Anna, berdoa agar Anna dapat melewati semua ini dengan selamat. Sesekali, Ning Ratu melirik ke arah Ustadz Airil, yang tampak tenggelam dalam doa-doanya sendiri. Mereka tahu, perjalanan ke rumah sakit ini bukan hanya untuk Anna, tetapi juga untuk menyatukan kekuatan di tengah cobaan yang menimpa mereka.

Dirumah sakit, Dokter keluar dari ruangan Anna adalah pria paruh baya dengan wajah serius dan sedikit lelah, menunjukkan betapa beratnya beban yang harus ditanggungnya dalam situasi genting ini. Ia mengenakan jas putih dengan stetoskop melingkar di lehernya dan wajah yang menunjukkan ketenangan profesional meskipun suasana di sekitarnya penuh kecemasan. Dengan nada tenang namun tegas, dokter itu memberi tahu Gus Raja bahwa kondisi Anna sangat kritis karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Dia juga menjelaskan dengan berat hati bahwa stok darah di rumah sakit habis, sehingga mereka membutuhkan donor darah segera.

Di saat yang sama, suasana berubah ketika tiba-tiba ayah Rizqi dan bunda Kinza datang, didampingi oleh Abang Dyren, Abang Fatah, dan Abang Fatih. Mereka dengan tegas menyatakan kesiapan mereka untuk mendonorkan darahnya demi menyelamatkan nyawa Anna. Tekad mereka yang kuat dan rasa kekeluargaan yang tulus tampak jelas dari ekspresi wajah mereka. Kehadiran mereka memberikan harapan baru di tengah situasi yang mencekam ini, seolah menjadi sinar di tengah kegelapan.

Ayah Rizqi, Abang Dyren, Abang Fatah dan Abang Fatih langsung di arahkan ke ruangan untuk mengambil darah mereka. Sedangkan Gus Raja terus menangis di depan ruangan Anna, dan di tenangi oleh bunda Kinza. Tangis bunda Kinza mereda saat melihat Gus Raja yang membutuhkan pundak untuk bersandar, walaupun hati bunda Kinza sangat khawatir.

"Bunda, Bahiyyi kenapa sampai kritis, bunda,"

"Bunda, Bahiyyi,"

"Bunda, Raja ga kuat bunda,"

"Bunda,"

Ucap Gus Raja terus menerus.

"Nak, Anna anak yang kuat seperti abangnya. Kamu yang kuat, bunda ga bisa kalau kamu terus seperti ini," ucap bunda Kinza yang sudah memeluk Gus Raja.

"Assalamualaikum," ujar umma Humai, Abi Yusuf, Syila, Aini, ustadz Airil dan Ning Ratu yang sampai bersamaan.

"Waalaikumsalam," jawab bunda Kinza yang masih di peluk Gus Raja.

Melihat air mata bunda Kinza yang sudah tidak bisa di bendung lagi, umma Humai segera melerai pelukan bunda Kinza dan Gus Raja. Setelah pelukan terlepas umma Humai dengan sigap memeluk bunda Kinza, dan Abi Yusuf langsung menghampiri Gus Raja dan menarik Gus Raja kedalam pelukannya.

"Afwan Ning, ini sebenarnya ada apa ya?" tanya Syila kepada Ning Ratu.

"Mba Anna di dalam, tangan dan kakinya di sayat dengan pisau oleh ustadzah Aliffah. Bahkan wajahnya hampir saja ikut terluka," jelas Ning Ratu.

"Astaghfirullah, ja-jadi Anna di dalam," balas Syila dengan air mata yang sudah turun.

"Sungguh kejam ustadzah Aliffah," ucap Aini yang sama seperti Syila.

"Kita duduk yu," ajak Ning Ratu yang menguatkan Syila dan Aini di dalam pelukannya.

"Syila takut Anna kenapa-kenapa Ning. Aini adek kita, Aini," ucap Syila yang sudah tidak bisa di kontrol lagi.

"Ya Allah selamatkan Anna, ya Allah," ucap Aini dengan tangan yang sudah bergetar.

Disisi lain Gus Rayan dan Gus Arkan ikut merasakan kesedihan yang Gus Raja rasakan.

"Dibalik sisi galaknya Gus Raja ternyata di juga cengeng, tapi siapa yang ngga cengeng kalau istri seperti itu," ucap Gus Rayan.

"Kasian sekali Gus Raja, semoga segera datang kabar gembira di antara mereka," balas Gus Arkan.

"Aamiin," ucap Gus Rayan dan Gus Arkan.

Ayah Rizqi, Abang Dyren, Bang Fatah, dan Abang Fatih tiba di depan ruangan Anna dengan wajah lelah namun penuh harapan, membawa semangat dan ketegaran. Mereka baru saja selesai mendonorkan darah untuk Anna, memberikan sebagian dari diri mereka demi keselamatan gadis itu. Ayah Rizqi, dengan tatapan teduh namun tegas, tampak sangat bersyukur dan lega ketika mendengar bahwa kondisi Anna sudah mulai stabil.

Abang Dyren, yang biasanya ceria, tampak sedikit kelelahan namun tersenyum lega sambil merangkul bahu Bang Fatah yang berdiri di sebelahnya. Bang Fatah, dengan ekspresi serius, tak lepas dari memanjatkan doa dalam hatinya untuk kesembuhan Anna. Abang Fatih, yang tampak tenang dan dewasa, berdiri dengan penuh syukur bersama mereka, merasakan kedamaian karena pengorbanan mereka tidak sia-sia. Setelah perjuangan bersama ini, mereka merasa semakin terikat satu sama lain, seperti keluarga besar yang tak terpisahkan.

"Alhamdulillah keadaan nona Anna sudah stabil, setelah ini kami akan memindahkan nona Anna ke ruang inap," ucap dokter saat keluar dari ruangan Anna.

"Alhamdulillah,"

𓇼 ⋆.˚ 𓆉 𓆝 𓆡⋆.˚ 𓇼

Bagaimana chapter 32 ini? Jangan lupa vote dan komen.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: 5 days ago ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RAJA FIRDAUS (ON GOING)Where stories live. Discover now