Sepoi pawana yang menderakkan pepohonan tak mengurung niat Jaka Banyu untuk angkat kaki dari pasraman. Sekian pekan padepokan di lereng Rogojembangan itu lengang, para cantrik lelaki tengah memulihkan diri sementara cantrik perempuan merawat mereka.
Jaka Banyu telah membaik, duduk di sisi ranjang menemani Haryang yang belum pulih sempurna. Pergelangan kaki dan siku yang terkilir serta luka dalam di dadanya masih nyut-nyutan.
"Kau yakin mau keluar? Kita belum lama masuk kemari. Aku sangsi Dang Acarya memberi izin." Haryang melontarkan tatapan menegur pada adiknya.
"Aku ingin menunjukkan pada Nyai Bagelen bahwa anak yang dibuangnya mampu bertahan hidup." Jaka Banyu mengharapkan pengertian kakaknya.
Haryang mengembuskan napas pasrah. Ia tahu, tak ada gunanya berdebat dengan kepala batu.
Kelabu meronai langit subuh Kembang Jenar saat Jaka Banyu mengemasi perbekalan. Ditautnya tangan Haryang sebagai salam perpisahan. Ia berniat pergi tanpa izin Danuja maupun Dang Acarya. Ia yakin, mereka takkan membiarkannya mencari perempuan yang mampu membuat Danuja bertekuk lutut itu. Ia tak mau mereka mengolok-olok kemudian menahannya.
"Kita masih dapat bertemu, kan?" tanya Haryang skeptis.
"Tentu, Kakang. Entah di mana dan kapan."
***
Mencapai perbatasan Rogojembangan-Bisma yang ditanam pasak berupa semi-lingga, Jaka Banyu menggeleng tatkala memorinya memutar adegan pergulatan di tanah lapang itu. Angin masih silir-semilir seolah menyuruh Jaka Banyu berbalik pulang ke padepokan.
Ia terus menarik langkah, memanggul tongkat bekalnya di atas pundak telanjang. Kemarau berkepanjangan membuat Jaka Banyu merasa terpanggang meski saat itu masih pagi. Setibanya di ambang gapura candi bentar, Jaka Banyu mengegah masuk ke pelataran.
"Permisi, Nyisanak. Aku hendak bertanya." Jaka Banyu mencegat seorang perempuan yang tampangnya sama sekali tak menunjukkan kekariban. Agaknya pendekar Tapak Dara memang berwajah garang, batinnya.
"Padepokan ini tak boleh dimasuki wong lanang," jawab perempuan itu sambil menautkan alis.
Santai saja, kali, batin Jaka Banyu. Tanpa menanggapi teguran perempuan itu, Jaka Banyu kembali menyeletuk, "Adakah Nyai Bagelen?"
"Ada perlu apa sama beliau?"
"Jangan banyak cakap, Nyisanak. Aku bertanya untuk menuntut jawaban, bukan pertanyaan balik!" Jaka Banyu naik pitam, tak peduli lagi pada sopan santunnya yang tak mendapat umpan balik.
"Eladalah bocah sedeng! Berani padaku, ha?!"
"Ada apa ini?" Nyi Kusuma melalau percikan bara yang mulai mengobar.
Kerlingan Jaka Banyu bergeser pada sosok berkebaya putih itu, yang tak jauh beda dengan cantrik lain tetapi pembawaannya lebih berwibawa. "Aku mencari Nyai Bagelen," ujarnya melunak.
"Bagelen tak lagi ngudi ngelmu⁴ di sini," tutur lembut Nyi Kusuma.
"Ke mana dia?"
"Tak ada yang tahu tempat tujuannya. Bagelen sangat tertutup."
"Tak ada urusan lagi, kan? Sana pergi!"
"Menik, jangan berlagak kasar pada pendekar muda ini. Alangkah baik kau memberinya minum."
Menik berlalu setelah memelototi Jaka Banyu yang dadanya kembali bergemuruh.
"Maafkan muridku,... siapa namamu?"
"Jaka Banyu."
Menik kembali dengan air minum di dalam gelas bambu. Jaka Banyu teramat ingin mengguyur roman cemberut Menik, tetapi dahaga membuatnya mereguk cepat isi gelas hingga tandas. Setelah berterima kasih setengah hati, ia berlalu dari padepokan itu.
“Tunggu, Jaka!” Nyi Kusuma menyusul Jaka Banyu yang telah melintasi gapura. “Apa hubunganmu dengan Bagelen?”
“Aku anaknya.”
Leher Nyi Kusuma tersentak ke belakang akibat nanap. Sorot pemuda di hadapannya amatlah lugu dan jujur, tapi sekaligus mengundang tanya berkepanjangan. Mengerjap, Nyi Kusuma berusaha mengulik inti permasalahan anak didiknya dengan pemuda itu. “Tapak Dara diperuntukkan bagi perempuan suci yang belum tersentuh laki-laki secara seksual. Bagelen masih perawan, aku bisa membacanya dari warna aura.”
Jaka Banyu melipat bibir selagi mencerna keterangan itu. Apakah ia cuma anak angkat Bagelen? Lalu siapa orang tua kandungnya? Pernyataan Nyi Kusuma justru memantik pertanyaan baru yang membuat Jaka Banyu makin berambisi menemukan sang Nyai Bagelen.
_______
⁴ Ngudi ngelmu : Menimba ilmu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jaka Banyu
Historical FictionHanya Jaka Banyu yang berani mengusik pertapa menggunakan kentungan. Ia hendak mengusut masa lalu sebelum pertapa itu moksa, hilang takkan bereinkarnasi lagi. Namun, jika salah orang, apa yang bakal dilakukan pertapa itu untuk melampiaskan amarahnya...