29

842 63 0
                                    

"Nggak lama kan, aku?"

"Enggak, kok. Lagian aku jadi bisa seru main sama anaknya Mas Kalil."

"Berapa sih umurnya? Dulu waktu pertama ketemu dia masih digendong-gendong mamanya. Sekarang udah bisa lari-larian gitu."

"Lupa nanya, tapi kayaknya lebih dari tiga tahun."

"Kita sekalian dinner, ya? Gantinya minggu lalu yang batal."

Naida menoleh dengan tatapan antusias. 

"Mau, kan?"

"Mau, mau!"

Mereka menghabiskan waktu sore untuk menemui Kalil. Dengan mobil barunya, Sandi mengajak Naida menuju rumah sakit tempat Kalil berada selama di Jakarta.

"Mas..."

"Ya?"

"Kamu lain kali bilang dong ke aku kalau beli barang baru. Masa pakai uang kamu semua. Kan mobil ini aku juga naiki."

Sandi tersenyum kecil, lalu mengusap pipi Naida dengan lembut.
"Kenapa harus bilang? Kamu nggak perlu ikut pusing soal pembayaran barang selain bahan dapur. Urusan di luar dapur itu tanggung jawabku. Aku nggak ngerti soal dapur soalnya."

"Ya tapi akunya nggak enak, Mas."

"Nggak enak kenapa? Mobil ini aku beli pakai hasil tukar tambah. Jadi nggak keluarin uang banyak. Lagian, kalau aku bilang mau beli mobil, kamu mau patungan berapa?"

"Aku ikut seperlima harganya deh, walau uangku nggak banyak-banyak amat."

"Nah, kalau kamu tahu uangmu nggak banyak, lebih baik disimpan aja. Jangan dipakai untuk ikut patungan mobil. Nanti malah kamu nggak punya tabungan."

"Padahal mobil yang lama masih bagus."

"Iya, mobil lama masih bagus dan layak dipakai. Tapi..."

"Tapi apa?"

"Tapi istri aku lebih suka mobil yang ini, kan?"

Naida mengangguk, tersenyum tipis.

"Kenapa?" tanya Sandi, mengerling penasaran.

"Mobil yang lama pasti pernah dipakai sama Nindy."

Sandi hanya tersenyum, lalu meraih tangan Naida dan mengecupnya dengan lembut.

Di dalam mobil baru, suasananya terasa hangat dan nyaman. Aroma khas interior mobil baru memenuhi udara, bercampur dengan wangi parfum lembut yang menyeruak samar. Jok yang empuk memeluk tubuh dengan sempurna, memberikan sensasi mewah yang tak terbantahkan. Lampu dashboard bersinar lembut dengan cahaya biru keperakan, menciptakan suasana futuristik yang menenangkan. Musik instrumental yang mengalun pelan dari speaker premium menambah sentuhan elegan pada perjalanan mereka.

Di luar, langit malam baru saja menggantikan jingga senja, menghadirkan warna biru gelap yang dihiasi bintang-bintang kecil mulai bermunculan. Lampu jalan memancarkan cahaya kuning keemasan, memantul lembut di permukaan mobil yang mengilap. Kendaraan lain melintas dengan ritme yang stabil, lampu-lampunya menciptakan kilauan sesaat di jendela. Udara malam yang sejuk terlihat dari embun tipis yang mulai muncul di kaca luar, menambah keheningan yang damai.

Jalanan yang mereka lewati sesekali dihiasi pepohonan rindang, bayangannya bergerak perlahan di atas mobil, seolah melukis malam dengan sentuhan alami. Di kejauhan, lampu-lampu restoran mulai tampak, memberi sinyal bahwa malam mereka akan segera berpindah dari perjalanan menuju momen yang lebih intim.

*_______*

"Kamu mau duluan aja, Mas?" ucap Naida dengan ragu, matanya sesekali melirik ke arah Sandi.

Komposisi Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang