13

2.1K 135 1
                                        

Sandi datang ketika Naida tengah di kamar, mengganti seprai. Ia sudah mengetuk pintu dan mengucap salam, namun Naida tidak menjawab.

"Sibuk banget kayanya, Bu," canda Sandi sembari menoel pinggang perempuan yang sedang menungging.

Naida terlonjak, membalik badan dan tersenyum. "Eh, Mas, aku nggak ngeh suara mobil kamu."

Mendekat, Sandi mengecup kening perempuan itu. Naida yang dikecup langsung diam seketika. Agak bingung karena Sandi jarang menciumnya sepulang kerja. Bagi Naida nggak masalah sih sebetulnya cium-cium seperti itu, hanya saja tidak biasa dilakukan jadi terasa aneh.

"Mau makan atau mandi dulu, Mas?"

"Atau mau minum teh dulu? Aku ada buat cookies tadi, mau coba?"

Sandi tersenyum. Meminta sang istri untuk membukakan kancing kemeja yang dikenakannya. "Kamu udah mandi?"

Tawaran-tawaran Naida diabaikan begitu saja oleh Sandi. Perempuan itu sedikit cemberut.

"Udahlah! Kata Mami istri tuh harus udah rapi dan cantik kalau suami pulang kerja."

Sandi merasa gemas, dicubitnya pelan pipi tembam sang istri. "Mandi sekali lagi, ya. Temani aku."

Naida bergeming di tempat. Apa sih maksud suaminya ini. Em, ia mengerti jika Sandi sepertinya ingin melakukan hal-hal yang intim dengan mengajaknya mandi bersama. Namun yang seperti ini amat tidak biasa. Karena mereka untuk melakukan hal-hal intim itu selalu malam menjelang tidur atau kalaupun di siang hari jelas itu di hari libur, bukan hari biasa seperti ini.

"Biasanya juga mandi sendiri, Mas," lembut ia menolak. Tidak enak sepertinya menolak ajakan Sandi, tapi ia tidak mau mandi lagi. Pasalnya setengah jam yang lalu ia baru saja mandi dan berendam air hangat.

Sandi tidak gentar menciumi wajahnya. Merengkuh tubuhnya ke dalam dekapan laki-laki itu. Harum aroma tubuh yang seharian ini dipakai bekerja, memberi rangsangan yang tidak biasa terhadap tubuhnya. Lembut Sandi membelai punggungnya, napas yang membara terdengar di telinganya. Hembusan napas itu menggelitik telinga menjalar ke leher. Tidak kuasa untuk ia tidak mengalungkan lengan pada leher Sandi yang terlihat seksi.

"Oke? Kita mandi bareng ya, Noi..."

Mustahil untuk dirinya menolak ajakan super sihir itu. Tatapan Sandi yang seperti memohon membuatnya rela menganggukkan kepala, yang kemudian tidak sampai tiga detik Sandi mengangkat tubuhnya menuju kamar mandi.

"Kata kamu, aku gemukan. Terus ini digendong, kamu jadi keberatan dong, Mas?" Tangannya semakin erat memegang leher Sandi, disempatkannya pula mengecup dada laki-laki itu.

"Aku bilang kan segini pas. Nggak terlalu berat dan ringan. Tapi kamu memang kelihatan berisi, apalagi itunya," lirik Sandi pada bagian dadanya.

Malu, ia menyembunyikan wajahnya pada dada telanjang Sandi. Hingga tidak lama kemudian ia didudukkan pada kloset, menunggu laki-laki itu mengisi air di bathtub.

Sandi membuka ikat pinggang dan celana bahannya, menyisakan celana dalam yang menutupi bagian intimnya. Naida belum mau mengalihkan pandangan matanya. Selalu, dari pertama kali ia melihat Sandi, dia memang menakjubkan.

Berbalik badan padanya, Sandi berjongkok di depan perempuan yang masih duduk di kloset. Menyentuh ujung kakinya perlahan. Sesekali mengusapnya, hingga merambat naik pada pahanya. Usapannya disusul dengan kecupan-kecupan ringan di sekujur kakinya. Sedikit meremang ia dibuatnya.

Tidak tahu harus apa lagi yang dilihat, karena di kamar mandi objeknya hanya itu-itu saja. Hingga matanya tidak sadar jatuh melihat pada celana dalam yang dikenakan Sandi.

Komposisi Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang