Noi tidak mengerti mengapa di hari Minggu yang seharusnya dinikmati untuk beristirahat, suaminya justru sibuk membereskan gudang rumahnya. Dari pagi tadi, hingga ia selesai mengerjakan seluruh pekerjaan rumah, laki-laki itu nampak belum selesai melakukan pekerjaannya. Sepiring pisang goreng dan segelas teh tawar hangat dibawanya menuju gudang tempat Sandi berada.
Pintu gudang terbuka sedikit. Ia mengintip. "Mas? Belum selesai?"
Sandi menampakkan dirinya dari balik meja berukuran besar. "Sebentar lagi."
Ia memperhatikan seisi gudang, masih berantakan. Tidak ada yang berubah. "Aku bawa teh tawar sama pisang goreng, nih. Mau istirahat sebentar?"
"Mana?" Sandi menghampirinya. Keluar gudang dengan baju yang sudah penuh dengan debu. Laki-laki itu kembali lagi ke dalam, mengambil kursi reot dan meja. Ia ikut duduk begitu melihat Sandi dengan percaya dirinya menduduki kursi reot.
"Sebetulnya kamu lagi ngapain sih, Mas?"
"Cari barang. Tapi nggak ketemu."
"Barang apa? Emangnya kamu yakin, taruh barangnya di gudang?"
Sandi mengangguk dengan mulut yang penuh suapan pisang goreng. "Terlalu garing pisangnya."
"Tapi enak, kan?"
"The best combo, pisang dan teh."
Sandi menghabiskan pisang gorengnya dalam sekejap. Suara sendawa kecil terdengar begitu laki-laki itu menaruh gelas teh tawarnya.
"Mau lanjut cari lagi?"
"Nggak, kok. Habis ini udahan."
Sandi berdiri, mengambil ponsel yang tertinggal di dalam gudang. Kemudian keluar lagi, mengunci pintu gudang dan menaruh kunci tersebut di sakunya.
*______*
Katanya, Sandi sudah tinggal lama di rumah ini dari sebelum menikah dengannya. Cerita darinya sih, rumah ini dibelinya dengan harga kredit saat ia masih kuliah. Ia dulu sempat berbisnis, jenis bisnis apa yang dilakukannya ia tidak tahu. Yang pasti, saat ia menjadi istri dan menginjakkan kaki di rumah ini, rumah ini sudah dalam keadaan lunas namun tampak kotor di beberapa bagian.
Sandi sebetulnya tidak mempedulikan dirinya ingin menggunakan jasa asisten rumah tangga atau tidak. Namun pengakuan laki-laki itu yang sebelum menikah sama sekali tidak memakai jasa asisten, ia tidak berani ambil keputusan untuk memakai jasa asisten. Ya, tentu alasannya takut memberati.
Em, rumah ini luas dan besar. Ada tiga kamar di dalamnya. Satu kamar dijadikan kamar dirinya dan Sandi. Satunya lagi dijadikan ruang kerja. Dan, satunya lagi kosong namun ia sama sekali tidak pernah masuk ke dalamnya. Sering ia memergoki Sandi masuk ke kamar itu membawa sapu dan pel. Ia sempat menawarkan diri untuk membantu, tapi Sandi menolak. Akhirnya ia memutuskan untuk tidak ikut campur. Toh, Sandi hanya membersihkan ruangan kosong.
Tapi ia baru kepikiran, Sandi membeli properti hunian ini dalam kondisi kosong tanpa barang satu pun. Lalu, mengapa dalam waktu kurang dari sepuluh tahun laki-laki itu sudah banyak membuang barang ke gudang?
Gudang yang tadi ia datangi, di dalamnya penuh barang. Meja, kursi, kasur lipat, kipas dan masih banyak barang perintilan lainnya. Ia pernah bertanya mengapa barang-barang tersebut yang terlihat masih layak pakai seperti meja yang tadi digunakan untuk menaruh piring pisang goreng dimasukkan ke dalam gudang. Sandi menjawab karena sudah bosan dengan desain meja tersebut.
Enam bulan menikah, ia sedikit tahu tentang Sandi yang menurutnya adalah orang hemat. Dicocokkan dari sikapnya, agaknya seperti tidak mungkin Sandi membuang meja yang masih utuh dan bagus hanya karena bosan dengan desainnya?
Bosan? Bukankah itu seperti sikap seseorang yang bersikap boros? Sudah bosan dibuang. Berbalik dengan sikap Sandi yang selalu hemat.
Sandi memanfaatkan ilmu manajemen dengan baik. Beberapa kali ia sering diajarkan cara mengelola finansial oleh laki-laki itu lewat teknologi yang sering laki-laki itu gunakan.
Lagi, enam bulan pernikahan ini sedikit banyak membawa keanehan.
*______*
"Noi!"
Ia yang masih menyisir rambutnya terkejut mendengar panggilan yang terdengar menggelegar. Laki-laki itu berada di ruang kerjanya saat ia mandi sore tadi.
Segera ia mengakhiri kegiatannya dan menyusuli panggilan tersebut."Ada apa, Mas?"
Sandi menepuk space kosong di sebelahnya. Ya ampun, ia kira terjadi sesuatu. Ternyata hanya sekedar memanggil.
Sofa lipat yang terasa luas ini menanggung berat beban keduanya. Sandi langsung menyerusuk masuk ke dalam dekapannya begitu ia mendudukkan diri di sofa.
"Udah lama nggak begini, ya." Ucap laki-laki itu.
"Setiap malam juga kamu kayak begini, kok."
"Beda feelnya, ini kan kita sambil menikmati momen matahari senja."
Selain kebaikan dan tanggung jawabnya, ini yang disuka dari Sandi. Sikap manjanya ketika sedang berduaan. Karena inilah yang membuat dirinya melakukan pertimbangan, akankah ia akan melanjutkan untuk memiliki anak lalu waktu berduaannya akan tersita. Atau, tetap menikmati momen ini sedikit lebih lama lagi.
Sandi putra kandung satu-satunya di keluarganya. Ada kakak perempuannya, tapi statusnya anak angkat. Nggak heran sih, mengapa sampai usia tua seperti ini Sandi bisa menjadi manja seperti ini.
"Wangi banget kamu, Noi."
"Kan, baru aja selesai mandi."
Hening tercipta kala Sandi semakin menyamakan posisi tubuhnya.
Ia mengusap lembut helai-helai rambut laki-laki itu. Menyalurkan betapa bersyukurnya ia memiliki Sandi. "Mas, aku boleh tahu nggak seberapa besar rasa cinta kamu ke aku?"
Sandi tidak langsung menjawab. Tangan laki-laki yang mendekap tubuhnya mengusap perlahan lengannya. "Besarnya nggak tahu, tapi yang pasti dari awal nggak pernah berkurang."
Tidak tahan untuk ia tidak tersenyum lebar.
"Kapan kita mau mulai merencanakan untuk punya buah hati, Mas?"
Usapan Sandi di lengannya berhenti, berganti dengan memegang erat lengannya.
"Sedikasihnya tuhan aja, ya."
"Aku mau punya versi mini dari kamu, Mas."
"Bisa lihat-lihat dulu foto-foto masa kecilku di laci kamar."
Ia berdecak. Sandi mencium lengannya.
*_______*
Bagi Sandi, seperti ini sebetulnya sudah cukup. Hidup penuh cinta dari sang istri. Namun pikirannya seolah masih terkungkung pada momen dan janji bersama perempuan itu.
Melupakan, adalah sesuatu yang sulit baginya untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Komposisi Cinta (END)
RomanceSegala kebaikan yang ada di muka bumi ini, Naida rasa Sandi memilikinya. Lebih dari sekadar seorang suami, Sandi seperti malaikat. Ya, begitulah yang ia rasa selama menjalani hubungan dengan Sandi. Selama enam bulan pernikahannya dengan Sandi, Naid...