"Mas... ada telepon masuk dari Arif!" teriak Naida dari dalam rumah.
"Iya, sebentar, Noi!"
Sandi sedang memperbaiki kanopi otomatis yang rusak. Ia merasa mampu melakukannya sendiri, jadi tak terpikir olehnya untuk memanggil tukang. Begitu Naida menyodorkan ponselnya, ia langsung menghentikan kegiatannya.
"Halo, Rif?"
"Weh, mobilnya udah ada nih. Kalau mau gercep, ya!"
"Siang nanti gua ke sana."
"Oke, gua tunggu. Jangan lama-lama ya, gua lagi nggak bisa lama-lama di showroom."
"Iya, nanti gua kabarin."
Sambil menyelesaikan pekerjaannya, antusiasme Sandi semakin tak terbendung, membayangkan mobil baru yang akan segera ia bawa pulang. Di dalam hatinya, muncul pertanyaan, mengapa ia tidak mengganti mobil ini sejak lama jika rasanya bisa sebahagia ini? Selama ini, ia cenderung terjebak dalam kenangan masa lalu yang melekat pada mobil lamanya — bukan hanya kenangan perjalanan bersama Naida, tetapi juga dengan Nindy.
Mobil itu menyimpan begitu banyak cerita, termasuk momen-momen penting bersama Nindy yang dulu sulit ia lepaskan. Ia tahu, setiap kali menyalakan mesin dan merasakan aroma khas mobil itu, ingatan-ingatan lama tentang Nindy seperti bangkit kembali, meski ia sudah lama berkomitmen dengan Naida.
Namun, kali ini berbeda. Ia merasa siap meninggalkan masa lalu dan menatap masa depan yang lebih cerah bersama Naida. Mobil baru ini bukan sekadar kendaraan, tetapi simbol dari keputusannya untuk benar-benar melangkah maju. Di tengah pemikiran itu, senyumnya semakin mengembang, membayangkan wajah Naida yang akan terkejut dan bahagia saat melihat kejutan ini.
Sandi pun mempercepat pekerjaannya, berharap segera bisa merasakan kebebasan baru yang dibawa oleh mobil barunya dan meninggalkan kenangan lama yang sudah seharusnya ia lepaskan.
Begitu selesai makan siang, Sandi langsung mengambil kunci mobil dan berjalan menuju dapur. Ia menemukan Naida sedang berbincang santai dengan Mbak Tris, pembantu rumah tangga mereka.
"Aku mau pergi dulu, ya, Noi," katanya sambil tersenyum.
Naida menoleh, "Mau ke kantor, Mas?"
"Nggak, cuma nyamperin Arif, ada urusan sebentar," jawab Sandi santai.
"Oh, yaudah, hati-hati, salam buat Arif, ya,"
Sandi mengangguk, lalu Naida menyentuh tangannya, ia merespons dengan satu kecupan di kening istrinya sebelum beranjak pergi. Gestur kecil itu membuat Naida tersenyum hangat, tanpa mengetahui kejutan besar yang sedang Sandi persiapkan untuknya.
Berjalan menuju pintu, Sandi tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Ia berjalan cepat ke mobil lamanya, merasa ini akan jadi perjalanan terakhir yang spesial. Berbekal semangat untuk babak baru yang akan ia mulai, Sandi menghidupkan mesin dan melaju, siap untuk membawa pulang sesuatu yang istimewa untuk Naida dan mereka berdua.
Dalam perjalanan menuju showroom, Sandi tak bisa menahan diri untuk mengenang perjalanan panjangnya bersama mobil ini. Mobil yang ia beli dengan jerih payah bertahun-tahun lalu, hasil tabungan dari kerja keras dan usaha yang tak kenal lelah. Mobil ini telah menemaninya dalam berbagai fase kehidupan, menjadi saksi dari setiap perubahan, termasuk hubungan lamanya dengan Nindy.
Saat pertama kali memilikinya, Sandi dan Nindy hampir selalu menghabiskan waktu bersama di dalam mobil ini. Dulu, aroma manis vanila selalu memenuhi kabin — aroma favorit Nindy, yang membuat setiap perjalanan terasa seperti kenangan manis tersendiri. Aroma itu, yang dikenal dengan French Vanilla, memiliki kesan lembut dan manis, membawa nostalgia akan momen-momen yang dulu terasa istimewa.
![](https://img.wattpad.com/cover/370097510-288-k180532.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Komposisi Cinta (END)
RomantizmSegala kebaikan yang ada di muka bumi ini, Naida rasa Sandi memilikinya. Lebih dari sekadar seorang suami, Sandi seperti malaikat. Ya, begitulah yang ia rasa selama menjalani hubungan dengan Sandi. Selama enam bulan pernikahannya dengan Sandi, Naid...