14

1.7K 138 3
                                    

Sandi masih sibuk dengan laptopnya meski makan malam sudah usai. Sementara itu, ia terus menimbang-nimbang kalung emas yang baru saja ditemukan di gudang. Berapa gram beratnya, kira-kira? Jika benar kalung ini milik Sandi, untuk siapa sebenarnya ia dibeli? Jangan-jangan, kalung ini adalah benda yang diam-diam dicari Sandi beberapa hari lalu.

"Mas, kamu masih lama?" tanyanya sambil melirik dari jauh.

"Enggak, sebentar lagi," jawab Sandi tanpa menoleh.

Ia mendekat, menyandarkan tubuhnya di punggung Sandi dengan manja. Dengan suara lembut dan penuh goda, ia membisikkan permintaan. "Aku mau pinjam handphone kamu, Mas. Boleh, ya?"

"Lagi di-charge. Cabut aja," sahut Sandi santai.

Tanpa menunggu lama, ia melangkah ke nakas, mengambil ponsel Sandi yang masih tersambung ke kabel pengisi daya. Ini baru kedua kalinya ia membuka ponsel suaminya selama enam bulan pernikahan mereka. Namun, hal mengejutkan langsung menyambutnya!

Wallpaper ponsel Sandi berubah. Kini, gambar itu menampilkan dirinya bersama Mami, diambil saat pernikahan sepupu Sandi beberapa waktu lalu. Seingatnya, foto itu diabadikan oleh Sandi sendiri ketika Mami memintanya berfoto berdua dengan menantunya yang, menurutnya, sangat cantik.

"San! Tolong fotoin Mami sama menantu Mami yang cantik ini dong!" seru Mami dengan nada ceria.

"Yah, Mami... Aku lagi makan, selfie aja dulu berdua," sahut Sandi, mencoba mengelak sambil tetap menyuap makanannya.

"Sandi, Maminya cuma minta tolong sebentar. Udah lama Mami nggak update status bareng menantu," kata Mami lagi, nada manjanya membuat Sandi mendengus pelan.

Ia hanya bisa tersenyum geli saat Sandi akhirnya meletakkan piring makan dan mengeluarkan ponselnya dari saku jas.

"Ayo cepat! Atur gaya!" Sandi memerintah keduanya dengan nada setengah bercanda.

Mami langsung merangkulnya dengan penuh semangat. Seperti kebanyakan ibu-ibu pada umumnya, Mami juga narsis soal pose. Ia pun mengikuti gaya Mami sambil menahan tawa.

"Nanti kirim ke Mami ya, San," ujar Mami saat sesi foto selesai.

Alih-alih menjawab, Sandi malah bergumam pelan, "Cantik banget."

Gumaman itu terdengar oleh Mami dan dirinya. Sadar bahwa ia telah didengar, Sandi justru mempertegas ucapannya dengan percaya diri. "Istri aku yang cantik banget, Mi."

Mami tersenyum lebar sambil menepuk lengan Sandi pelan. "Makanya Mami minta foto! Kamu sendiri nggak mau foto? Mumpung dekorasi wedding-nya bagus. Kalau mau, sini Mami fotoin."

Ia tersenyum lebar, hatinya masih melambung sejak mendengar pujian spontan dari Sandi. Kalau saja Mami tidak ada, ia pasti sudah menghadiahkan kecupan kecil di pipi laki-laki itu.

"Nggak, ah. Akunya lagi jelek, Mi. Nanti malah kebanting," jawab Sandi sambil tertawa ringan.

Jelek? Ia hampir tak percaya dengan ucapannya. Dengan jas abu-abu yang melekat sempurna di tubuhnya, ditambah rambut yang tertata klimis dan rapi, Sandi justru terlihat seperti seorang model di tengah runway. Bagaimana mungkin seseorang dengan penampilan seperti itu bisa merendahkan dirinya sendiri?

Denting notifikasi email mengembalikannya pada kenyataan. Ia kembali menatap ponsel suaminya, yang sebagian besar isinya berkaitan dengan pekerjaan. Aplikasi pesan itu penuh dengan riwayat obrolan dari rekan kantor, grup divisi, dan beberapa klien yang menggunakan jasa freelance-nya.

Ck! Ia mendecak pelan. Kenapa laki-laki itu tidak menggunakan WhatsApp Business saja, sih? Dengan semua obrolan ini tercampur, ia merasa tampilannya jadi terlalu berantakan.

Komposisi Cinta (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang