Hyunjin menatap Felix yang tertidur di sebelahnya, napasnya tenang dan wajahnya damai. Dalam keheningan malam itu, pikiran Hyunjin berkecamuk, penuh dengan rasa sayang dan kekhawatiran.
Dia tahu bahwa Felix berbeda dari vampir lainnya. Felix adalah seseorang yang istimewa, bukan hanya karena ikatan supernatural mereka, tapi juga karena kemampuannya yang tidak banyak diketahui oleh Felix sendiri: Felix bisa hamil.
Hyunjin sudah mengetahuinya sejak beberapa waktu yang lalu, tetapi dia memilih untuk menyimpan rahasia itu. Dia tahu, ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahu Felix.
Dia tidak ingin menakut-nakuti Felix atau membuatnya merasa terbebani. Terutama setelah apa yang telah dilalui Felix dengan kehilangan kedua orang tuanya beberapa tahun yang lalu, Hyunjin tidak ingin menambah tekanan pada kekasihnya.
Namun, di sisi lain, Hyunjin juga tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Dalam benaknya, ia membayangkan masa depan mereka berdua. Jika Felix bersedia, Hyunjin ingin segera menikahinya, menghabiskan sisa hidupnya bersama Felix dan mungkin, membentuk keluarga mereka sendiri.
Hyunjin merasakan dorongan kuat untuk melindungi Felix, merawatnya, dan memberikan yang terbaik dalam hidupnya. Tapi ia juga tahu, Felix masih membutuhkan waktu. Terutama dengan kenyataan bahwa Felix kini sebatang kara setelah kehilangan orang tuanya.
Hyunjin menghela napas panjang, hatinya berdebar setiap kali membayangkan Felix menjadi miliknya secara resmi. Tetapi ia juga sadar bahwa Felix mungkin masih takut untuk melangkah ke tahap berikutnya, terutama dengan keadaan emosionalnya yang masih belum stabil.
Di tengah pikirannya yang bergejolak, Felix menggeliat kecil dalam tidurnya, membuat Hyunjin tersenyum. Dia membelai rambut lembut Felix dengan penuh kasih, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Meskipun mereka belum membahas soal pernikahan secara mendalam, Hyunjin tahu bahwa suatu saat Felix akan siap. Dan ketika saat itu tiba, Hyunjin akan berada di sisinya, mendukung dan mencintainya tanpa syarat.
Esok harinya, ketika Felix terbangun, Hyunjin sudah duduk di sisi tempat tidur, menatapnya dengan penuh perhatian.
"Selamat pagi, sayang" kata Hyunjin lembut sambil menyentuh pipi Felix.
Felix tersenyum, meski matanya masih setengah mengantuk. "Pagi..."
"Aku sudah memikirkan banyak hal," ucap Hyunjin pelan, sedikit ragu untuk mengungkapkan isi hatinya. "Tentang kita."
Felix menatap Hyunjin dengan rasa penasaran. "Tentang apa?"
Hyunjin menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberaniannya. "Aku tahu kau mungkin merasa belum siap... tapi kalau kau bersedia, aku ingin kita langsung menikah. Aku ingin kita memiliki masa depan bersama, tanpa harus menunggu lebih lama lagi."
Felix terdiam sejenak, terlihat memproses kata-kata Hyunjin. Dia menundukkan kepalanya, kedua tangannya bermain di atas selimut, sedikit gelisah. "Aku... Aku tidak tahu, Hyunjin. Maksudku, aku memang mencintaimu, tapi... menikah itu...."
"Aku tahu," jawab Hyunjin cepat, tak ingin Felix merasa tertekan. "Aku tidak ingin memaksa. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku siap kapan pun kau merasa siap."
Felix mengangguk pelan. "Aku mengerti. Ini hanya... aku belum pernah memikirkan soal itu sebelumnya. Setelah kehilangan orang tua, aku merasa ada bagian dari diriku yang... belum lengkap."
Hyunjin merasa hatinya perih mendengar kata-kata Felix. Ia tahu Felix masih berjuang dengan rasa kehilangan, dan itu membuatnya semakin memahami mengapa Felix mungkin butuh lebih banyak waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Cahaya yang Sama
WerewolfBangchan, pemuda pengusaha elektronik yang sukses, ia adalah sosok werewolf dan seorang alpha. Felix, seorang fotografer. Ia adalah sosok vampir, raut wajahnya yang dingin, dia tidak peka terhadap perasaannya karena telah lama mati. Mereka sepert...