Setelah malam yang panjang di rumah sakit, keesokan harinya Felix bangun dengan kepala yang masih berat. Di sebelahnya, Hyunjin masih tertidur, tampak lebih tenang daripada sebelumnya. Sam sudah bangun lebih dulu, dan dia duduk di tepi ranjang, menatap papanya dengan senyum polosnya.
Felix mengelus kepala Sam, merasa lega melihat putranya masih penuh semangat. Namun, kekhawatiran terus membayangi Felix. Kondisi Hyunjin yang tak menentu membuatnya merasa harus lebih waspada. Meskipun Hyunjin bersikeras bahwa dia bisa mengatasi ini, Felix tahu bahwa dia tidak bisa melawan penyakitnya sendirian.
Setelah dokter datang memeriksa dan menyarankan Hyunjin untuk beristirahat lebih lama di rumah sakit, Felix pun mulai merencanakan segalanya. Dia menghubungi beberapa orang terdekat untuk memastikan bahwa pekerjaan Hyunjin di kantor bisa dikelola sementara, dan dia mengatur ulang jadwal kesehariannya agar bisa lebih banyak berada di sisi Hyunjin.
Sore harinya, Felix berjalan ke lorong rumah sakit untuk mengambil makanan di kantin. Dia terkejut saat melihat sosok yang familiar mendekat: Bangchan.
Bangchan tampak lebih kurus dan lelah daripada terakhir kali Felix bertemu dengannya, tapi wajahnya masih memancarkan ketenangan. Felix tersentak sedikit, tak menyangka melihatnya di sini. "Bangchan?" sapanya pelan.
Bangchan tersenyum tipis, meski terlihat sedikit canggung. "Aku dengar dari Beomgyu soal Hyunjin... jadi aku pikir aku harus datang menjenguk."
Felix menatapnya sejenak, sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Terima kasih. Hyunjin sedang beristirahat sekarang... ini sangat berarti kalau kamu mau datang."
Mereka berbicara sejenak di lorong, berbasa-basi tentang keadaan Hyunjin, tentang bagaimana hidup mereka masing-masing. Namun, ada jarak yang terasa. Felix bisa merasakan perasaan Bangchan yang dulu pernah mendekam di antara mereka, tapi saat ini, semuanya tampak seperti cerita yang sudah lama berlalu. Kini yang menjadi fokus Felix hanya keluarganya—Hyunjin dan Sam.
"Kalau kau mau, kau bisa menjenguk Hyunjin nanti," Felix menawarkan dengan ramah, meskipun dia tahu ada perasaan campur aduk yang terselip di antara mereka.
Bangchan mengangguk, walau di dalam hatinya ada perasaan pahit yang sulit diabaikan. "Tentu. Aku akan mampir nanti." Setelah itu, Bangchan pamit, dan Felix kembali dengan pikiran yang sedikit terganggu.
Saat Felix kembali ke kamar, Hyunjin sudah bangun dan tersenyum lemah ke arahnya. "Kau baik-baik saja?" Hyunjin bertanya, meski dialah yang tengah sakit.
Felix tersenyum, berusaha menutupi rasa gelisahnya. "Aku baik-baik saja. Aku cuma keluar sebentar."
Malam itu, Felix duduk di sebelah ranjang Hyunjin, mengawasinya dengan penuh perhatian. Di luar, bintang-bintang bersinar redup, seakan-akan ikut menyaksikan perjalanan berat yang tengah mereka lalui. Dalam hati Felix, dia berjanji akan melakukan apa saja untuk memastikan Hyunjin pulih, meskipun jalan yang harus mereka tempuh sangat berat.
***
Bangchan melangkah perlahan menuju kamar inap Hyunjin. Hatinya penuh dengan kecemasan, namun juga harapan besar. Setelah mendengar kabar bahwa Hyunjin akhirnya sadar dari komanya, Bangchan merasa lega tapi juga tak bisa mengabaikan perasaan bersalah yang selama ini menghantuinya.
Saat Bangchan membuka pintu kamar dengan hati-hati, matanya langsung tertuju pada Felix yang duduk di samping tempat tidur Hyunjin. Felix tampak lelah, tapi ada sinar bahagia di wajahnya.
Hyunjin, yang terbaring di tempat tidur dengan wajah masih pucat, tampak sudah terjaga dan tersenyum lemah ke arah Felix. Ketika Bangchan masuk, mata Hyunjin beralih kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Cahaya yang Sama
LobisomemBangchan, pemuda pengusaha elektronik yang sukses, ia adalah sosok werewolf dan seorang alpha. Felix, seorang fotografer. Ia adalah sosok vampir, raut wajahnya yang dingin, dia tidak peka terhadap perasaannya karena telah lama mati. Mereka sepert...