Mingyu selalu merasa hidupnya biasa aja.
Kaya secangkir kopi instan di warkop—enak sih, tapi nggak ada yang spesial. Pagi-paginya habis buat nunggu bus ke kantor, siangnya makan nasi kotak ala kadarnya, malamnya nongkrong sebentar sama temen-temen buat ngelepas stres. Gitu aja terus.
Tapi semua berubah sejak Rowoon masuk ke hidupnya.
Rowoon, si cowok jangkung yang lebih cocok jadi model iklan sabun daripada orang biasa. Dia pindah ke apartemen sebelah, dan entah kenapa selalu aja ada alasan buat mereka ketemu. Kadang di lift, kadang di laundry room. Kadang malah nggak sengaja ketemu di minimarket pas Mingyu lagi ngembat Pop Mie diskonan.
Pas Mingyu baru aja balik kerja, dia nemu Rowoon jongkok di depan pintu apartemennya.
“Eh, lo ngapain di situ?” tanya Mingyu, rada kaget.
Rowoon ngeliat ke atas, senyumnya lebar banget. “Oh, lo udah pulang? Gue lupa bawa kunci. Jadi gue nunggu aja, siapa tau lo punya waktu buat gue numpang bentar.”
“Lah, kenapa nggak manggil penjaga aja?”
“Mager,” jawab Rowoon santai. “Lagipula, gue lebih suka ngobrol sama lo.”
Rowoon beneran masuk ke apartemennya Mingyu. Sebenernya nggak ada yang spesial di sana: sofa lama, TV kecil, sama poster film jadul yang Mingyu beli pas diskon akhir tahun. Tapi Rowoon keliatan nyaman banget, seolah tempat itu hotel bintang lima.
“Lo tinggal sendiri?” tanya Rowoon sambil duduk di sofa, kakinya yang panjang hampir nyentuh meja.
“Iya. Mau tinggal bareng gue?” Mingyu becanda, tapi langsung nyesel pas ngeliat senyum Rowoon makin lebar.
“Boleh juga. Tapi gue bayar setengah sewa, ya?”
Mingyu ngakak. “Gue bercanda, bego.”
“Tapi gue serius.”
Percakapan itu berakhir dengan mereka masak mie instan bareng di dapur kecil Mingyu. Rowoon sibuk cerita tentang pekerjaannya sebagai fotografer freelance, sementara Mingyu cuma senyum-senyum aja, pura-pura nggak peduli meskipun hatinya mulai berdebar.
Hari-hari berikutnya, Mingyu makin sering ketemu Rowoon. Kadang Rowoon bawain makanan, kadang dia cuma nongkrong sambil main game di HP-nya. Tapi setiap kali Rowoon ada di sekitar, apartemen Mingyu yang biasanya sunyi mendadak jadi lebih hidup.
Suatu malam, pas mereka lagi nonton film di sofa, Rowoon tiba-tiba ngomong, “Gue suka banget tempat ini.”
Mingyu menoleh. “Maksud lo, apartemen gue?”
“Bukan tempatnya,” Rowoon tersenyum tipis, “tapi lo.”
Mingyu langsung ngerasa pipinya panas. “Apaan sih, lo. Jangan becanda.”
“Gue serius, Gyu.” Rowoon menatapnya dalam-dalam, kali ini tanpa senyuman. “Cuma lo yang bisa bikin gue betah. Lo nggak tau apa? Gue pindah ke sini cuma gara-gara lo.”
Mingyu bengong. “Hah? Serius lo?”
Rowoon angguk pelan. “Gue tau ini kedengeran konyol, tapi gue suka lo dari pertama kali ketemu. Waktu lo marah-marah gara-gara lift macet. Gue langsung mikir, ‘Ini orang unik banget.’”
Mingyu cuma bisa ketawa kaku. “Yaelah, lo pasti cuma bercanda.”
“Kalau gue bercanda, gue nggak bakal ada di sini sekarang.”
Mingyu nggak tau harus ngapain setelah pengakuan Rowoon. Di satu sisi, dia ngerasa aneh. Tapi di sisi lain, dia juga nggak bisa bohong sama dirinya sendiri: dia suka Rowoon. Suka banget malah.
Tapi, Mingyu jadi orang yang selalu ngeraguin diri sendiri. Dia mikir, “Rowoon ganteng, keren, pinter. Ngapain juga dia suka sama gue yang biasa-biasa aja?”
Rowoon kayak tau apa yang ada di kepala Mingyu. Suatu malam, dia ngajak Mingyu jalan ke taman dekat apartemen.
“Denger, Gyu,” katanya serius. “Gue nggak peduli lo bilang lo biasa aja atau apa. Buat gue, lo spesial. Cuma lo yang bikin hari-hari gue jadi lebih berwarna. Jadi, plis, berhenti ngeraguin diri lo sendiri.”
Mingyu cuma bisa diem, nahan air mata yang hampir keluar. “Lo nggak ngerti, Rowoon. Gue nggak pantes buat lo.”
“Bodo amat,” jawab Rowoon. “Yang penting, gue udah mutusin cuma mau sama lo.”
Dua minggu setelah malam di taman itu, Rowoon dateng ke apartemen Mingyu dengan bawain bunga matahari.
“Buat lo,” katanya sambil nyodorin buket itu.
Mingyu ngeliatnya dengan bingung. “Ini apaan lagi?”
“Anggap aja tanda cinta. Sekarang, lo mau nggak jadi pacar gue?”
Mingyu ngakak. “Yaelah, kok kaya nembak anak SMA.”
“Gue serius, Gyu. Kalau lo nggak mau, gue bakar apartemen ini.”
“Drama banget, lo.”
Tapi meskipun Mingyu bercanda, dia akhirnya nerima bunga itu, dan senyumnya nggak pernah hilang sepanjang malam.
---
Hidup Mingyu berubah setelah jadian sama Rowoon.
Sekarang, apartemennya nggak pernah lagi sepi. Ada tawa Rowoon, suara langkah kakinya yang berat, bahkan desahan kesalnya kalau kalah main game.
Dan setiap malam sebelum tidur, Rowoon selalu bilang hal yang sama ke Mingyu.
“Lo tau nggak, Gyu?” katanya sambil menarik Mingyu ke pelukannya.
“Apa?”
“Cuma lo. Cuma lo yang bikin hidup gue lengkap.”
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Mingyu bener-bener percaya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]
FanfictionKim Mingyu. Manly. Cool. Tangguh. Perkasa. Gagah. Kuat. Tampan. Dominan. Tidak akan ada seorangpun yang mengira peran apa yang ia lakoni di dalam sebuah permainan panas. ©2019, ichinisan1-3