Dedicated to JaeGyuie
.
.
.
.
Mingyu duduk di kursi paling ujung sebuah bar kecil yang malam itu berubah menjadi arena stand-up comedy.
Tangannya menggenggam bir dingin, matanya melirik ke panggung yang hanya diterangi satu sorot lampu. Di sana, seorang pria jangkung dengan hoodie hitam dan wajah datar sedang berbicara ke mikrofon, mencoba membuat penonton tertawa. Tapi dari semua yang ada di ruangan itu, hanya satu orang yang tampak benar-benar menikmati: Mingyu.
Pria di atas panggung adalah Wonwoo. Bukan seorang komedian terkenal, bukan pula orang yang seharusnya ada di sana. Tapi entah kenapa, Mingyu merasa hidupnya selalu membawa Wonwoo ke situasi yang serba salah, termasuk di tengah panggung malam ini.
"Mau tahu apa perasaan paling menegangkan di dunia ini?" Wonwoo membuka materinya. Ia menatap penonton dengan ekspresi lurus tanpa emosi, lalu melanjutkan, "Kebanyakan orang bilang itu nungguin gaji, ujian, atau ditanya dosen 'sudah siap skripsinya belum?' Tapi buat gue… perasaan paling menegangkan adalah nganterin Mingyu beli boba."
Seketika, ruangan itu meledak oleh tawa penonton. Mingyu tersentak, memutar bola matanya sambil mencoba menyembunyikan senyum kecil.
"Lo tahu kenapa itu menegangkan?" Wonwoo melanjutkan, kini sorot matanya mencari Mingyu di antara kerumunan. Saat menemukannya, ia tersenyum kecil, senyuman yang hanya Mingyu tahu artinya. "Karena Mingyu ini tipe orang yang berdiri di depan counter selama lima belas menit cuma buat nanya: ‘Mbak, kalau bobanya diganti puding bisa? Kalau gulanya 50%, tapi esnya tetap banyak, gimana? Eh, bisa nggak dibikin dua lapis, rasa taro sama matcha sekaligus?’"
"WOONWOOO!!!" Mingyu langsung berteriak dari sudut bar, wajahnya memerah. Tapi teriakannya hanya membuat penonton semakin terpingkal-pingkal.
Wonwoo tertawa kecil, suara rendahnya hampir tenggelam oleh riuh tawa penonton. "Lo tahu kan, kalau lo pesan begitu, ada antrian panjang di belakang yang isinya orang-orang hampir mau nimpuk lo pakai sedotan."
Sepuluh menit kemudian, pertunjukan selesai. Wonwoo turun dari panggung, disambut oleh tepuk tangan penonton. Tapi yang paling ditunggu tentu saja adalah Mingyu yang sudah menunggunya di meja.
"Lo kenapa sih, selalu bawa-bawa gue ke materi lo?" Mingyu bertanya, tapi tidak terlihat benar-benar marah.
Wonwoo hanya mengangkat bahu, memasukkan kedua tangannya ke saku hoodie. "Soalnya lucu aja. Dan… lo tahu sendiri, gue nggak punya banyak hal menarik buat dibahas. Hidup gue datar Gyu."
"Ya, hidup lo datar karena lo suka bikin orang kayak gue malu!" Mingyu membalas, tapi ia tertawa kecil.
Wonwoo duduk di kursi di seberang Mingyu, menatap pria itu dengan mata teduh yang selalu membuat Mingyu sedikit salah tingkah. "Kalau nggak gue bawa, siapa lagi? Lo kan… ya, spesial buat gue."
Mingyu mendadak kehilangan kata-kata. Ia tahu Wonwoo sering bicara santai, seolah semua kata-katanya nggak ada artinya, tapi entah kenapa, ada nada tulus yang terasa kali ini.
"Spesial gimana maksud lo?" Mingyu bertanya pelan, matanya menatap Wonwoo dengan sedikit curiga.
Wonwoo menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengambil gelas bir yang ada di meja dan meminumnya perlahan. "Spesial karena… lo itu satu-satunya orang yang bikin gue mau nungguin selama lima belas menit di depan counter boba tanpa marah."
Mingyu tertawa mendengar itu. "Berarti kalau ada orang lain yang bikin lo nunggu, lo bakal marah?"
Wonwoo mengangguk. "Tentu aja. Lo itu pengecualian."
Mingyu tidak tahu kenapa, tapi dadanya terasa hangat mendengar jawaban itu. Bukan hanya karena kata-katanya, tapi karena caranya Wonwoo bicara, santai tapi penuh perhatian.
Malam semakin larut, tapi bar itu masih cukup ramai. Mereka berdua tetap duduk di meja yang sama, membahas banyak hal, dari makanan favorit sampai kenangan memalukan waktu sekolah dulu. Tapi pembicaraan itu perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih serius.
"Gyu," Wonwoo tiba-tiba memanggil, suaranya lebih rendah dari biasanya.
"Hm?" Mingyu menoleh, masih dengan senyum lebar di wajahnya.
"Lo pernah ngerasa stuck nggak? Kayak di tengah-tengah sesuatu yang nggak lo tahu bakal berakhir gimana?"
Mingyu mengerutkan kening, bingung dengan pertanyaan itu. "Maksud lo?"
"Gue cuma mikir," Wonwoo menatap gelas birnya yang kosong, "kadang gue ngerasa kayak hidup gue ada di tengah-tengah. Gue nggak cukup lucu buat jadi komedian sukses, nggak cukup pintar buat punya pekerjaan bergengsi. Gue stuck, Gyu. Tapi kalau gue ngelihat lo, gue ngerasa… mungkin itu nggak masalah."
Mingyu terdiam. Ia tidak pernah menyangka Wonwoo akan bicara seperti itu, apalagi dengan nada selembut ini.
"Mungkin hidup gue nggak perlu sempurna," Wonwoo melanjutkan, kini menatap langsung ke mata Mingyu. "Selama ada lo di tengah-tengahnya."
Mingyu merasa wajahnya memanas. Ia mencoba membalas dengan bercanda, tapi kata-katanya tercekat di tenggorokan. Akhirnya, ia hanya bisa berkata pelan, "Gue juga ngerasa begitu Won. Hidup gue… nggak lengkap tanpa lo."
Wonwoo tersenyum kecil. Senyuman yang tidak biasa, senyuman yang penuh makna. Ia mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Mingyu yang ada di atas meja.
Mereka tidak butuh kata-kata lebih banyak. Di tengah tawa, ejekan, dan bir dingin, ada sesuatu yang mereka temukan—sesuatu yang sudah lama ada di antara mereka, tapi baru kali ini mereka sadari.
Dan di tengah-tengah itulah, mereka akhirnya merasa… mereka sudah berada di tempat yang seharusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
B R A V E 💪🏿 bottom!Mingyu [⏯]
Fiksi PenggemarKim Mingyu. Manly. Cool. Tangguh. Perkasa. Gagah. Kuat. Tampan. Dominan. Tidak akan ada seorangpun yang mengira peran apa yang ia lakoni di dalam sebuah permainan panas. ©2019, ichinisan1-3