11.

952 107 10
                                    

"Hmm, hangat" gumamku disela - sela pelukan kami yang membuat Kak Nata terkekeh singkat. Aku pun melepas pelukan kami, lalu menatap mata hijaunya membuatku meleleh.

"Kau suka mataku?" Tanyanya sembari terkekeh.

"Umm, nope" kataku sambil menjulurkan lidahku.

"Adakah pekerjaan rumahmu yang lain? Sudah selesai?" Tanyanya, mengganti topik pembicaraan.

Kenapa dia menjadi perhatian? Aneh.

"Kenapa kau menjadi perhatian kak? Tumben, biasanya kau membiarkan aku tenggelam dalam lautan tugas" kataku sambil menggodanya.

"Kau sahabatku sekarang, jika kau tidak sibuk, ayo kita movie marathon. Kemarin aku dapat film banyak sekali. Ayo ke sekatku. Jika menonton di karpet, bisa - bisa badanku remuk semua" katanya, lalu menarik tanganku menuju sekatnya. Aku jalan terseok - seok, karena tarikannya sangat kencang dan ia setengah berlari membawaku. Keparat memang, namun aku tak bisa memberontak karena ia terlalu kuat dibandingkan denganku.

Aku masuk ke dalam sekatnya, mencium bau mint diruangannya. Dan tumben sekali kamarnya rapi, biasanya sangat berantakan oleh pakaian - pakaian dan buku - buku.

"Bilang saja kau mau pamer sekatmu yang sudah rapi jadi kau mengajakku menonton di sekatmu" kataku setengah mengejek.

"Tidak, kamarku selalu rapi" katanya menyanggah

"Aku pernah tidur di sekatmu dan saat aku akan tidur isi kasurmu berisi kaus - kausmu. Untung tidak bau keringat" jawabku sambil terkekeh. Ia pun ikut terkekeh dan mengambil laptop nya yang berada di atas nakas.

"Aku tak dipersilahkan duduk? Aku tamu disini" kataku sarkastik sambil melipat kedua tanganku didepan dada.

"Silahkan duduk, nona Theresia. Ada yang perlu saya bantu lagi, nona?" Jawabnya yang membuatku terkekeh panjang sembari duduk di atas kasurnya dan meluruskan kakiku. Ia pun menyusulku duduk tepat disampingku dan menyalakan laptopnya yang berada di pangkuannya.

"Film apa yang akan kita tonton? Aku punya fifty shades of grey-"

"HAH? KAU PUNYA FILM ITU? DOSAMU BANYAK, ANTHONY" teriakku sambil terkejut. Tak kusangka lelaki tampan ini mempunyai otak mesum.

"Ini senior high school, bodoh. Kau terlalu polos" katanya sarkastik. Aku hanya mendengus kesal. Apakah aku sepolos itu?

"Aku tak mau tau, aku tak mau menonton film itu"

"Okay, aku punya pilihan. Fifty shades of grey atau The Conjuring?" Katanya, sambil tersenyum meremehkan.

Oh God, dia menyebalkan. Aku menyesal terlanjur jatuh hati kepadanya.

"The Conjuring!" Kataku, mencoba menaruh nada meyakinkan namun aku tau itu terdengar seperti teriakan anak kecil yang sok berani.

"Okay, kalau itu mau mu, Abiana" katanya. Senyum meremehkannya tidak hilang selama ia mencari film horor tersebut. Bahkan, sampai filmnya dimulai pun ia tetap tersenyum meremehkan.

"Jika aku tidak bisa tidur, jangan salahkan aku jika aku tidur disini" kataku sambil mendengus kesal.

Sebutlah aku berlebihan, namun aku memang takut dengan film semacam itu.

Ia tak menjawab perkataanku, ia hanya mengangguk sambil terkekeh singkat. Aku tau ia terkekeh karena menyadari bahwa teman satu kamarnya ini sangat cengeng dan penakut, dan aku mengakuinya.

Incandescent. [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang